Suasana kantin yang ramai langsung menjadi hening untuk sesaat ketika Nila dan Nelan tiba di sana. Semua pasang mata tampak menatap mereka dengan berbagai ekspresi. Ada yang biasa saja, heran, terkejut, bertanya-tanya dan lain sebagainya.
Tapi Nelan tetap saja cuek dan dengan tenang melangkahkan kakinya menuju pojok kantin tempat biasa tongkrongannya berada. Yup! Saat ini mereka berada di kantin anak kelas X, apa lagi tujuannya kalau bukan untuk ngecengin adek kelas.
Sementara Nila entah sudah berapa kali merutuk dalam hatinya melihat tingkah seenak udelnya Nelan yang main menyeretnya ke kantin. Bisa-bisa posisinya sebagai anak baru akan terancam karena ulah Nelan.
"Weitss... gue nggak nyangka si es balok kita akhirnya mengandeng seorang cewek. Selama ini gue pikir lo m**o!"
"Bacot!" Spontan Nelan langsung melempar gumpalan tisu yang ada di depan meja Rifki pada Regar yang langsung dibalas u*****n kecil olehnya.
"Anj**g!"
"Regar language!"
Bagas langsung menginterupsi u*****n Regar.
"Iya mangap, abisnya si es balok songong sih. Mentang-mentang udah punya gebetan bukannya traktir kita makan tapi malah lemparin gue tisu, mending kalo yang dilemparnya bakso kan lebih berfaedah." Cerocos Regar panjang lebar dengan bibir mengerucut.
"Eh t*i! Jijik gue liat bibir monyong lo, minta dicium pake sepatu gue lo." Rifki memasang ekspresi pengen muntah ngeliat tingkah Regar yang menurutnya sangat menjijikkan.
"Mending gue dicium cewek di sebelahnya Nelan dari pada dicium lo." Jawab Regar sambil mengedipkan sebelah matanya pada Nila, yang kontan langsung mendapat pelototan tajam dari Nelan.
"Enak aja lo minta cium-cium sama Nila, dia itu udah jadi HAK PATEN gue. Dan lo, jangan harap bisa macem-macem sama dia."
"Eciee.. belom juga apa-apa udah songong, kemaren-kemaren kemana aja? Dideketin cewek cantik juga biasanya lo tetep kayak tembok." Ejek Bagas yang ikut serta memojokkan Nelan.
"Kali ini beda, dan gue harap lo semua nggak ada yang macem-macem sama yang satu ini."
"Oke..! Oke! Tapi lo belum ngenalin cewek lo ke kita-kita."
"Yo'i!" Serempak Regar, Rifki dan Andi kontan mengangguki ucapan Bagas.
"Namanya Nila."
"Gitu doang?" Tanya Andi spontan.
"Nila Amelia dari kelas X IPA 2." Jawab Nila seraya melepaskan pegangan tangan Nelan pada lengannya.
"Dan gue bukan ceweknya dia." Kali ini Nila angkat suara yang langsung dihadiahi seringaian sejumlah cowok yang ada di pojok kantin itu, yang seketika langsung mendapati tatapan jengah Nelan.
"See? Bahkan Nila aja kayaknya ogah banget ngakuin kalo dia emang ceweknya lo. Haha keren Nil pertahankan, gue dukung lo SERATUS PERSENNN!" Kini Regar tampak tertawa heboh seraya mengacungkan kedua jempolnya pada Nila.
"Sialan lo pada, seenggaknya masih belum."
"Hahaha baru kali ini gue liat ada cewek yang nolak pesona lo, pelet lo udah nggak mempan kali." Andi, Rifki, dan Bagas ikut tertawa kencang seraya memegangi perut mereka sampai-sampai hampir seluruh pasang mata menatap mereka dengan ekspresi heran dan pandangan bertanya-tanya.
"t*i lo semua!" Nelan langsung saja menarik tangan Nila kembali dan menjauh dari bangku para teman sejawatnya yang masih asik menertawakan dirinya sampai saat ini.
Tak lama pesanan mereka pun datang, akan tetapi Nelan masih dengan jelas mendengar siulan-siulan jahil para teman bangsatnya yang berusaha menggodanya dari belakang.
"Cuitt cuitt.. ada yang lagi PEDEKATE UYYY!!!" Suara Regar yang cempreng sengaja menggoda Nelan cukup keras dengan menekankan kata PEDEKATE pada kalimatnya.
"Eh b*****t! Lo bisa diem nggak?" Ujar Nelan dongkol yang langsung melemparkan satu butir bakso pada Regar, dan..
HAP!!!
"Thank's my babby Elan, jadi makin CINTA deh. Lo tau aja kalau gue masih laper." Regar terkekeh pelan dengan ekspresi manja seraya mengunyah bakso yang langsung dengan sempurna bersarang di mulut Regar.
"Mati aja lo Agar-agar! Sumpah jijik banget gue."
Nila yang memang baru mendapati suasana seperti ini lantas mulai terkikik geli dengan perdebatan absurd yang terjadi di depannya. Hal itu sontak berhasil mengalihkan perhatian Nelan dari teman-teman gesreknya dan langsung menatap Nila dengan seringai tampannya.
"Lo makin cantik kalau senyum."
"RECEH!"
"Jangan kemakan rayuannya dia Nil, SESAT!"
"Bahaya Nil NERAKA!"
"Rayuan SETAN Nil! LAKNAT!"
Nelan tetap mengabaikan keberadaan makhluk-makhluk astral di belakangnya dan masih memfokuskan pandangannya pada Nila.
"Apaan sih lo." Nila yang mendapati tatapan Nelan berusaha mengabaikan dan justru memutar kedua bola matanya jengah sebelum kembali melanjutkan memakan baksonya.
"Gue udah selesai, mau balik ke kelas dulu."
Saat Nila hendak beranjak dari bangkunya, Nelan langsung spontan menahannya.
"Tunggu!"
Nila mengerutkan dahinya mendengar ucapan Nelan.
"Jangan lupa kangenin gue."
Nila yang mendengar ucapan Nelan kontan mengerutkan keningnya sebelum akhirnya mendengus pelan dan berbalik badan.
Tapi baru satu langkah kakinya kembali berhenti dan berbalik menghadap Nelan lagi.
"Oh iya satu lagi, lain kali jangan pernah lo nyeret gue lagi cuman buat ke kantin."
Nelan yang mendapati jawaban ketus dari Nila malah semakin melebarkan ulasan senyum di bibirnya sehingga semakin membuat kaum hawa hampir terpekik histeris.
"Kesannya lo ngomong kayak gitu, seolah-olah lo berharap kalau gue bakal ngajak lo makan bareng lagi ke kantin tau nggak."
Nila bungkam, wajahnya merah padam antara marah, kesal, dan malu.
'b******k!' Umpatnya pelan yang masih bisa didengar oleh Nelan.
"Tapi lo tenang aja, gue seneng kok makan sama lo. Gue anggep ucapan lo tadi sebagai kode kalau lo ngajakin gue makan bareng lagi besok." Nelan berujar tenang tak lupa dengan seringaian yang tak kunjung pudar dari bibirnya.
"b******k lo!" Nila langsung beranjak dari kantin tanpa berbalik lagi pada Nelan dengan menahan rasa malu dalam dirinya.
"Weits... gue nggak nyangka lo punya bakat jadi perayu ulung kayak tadi. Coba aja dari dulu-dulu lo keluarin tuh bakat, mungkin nasib lo nggak akan sengenes ini dari dulu." Ucap Regar sok prihatin dengan menepuk pundak Nelan berulang kali dengan tatapan dramatis.
"Yahh.. meskipun gue akui, kalau gue jauh lebih ganteng dari lo kemana-mana sih."
"t*i kucing, mati aja lo sono! Penyakit s***p ke-PEDE-an lo nggak waras-waras!" Bagas langsung menoyor kepala Regar, yang membuat Regar lagi-lagi mengerucutkan bibirnya sebal.
"Aku nggak tau aku salah apa, tapi yang jelas disini aku selalu jadi pihak yang di-dzhalimi. Kalau kayak gini terus, hayati nggak kuat bang, hayati lelah.."
"Eh Agar-agar busuk, sekali lagi lo ngomong menjijikkan kayak gitu gue piting kepala lo sampe putus!" Ucap Rifki geram dengan tingkah absurd temannya yang emang nggak jauh beda sama penghuni Rumah Sakit Jiwa.
"HAHHH... Kamu mau putus? Kamu tega mutusin aku?" Regar berkata dengan satu tangan menutup mulutnya dan satu tangan lainnya memegang erat dadanya dengan ekspresi terluka.
"Aku salah apa sama kamu?"
Rifki menatap cengo pada sesosok Regar di depannya. Sedangkan Andi, dan Bagas berusaha mati-matian menahan tawanya dengan memegang perut mereka kuat-kuat.
"b*****t lo! Gue MATIIN lo sekarang juga!" Rifki langsung menerjang Regar dengan memiting kepala Regar.
"HAHAHA... Anjirrr! Ngakak gue!" Bagas dan Andi kontan langsung menyemburkan tawanya melihat tingkah konyol kedua teman gesreknya.
"KIPLI AMPUUNN KIPLIII! Lo sayang gue kan? Lo nggak mingkin tega MATIIN gue!" Regar masih saja terus memohon ampun saat dengan sadisnya kini Rafki masih setia memiting leher Regar tanpa ampun.
"JANGAN PANGGIL GUE DENGAN SEBUTAN LAKNAT ITU!!!" Rifki semakin kuat memiting leher Regar karena tidak terima namanya diganti dengan KIPLI.
"OKE! OKE! KIPLII MAAP! UPSS RIFKI MAKSUDNYA." Akhirnya setelah perdebatan panjang yang terkesan Konyol menurut mereka itu, kini Rifki telah melepaskan Regar yang masih berusaha menetralkan napasnya yang masih putus-putus.
"Huhh GILA lo yaa! Niat banget lo mau bikin gue MATI!" Regar berseru marah sambil menetralkan napasnya.
