Pagi hari ini Nila sengaja berangkat agak siang, bukan karena apa. Tapi karena dia malas saja kalau harus berlama-lama berada di kelasnya sampai jam masuk berbunyi. Apa lagi setelah ia mengetahui tabiat buruk teman-temannya terutama anak cowok.
Bisa dibilang kalau anak cowok di kelas X IPA 2 itu mayoritas nggak ada yang bener, kalau nggak slengean, paling juga otak ngeres. Pikirannya ehem-ehem kimochi mulu.
Meskipun Nila tetep yakin, kalau tipe-tipe cowok kayak mereka itu paling nggak mungkin mau berangkat pagi-pagi. Tapi untuk jaga-jaga, nggak ada salahnya kan?
Ketika Nila tiba di kelasnya, rupanya sudah lumayan banyak temannya yang datang, mengingat kini cuman kurang dari 5 menit sebelum bel masuk dibunyikan.
Nila melangkahkan kakinya dengan pelan ke bangku yang sudah terdapat Sani di sebelahnya.
"Hei Nil, lo baru dateng?"
"Iya nih, lo udah lama datangnya?" Tanya Nila seraya beranjak duduk dan menaruh tasnya dalam kolom laci.
"Hmm enggak juga sih.. cuman gue was-was aja takut tiba-tiba ada ulangan mendadak."
"Ohh.. kalau lo udah belajar sih tenang aja."
"Kok lo nyantai banget?" Sani menatap heran Nila yang sama sekali tidak menampakkan ekspresi kaget atau pun ngebet belajar.
"Hehe semalem kan gue udah belajar, jadi nggak usah khawatir." Jawab Nila santai sambil memasang cengiran polosnya.
"WOIII.. WOIII... GAWAT! GAWAT! SIAGA SATU! PAK HERMAN NGASIH KITA WAKTU 30 MENIT BUAT BELAJAR SEBELUM ULANGAN FISIKA DADAKAN!" Teriak Jaya heboh selaku ketua kelas X IPA 2.
"Eh gila Anj**g! Lo serius? Dikasih waktu jauh-jauh hari aja gue nggak belajar, apa lagi cuman 30 menit bisa merah nilai ulangan gue!" Balas Reno tak kalah hebohnya waktu denger pengumuman Jaya.
"Eh Reno, bukannya tiap ulangan nilai lo juga merah ya?" Tanya Ical kalem yang langsung disambut gelak tawa para penghuni kelas IPA 2.
"Iya juga ya? Ngapain gue heboh, lagian kan Pak Herman itu bukan tipe guru killer yang bakal melototin para muridnya kalau lagi ulangan. Dan gue juga bisa nyontek, buat apa gue belajar." Ujar Reno santai kembali memasukkan bukunya ke laci bangku tanpa berniat membacanya sama sekali.
"Kali ini gue setuju sama lo Ren!" Sahut Bobby menyetujui tanpa ada niatan sama sekali buat belajar, bahkan mejanya bersih tanpa satu pun sehelai kertas.
"Gue juga." Beberapa temen cowok yang lain pun ikut mangut-mangut menyetujui ucapan Reno dan Bobby.
"Kalau gitu sekarang kita atur strategi."
Dan akhirnya para kelompok cowok yang diketuai Jaya itu pun berkumpul sejenak sebelum akhirnya membubarkan diri sambil membawa tas mereka masing-masing. Tak lupa membawa beberapa sobekan kertas yang mereka lipat rapi dan dimasukkan ke dalam saku celana mereka.
"Sani, lo ikut gue!" Reno tiba-tiba datang dan langsung membawa tas Sani beserta bukunya untuk dibawa ke mejanya.
"Eh Reno! Lo apa-apaan sih? Balikin nggak tas sama buku gue! Gue lagi belajar, lo ganggu aja tau nggak!"
"Sttt diem! Ini juga perintah dari ketua kelas." Ujar Reno santai menaruh tas Sani di samping mejanya dan mengendikkan dagunya ke arah Jaya yang juga tengah membawa serta Sela ke bangkunya.
