BAB 4: Hubungan Tulus?

1084 Kata
BAB 4: Hubungan Tulus? “Tatap ayah, kamu pasti bakal nyelesain semuanya dengan baik. Bie ayah selalu jadi yang terbaik” Candy memeluk ayahnya tersenyum mendapatkan kehangatan sang ayah. Suara klakson mobil membuat pelukan keduanya terlepas. Candy menatap sang kakak yang sudah menanti di dalam mobil. Tidak mau semakin lama membuat sang kakak menunggu Candy berlari sambil melambaikan tangannya pada sang kakak. “Nilai ujian pasti bagus tapi gimana sama nilai sidang yah?” Kakak Candy langsung mengejek sang adik saat Candy sendiri bahkan baru memasuki mobil. “Gini-gini aku udah mempelajari skripsi yang dibuat Rafael. Pasti lancar-lancar aja tuh” Shalman terkekeh geli mendengar ucapan Candy. Mobilnya langsung melaju kencang. Meski sudah mempelajari selama hampir satu minggu tetap saja Candy merasa sedikit gugup. Takut salah ucap saat sidang nanti. “Bie” Candy menoleh pada Shalman. “Meski lo orang kedua paling ga tau diri yang pernah gue temui, tapi gue berharap kedepannya lo bisa jadi manusia yang lebih berguna. Ga usah buat semua orang tapi cukup buat satu orang ajah. Gue harap lo stop menjalin hubungan atas dasar keuntungan” Candy selalu merasa marah dengan arah pembicaraan Shalman ini. “Ga usah ngurusin hidup gue” Shalman tersenyum kecut. “gue cuma berharap lo ga semakin jadi parasit sampah kayak si jalang” ujarnya lembut. Candy berdecak kesal. “Ngapain jadi orang baik? Dimanapun yang baik itu makin ga ada harganya. Lagian suatu hubungan emang harus dibangun berdasarkan keuntungan yang didapat. Kalo kita ga manfaatin orang yang ada malah kita yang bakal di manfaatin” Shalman hanya bisa mendesah pasrah. Otak adiknya memang sudah serusak ini. Memasang banyak topeng adalah keahlianya, dia tidak pernah meniru kebaikan orang. Tetapi selalu meniru keburukan orang lain yang didekatnya, menjadikan keburukan orang lain itu sebagai topengnya, tameng dirinya. “Udah sampe, makasih oppa” tersenyum amat manis seolah tidak memiliki beban apapun. Seolah, percakapan serius tadi tidak pernah terjadi. Candy langsung keluar mobil—bergabung bersama beberapa temannya yang berjalan memasuki area kampus. “Lo emang makin rusak Bie, Maaf karena ini juga masih salah gue. Tapi gue ga akan ngehentiin lo secara langsung, karena gue ga ada hak buat itu”. * * * Ryan menatap profil Candy sambil tersenyum kecil. “Lo bener-bener ketangkep cewek sialan”. Ketukan pada pintu membuat Ryan menoleh sekilas. Sosok dua pria jangkung memasuki ruangan, membuat Ryan menatapnya bertanya. “Dia adalah Bodyguard yang pernah saya katakan pada anda tuan Ryan” Ryan mendesah pasrah. Kembali melirik profil Candy dan tersenyum kecil. Tampaknya Ryan harus menunggu beberapa hari lagi sampai membuat Candy menerima pelajarannya. Menghancurkan mobil kesayangannya hadiah spesial dari Clarisa Smit tunangan tercintanya jelas membuat setiap nafasnya menguer penuh amarah. Apa yang harus dikatakan pada Clarisa saat dia bertanya dimana mobil pemberianya itu saat pulang nanti. Sosok wanita yang enam tahun lebih tua darinya itu pasti akan kecewa. Ryan tidak akan mau melihat kekecewaan Clarisa hanya karena ulah gadis bodoh itu. Setidaknya ia harus memberi pelajaran demi meringankan amarah pada hatinya—menenangkan dirinya sedikit dari ulah gadis aneh yang tidak dikenal itu. “Pak Joni, saya