"Belum lagi bau ketek lo asem banget lagi! Kayaknya gue harus mandi kembang tujuh rupa sepulang sekolah, bisa-bisa ketampanan gue memudar gara-gara bau asem ketek lo." Regar terus saja mengomel bahkan tanpa dia menyadari kalau jam istirahat telah berakhir.
Rifki yang mendengar gerutuan Regar hanya memutar bola matanya malas. Sementara Bagas dan Andi yang sudah berhenti tertawa langsung melenggang pergi ke kelasnya masing-masing tanpa mau menghiraukan ocehan tidak bermutu seorang Regar Abiansyah Setiawan.
Rifki yang juga merasa jengah dengan ocehan Regar memutuskan menyusul kedua temannya yang telah pergi ke kelas XI IPS 3. Kalau Nelan jangan ditanya, dia sudah pergi sejak pertama terjadi adegan piting memiting yang dilakukan kedua sejoli jomblo itu.
"Pokoknya gue nggak mau tau, lo harus beliin gue parfum... eh ehh pada kemana semua? Kok sepi?" Regar yang baru menyadari bahwa kantin saat ini telah sepi langsung berlari ke kelasnya.
"Eh t*i!!! Gue ditinggal Nj**g!"
***
Hari ini seluruh kegiatan belajar-mengajar akhirnya telah selesai, dan tentu saja disambut dengan helaan napas lega seluruh murid setelah penat menghadapi berbagai macam pelajaran. Karena tanpa diduga, kebijakan yang biasanya dimana jika sedang terjadi pemilihan calon ketua OSIS maka kegiatan belajar mengajar atau yang biasa disebut KBM akan diliburkan selama sehari. Tapi kini apa? Kebijakan tersebut dicabut dan justru KBM tetap berlangsung dengan alasan mau mendekati ujian tengah semester. Mau tak mau seluruh siswa siswi tetap mengikuti KBM meskipun dengan ogah-ogahan.
Nila yang juga merasa bahwa ini adalah hari yang cukup berat baginya, terutama dengan berbagai kejadian tak terduga yang menimpanya.
Nila menghela napas sejenak sebelum akhirnya memasukkan segala bentuk alat tulisnya ke dalam tasnya dan bersiap untuk pulang.
"Eh Nil, lo pulang bareng siapa?" Sani yang memang teman sebangkunya bertanya pada Nila saat mereka kini berjalan beriringan menuju gerbang depan sekolah.
"Em gue dijemput kakak gue."
"Oh ya udah kalo gitu gue duluan ya.. gue udah dijemput tuh."
"Ya udah hati-hati yaa."
"Oke!"
Setelahnya tak lama kemudian tampak mobil berwarna putih datang di hadapan Nila, dan Nila pun langsung masuk ke dalam mobil tersebut sebelum akhirnya mobil tersebut melesat pergi meninggalkan pelataran sekolah SMA Tunggal Bangsa.
"Tumben kakak yang jemput?" Nila membuka suara pada saat mengetahui bahwa kakak tertuanya yang menjemputnya.
"Emangnya kenapa? Kamu nggak seneng kalau kakak yang jemput? Atau jangan-jangan kamu mau dianter sama cowok kamu?"
"Ih apaan sih kak? Mana ada aku punya cowok, aku kan masih siswi baru." Nila mencebikkan bibirnya kesal mendapati jawaban dari kakaknya, Arka.
"Oh gitu.. jadi kalau kamu udah jadi siswi lama kamu bakal pacaran? Nggak! Nggak boleh! Kakak nggak ngijinin."
"Ihh apaan sih kak, lagian siapa juga yang mau pacaran." Nila semakin merajuk mendengar tuduhan yang dituduhkan kakaknya yang mulai kumat protektifnya.
"Ya udah deh maaf, nggak usah ngambek. Gimana hari pertama kamu sekolah?" Kak Arka mencoba membujuk adik kesayangannya agar tidak marah lagi.
"Tau ah.. telat nanyanya." Nila langsung mengalihkan tatapannya ke luar jendela mobil, malas menatap kakaknya.
Begitulah seorang Nila Amelia yang merupakan anak termuda dari empat bersaudara. Memiliki tiga kakak laki-laki yang yang selalu protektif padanya, sehingga tak jarang Nila akan menunjukkan sifat manjanya atau pun sifat kekanak-kanakannya terutama jika dia sedang merajuk seperti saat ini.
Sesampainya di rumah Nila langsung membuka pintu mobil kakaknya dengan cukup kuat, dan langsung melenggang masuk ke dalam kamarnya tanpa menghiraukan kakaknya.
Terdengar suara bantingan pintu yang cukup keras. Setelah membanting pintu kamarnya dengan cukup kuat, Nila langsung menjatuhkan tubuhnya pada kasur empuk miliknya.
.
"Gue harap, besok gue bisa ngejalanin hidup gue dengan tenang."
Tak lama kemudian, alam bawah sadar mulai menghampiri Nila dan kegelapan pun menghampirinya. Nila tertidur masih dalam balutan seragam putih abu-abunya yang belum sempat diganti, bahkan sepatunya pun masih melekat di kakinya dalam posisi separuh kakinya yang menjuntai ke bawah.