Akhirnya dengan setengah tidak rela Sani mendudukkan tubuhnya di samping bangku Reno, sebelum kembali melanjutkan belajarnya.
Dan kini mereka telah duduk dengan pasangan masing-masing, tentu saja hanya untuk sesaat dan dalam keadaan genting seperti saat ini.
Bobby tiba-tiba datang dan langsung duduk di samping Nila menggantikan Sani.
"Lo ngapain duduk di sini?"
Nila sedikit merasa tidak nyaman saat Bobby tiba-tiba duduk di sebelahnya. Bukan karena Bobby jelek, tapi justru sebaliknya bisa dikatakan Bobby itu lumayan cakep, bisa dibilang tampan malah. Tapi mengingat bagaimana sifat buruk Bobby yang suka nonton film bokep mau tak mau membuat Nila merasa risih.
"Udah lo tenang aja, gue nggak bakal ngajak lo nonton bokep kok, ini urgent! Tapi kalau lo mau ikut nonton gue nggak keberatan sih.."
Bobby berkata santai disertai seringai tampannya yang sayangnya nggak mempan sama Nila. Nila kembali fokus pada buku fisikanya, dan mengabaikan Bobby yang tampak asik berkutat dengan ponselnya dan juga earphone yang menyumbat telinganya. Dan sudah pasti apa pun yang dilakukannya tidak akan jauh-jauh dari kata MAKSIAT!
"Guys! Pak Herman mau kesini, gue mohon kerjasama kalian. Demi kekompakan IPA-2, Ok!" Jaya kembali berkoar sebelum pada akhirnya duduk kembali.
"Bilang aja demi kepentingan lo sendiri yang mau nyontek!" Ucap Dara spontan yang kebetulan kebagian duduk sama Akas. Dan Nila maupun teman perempuan yang lain pun ikut mengangguk setuju mendengar perkataan Dara.
"Sttt! Kondusif!" Setelah itu kelas kembali hening sampai Pak Herman datang dan menyuruh mereka menyiapkan kertas ulangan.
Mereka pun kontan langsung melakukan misi mereka, yaitu tetap diam di 45 menit pertama membiarkan produsen mereka mengerjakan soal hingga selesai. Sementara mereka sendiri tampak menggunakan waktu 45 mereka dengan mencorat-coret bangku, menggambar abstrak, serta hal-hal tidak berguna lainnya. Selanjutnya, bagai kegiatan rantai makanan pada pelajaran biologi, mereka mulai menyalin jawaban dari produsen ke konsumen dalam waktu 10 menit yang tersisa. Untungnya saat ini Pak Herman tengah sibuk dengan entah apa yang dilakukan dengan laptopnya, bahkan tak jarang Pak Herman senyum-senyum sendiri.
Akhirnya waktu 55 menit telah dilalui dan kini saatnya menggunakan 5 menit terakhir untuk mengumpulkan kertas ulangan. Wajah-wajah lega tampak terlihat dari sebagian murid cowok saat mereka berhasil menyalin 3 lembar kertas folio bergaris bolak-balik dalam waktu 10 menit. Dan jangan tanyakan bagaimana model tulisan mereka? Sudah dapat dipastikan sangat acak-acakan layaknya tulisan ceker bebek. Atau istilah kerennya copy paste, no edit! Typo? Udah biasa.
Setelah mengumpulkan kertas ulangan, Pak Herman pun segera berlalu dari IPA 2 dan disambut teriakan heboh IPA 2 yang kembali ribut.
Tidak ada cerita ada anak IPA 2 yang harus diam dan kondusif, bahkan para dewan guru pun sering bilang bahwa anak IPA 2 suara bisingnya mengalahkan anak IPS. Tapi kembali lagi, meskipun sudah berulang kali diperingatkan dan diomeli justru bukannya sadar dan berubah, tapi malah semakin menjadi. Apa lagi ketika secara terang-terangan para dewan guru sering atau selalu membandingkan IPA 2 yang urakan dengan IPA 1 yang terkesan kalem dan kondusif.
Bulshit! Justru mereka malah menganggap bahwa anak yang kalem dan kondusif itu terkesan lembek dan banci. Jadi inilah kondisi kelas IPA 2 yang jauh dari kata kondisif, tapi selalu memberikan hawa keceriaan yang menguar dari kelas mereka. Karena mereka cenderung lebih bebas mengeluarkan ekspresi dan aspirasi mereka tanpa terkekang oleh aturan yang membuat pusing.
***
Lain di X IPA 2, lain lagi ceritanya di kelas XI IPS 3. Tampak terdapat empat murid yang udah nggak asing sering disebut sebagai biang kerok itu pun kini tengah asik mengobrol ria dengan berbagai gaya posisi duduk. Ada Andi yang duduk sambil menaikkan kakinya di atas meja, Bagas yang duduk menyamping di jendela kelas dengan menaikkan sebelah kakinya, Regar yang duduk di atas meja dengan satu kaki ditekuk sambil menumpukan satu lengannya pada lututnya. Sementara Nelan sedari tadi tidak bisa diam dalam duduknya, dan selalu mengubah-ubah posisi duduknya.
"Eh Nelan, lo dari tadi kenapa sih.. ribut sendiri kayak orang mau lahiran aja lo." Tanya Andi yang merasa terganggu mengingat Nelan duduk di sampingnya dan tidak bisa diam.
Sekali lagi Nelan menyisir rambutnya ke belakang dengan tangan, membuat Andi, Bagas, dan Regar merasa gemas.
"Woiii.. es balok, ditanya diem aja." Regar ikut menyahut karena merasa jengah dengan tingkah aneh Nelan.
"Diem lo! Gue lagi bingung!"
"Bingung kenapa lo? Kucing betina lo mau lahiran? Atau siput piaraan lo lagi demam?" Tanya Regar beruntun yang kontan langsung dihadiahi jitakan keras dari arah belakangnya.
"AWW GILA!!! Apa-apaan sih lo Kipli! Muncul-muncul main jitak gue aja lo, kalau kepala gue gagar otak gimana? Lo mau tanggung jawab." Protes Regar yang sambil mengelus-elus belakang kepalanya yang sakit akibat jitakan keras Rafli.
"Lagian pertanyaan lo nggak ada yang masuk akal. Gue heran.. IQ lo berapa sih? Kayaknya IQ lo jongkok banget!"
"Yee gini-gini lo jangan ngeremehin gue yaa, IQ gue tuh 45. Merdeka!"
"i***t!" Kompak Rafli, Andi, dan Bagas yang langsung dibalas dengan bibir manyun Regar.
"Hehh kalian itu bukannya pada bantuin gue malah bikin gue tambah pusing tau nggak!" Seru Nelan kesal melihat perdebatan ke-empat teman bangsatnya yang nggak ada habisnya.
Kontan Andi, Rifki, Regar, dan Bagas langsung menatap tak percaya pada Nelan.
"Ki.. tolong cubit gue dan bilang kalau ini bukan mimpi, 14 kata dalam satu tarikan napas!"
"Awww.. b*****t! Sakit Nj**g!" Regar langsung memekik kesakitan saat Rifki langsung mencubit pahanya yang sengaja di naikkan di atas meja dengan kuat.
"t*i lo! Entar paha putih mulus gue memar kebiruan gimana?" Regar masih terus mengomel sambil mengelus-elus pahanya yang sudah dipastikan memar biru keunguan saat ini.
"Lagian yang nyuruh gue buat nyubit lo siapa? Elo kan?"
"Iya, tapi.."
"Ya udah, terima aja nasib!" Rifki yang jengah langsung memotong ucapan Regar dengan tak berperasaan.
"Dasar nggak peka!"
Mereka kini kembali menagabaikan eksistensi Regar yang masih setia dengan sesi ngambeknya dan kini telah sepenuhnya menatap Nelan menunggu perkataan yang akan keluar dari mulut Nelan.
"Gue mau ketemu Nila, tapi gue bingung harus ngapain."
"Hm oke! Oke! Kalau urusan cewek lo serahin aja ke gue, gue ahlinya. Karena gue tau pengalaman lo dalam urusan menghadapi cewek itu masih cetek." Ujar Regar tiba-tiba dengan ekspresi songongnya yang entah sejak kapan sudah berhenti dari sesi ngambeknya.
"Aha!! Menurut gue pertama-tama sebelum lo ketemu sama cewek yang lo taksir, lo harus tampil semaksimal mungkin."
Regar mengamati penampilan Nelan dari atas sampai bawah dengan pandangan menilai, sementara ketiga teman lainnya hanya diam ikut melihat apa yang akan dilakukan Regar pada Nelan.
"Hmm sepatu? Bolehlah, baju? Dengan penampilan yang agak sedikit berantakan, justru menambah kadar cool dalam diri lo." Andi, Rifki, dan Bagas ikut mangut-mangut mendengar penjelasan Regar yang cukup masuk akal.
"Wajah? Hmm meskipun masih lebih tampanan gue, tapi muka lo nggak jelek-jelek amat lah. Dan yang terakhir.. ah, iya rambut. Sisir mana sisir?"
Dengan gerakan cepat Rifki langsung meminjam sisir pada Azka yang tak pernah lupa membawa sisir dan tak lupa ia mengambil kaca yang tengah dipakai Silvi secara spontan, tanpa menghiraukan pekikan marah Silvi yang merasa kegiatannya diganggu oleh Rifki.
"Ini sisir, sekaligus kacanya." Rifki memberikan barang yang diambilnya tadi dan langsung diacungi jempol oleh Regar dan Nelan.
Nelan sibuk berkaca, sementara Regar terlihat serius menyisir rambut Nelan masih tetap dengan posisinya yang berada di atas meja.
Oh iya sekedar informasi, kebetulan saat ini kelas kosong karena Bu Astrid sedang ijin cuti karena melahirkan. Jadi setiap ada pelajaran Astronomi kelas mereka akan kosong.
"Gas, gel rambut lo mana?"
"Ketinggalan di rumah, tau sendiri gue telat!" Jawab bagas seraya menyisir rambutnya kebelakang dengan gaya slowmotion layaknya bintang iklan shampo.
"Gue tau siapa yang biasanya bawa gel rambut selain Bagas." Andi tersenyum sekilas sebelum kemudian beranjak menghampiri Eki dan terjadi percekcokan kecil sebelum akhirnya membawa gel rambut tersebut pada Regar.
"Bagus!"
Langsung saja Regar membuka penutup gel itu dan mengusapkannya pada rambut Nelan, sebelum akhirnya menyisirnya rapi ke belakang.
"Cowok akan terlihat lebih wow kalau rambutnya klimis." Ujar Regar dengan bangga.
Mendengar perkataan Regar, sontak Rifki, Andi, dan Bagas langsung berebutan mengambil gel rambut di tangan Regar dan ikut mengoleskannya pada rambut mereka. Kalau Regar jangan ditanya, dia sudah lebih dulu memakai gel-nya sebelum ia mengoleskannya pada rambut Nelan. Hahaha!
"Oke, Nelan saatnya kita pergi ke kelasnya Nila."
Saat Nelan hendak beranjak, tiba-tiba Bagas menghentikan langkahnya.
"Satu hal lagi yang harus lo inget! Cowok akan terlihat lebih keren.., kalau membawa setangkai bunga." Bagas dengan gaya sok-nya menampilkan ekspresi seolah sedang menghirup aroma mawar merah di tangannya.
"Thank's! Dari mana lo dapet bunga ini?" Nelan bertanya heran karena sedari tadi yang dia lihat Bagas sama sekali tidak beranjak dari jendela, dan sekarang secara tiba-tiba dia membawa setangkai bunga mawar merah di tangannya. Nggak mungkin banget kan kalau Bagas main sulap.
"Yahh.. biasalah dari fans, maklum gue ganteng gak heran kalau banyak yang ngasih gue bunga. Ini sih belum seberapa."
Nelan, Rifki, Regar, dan Andi hanya mengangguk-angguk paham. Padahal tanpa mereka sadari, bahwa bunga yang dibawa Bagas sebenarnya bukan berasal dari fans-nya Bagas melainkan dari fans-nya Nelan yang sengaja menitipkan bunga tersebut agar diberikan pada Nelan. Dan bodohnya mereka percaya saja perkataan Bagas yang hanya berupa bualan.
Setelahnya mereka kembali beranjak keluar dari kelas mereka saat dengan tiba-tiba Nelan menghentikan langkahnya tampak mengingat-ingat sesuatu yang terasa janggal.
"Tunggu! Tunggu! Gue ngerasa ada yang janggal."
Nelan mengerutkan keningnya sebentar tampak berpikir, sementara Bagas sudah panas dingin merasa takut bahwa Nelan mulai menyadari bahwa dia berbohong mengenai asal usul bunga tersebut.
"Em.. Nelan, sebaiknya kita harus cepat. Karena jam istirahat akan berbunyi kurang dari 5 menit dari sekarang." Bagas berusaha membuat Nelan kembali bergegas sehingga rahasianya akan aman tidak terbongkar.
Kini Nelan berbalik dan menatap Bagas dengan seksama, kemudian ia semakin berjalan mendekati Bagas masih tetap dengan kerutan di dahinya seraya memandang Bagas tajam. Bagas semakin dibuat panas dingin dan tampak dahinya berkeringat dan setetes cairan bening meluncur dengan sempurna dari dahi Bagas.
"Nelan.., lo.. mau ngapain?" Bagas menelan ludahnya dengan paksa saat Nelan semakin mendekat dan tampak mengangkat sebelah tangannya.
Sementara Bagas sudah siap dengan memejamkan kedua matanya, menunggu reaksi Nelan.
"Gas! Badan gue bau nggak sih?"
"Hah?" Bagas kontan langsung membuka kedua matanya dengan lebar saat ia mendapati bahwa saat ini Nelan tengah mengendus endus bau badannya seraya mengangkat satu tangannya ke atas.
"t*i lo! Hampir aja lo bikin gue jantungan." Bagas menghembuskan napas lega saat menyadari bahwa bualannya tidak terbongkar.
"Bentar, gue ke dalem dulu." Nelan langsung melenggang masuk ke dalam kelasnya entah untuk apa.
"Lo kenapa sih Gas? Tadi muka lo pucet banget, kayak ngeliat pocong aja lo." Ujar Rifki heran melihat tingkah Bagas yang aneh.
"Nggak! Gue nggak papa, Nelan ngapain sih? Lama banget!" Ujar Bagas berusaha mengalihkan perhatian dari pertanyaan temannya.
Tak lama kemudian Nelan kembali lagi dengan aroma yang berbeda. Sontak mereka mengendus endus mendekati tubuh Nelan layaknya anjing mencari mangsanya.
"Lo pakek parfum cewek ya? Girly banget, gila!" Kernyit Andi setengah menatap Nelan dengan ekspresi tak yakin.
"Elan.. lo yakin mau pakek parfum ini?" Regar bertanya dengan raut wajah serius dan bola mata yang menatap lurus kedua mata Nelan, membuat Nelan seketika merasakan perasaan bergidik.
"Emangnya kenapa?"
"Ya Ampun Elannn! Andai aja lo cewek, udah dari tadi gue peluk dan cium lo!" Ujar Regar memekik genit sambil menggandeng lengan Nelan ganjen yang langsung dihadiahi tatapan horor dari Nelan.
Pletakk
"t*i b*****t! Jauhin makhluk m**o ini dari hadapan gue!" Bentak Nelan tak terima dan langsung melenggang pergi dari hadapan Regar menuju lantai 3, tepatnya ke kelas X IPA 2.
Mengabaikan tatapan heran dan bertanya-tanya beberapa siswa yang melihat tingkah absurd ke-lima idola mereka, atau lebih tepatnya biang kerok SMA Tunggal Bangsa.