mau anda melakukan sesuatu”. * * * Candy tersenyum lega. Bianca, Salsa dan Lola menatapnya aneh. “Ga lancar? Lo pasti ngehancurin sidang lo sendiri” Bianca selalu sepedas ini saat berbicara. “Enak ajah, sidang gue lebih lancar dari sidang lo pastinya” Bianca berdecak tidak peduli. “Aku ga yakin sidang aku bakal lancar” Lola masih tampak khawatir. Diantara mereka memang tinggal Lola yang belum menjalankan sidangnya. “Mangkanya meski lo b**o lo mesti banyak belajar ngomong biar ga keliatan begonya” Lola hanya mengangguk-angguk ucapan Candy. “Kayak lo?” Bianca lagi-lagi sepedas itu. Namun entah mengapa Candy malah tertawa mendengarnya. “Ah Sal beli minum yuk haus nih” Salsa hanya mengangguk setuju. “Kalian mau minum apa?” Salsa bertanya pada Bianca dan Lola. “gue teh dingin, Lola soda” Salsa mengangguk dan menyusul Candy yang sudah berjalan lebih dulu. Candy menatap Salsa yang sudah ada di sampingnya. Entah mengapa dia teringat ucapan Shalman tadi pagi. “Sal” Salsa menoleh—menjawab malas “Apa?”. Candy menghembuskan nafas singkat sebelum lanjut bicara. “Lo tau lo itu gue temenin karena lo bikin untung gue?” Salsa tertawa kecil sambil mengangguk. “Trus disaat gue ga butuh lo gue bakal buang lo” Salsa kembali mengangguk setuju. “Lo b**o apa t***l? Harusnya kalo tau sejak dulu lo ngejauh. Ngapain masih ada disisi gue kaya babu gini?” Salsa tidak menatap Candy, ia masih berjalan dengan santai—tidak terlalu menggubris. Tersenyum kecil saat mengingat pertemuan pertamanya dengan Candy. Candy kecil benar-benar polos meski sedikit berbahaya. “Anggap aja karena gue suka lo” Candy menoleh tidak suka. “Maksud gue, gue suka lo sebagai sahabat gue. Meski pada awalnya gue ga tulus tapi gue pikir sekarang gue tulus karena itu gue bakal konsisten sampai akhir” Salsa kembali tersenyum. Candy menghela nafas berat. “Hubungan yang tulus tanpa ada maksud tertentu itu ga pernah ada b**o. Lagian saat waktunya tiba nanti gue bakal buang lo” Salsa menyentuh pundak Candy lembut. “Lo bener, gue deketin lo karena lo ga tau setenang apa hidup gue karena lo—sebesar apa pengaruh lo buat gue. Lo mungkin ga tau tapi ada suatu hal dimana secara ga langsung lo ngerubah masa depan gue yang sebelumnya suram, lo semacam ngebuka jalan gue. Tenang aja, gue manfaatin lo dengan sangat baik”. Salsa masih berjalan dengan santai. “Awalnya gue tetep di deket lo buat balas budi tapi gue pikir itu udah beda sekarang”. Salsa tersenyum kecil meski tau Candy sedang tidak melihat ke arahnya. “Hubungan yang tulus tanpa ada maksud tertentu itu ga pernah ada? Lo salah. Ah yang ga ada itu hubungan tulus yang dibangun sejak awal, gue pikir tingkat ketulusan seseorang itu terbentuk secara perlahan bukan instan”. “Hubungan yang tulus itu nyata, gue bukti hidupnya. Kalaupun lo mau buang gue saat gue ga berguna, gue tinggal buat diri gue berguna supaya lo ga bisa buang gue kan?” Candy tertawa mengejek. “Mungkin kalo lo tau alasan gue sesayang ini sama lo, lo bakal percaya omongan gue Bie” panggilan Salsa yang sudah lama tidak didengar Candy. Candy sampai terhenti sesaat. Menatap punggung Salsa yang masih berjalan di depannya. Dia merasa sejahat ini pada Salsa sekarang. Tapi tetap saja Candy masih merasa sedikit ragu, hubungan yang tulus itu tidak ada bukan?.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN