22

1092 Kata
Well, Brooke tidak menunggu besok untuk memberitahu tahu orang-orang kalau pengetahuan umumku jelek dan tentu saja orang pertama yang mengolok-olokku adalah Alec. Seseorang masih terus membahasnya hingga Mom menyuruh kami bersiap untuk tidur. Para wanita – bersama Gray -  akan tidur di lantai dua sedangkan kami para pria harus tidur di ruang keluarga dengan senjata dalam jangkauan tangan. Mom menepuk-nepuk pipiku sebelum naik. Sedangkan Dalla memberiku kedua jempolnya. Brooke yang akhirnya menyadari kehancuran yang ia akibatkan memberiku pandangan penuh penyesalan sebelum dengan manisnya mengecup pipiku sebelum menyusul para wanita yang lebih dewasa. Gray bahkan berbaik hati mengeong sebelum menyusul ketiga wanita tersebut. Ketika aku sampai di ruang keluarga Dad sudah duduk di sofa tunggal dan kaki yang ditumpukkan di atas meja. Senapannya berada tepat di dekat kakinya. Alec sebagai tuan rumah mendapatkan kehormatan tidur di atas sofa ganda dengan selimut yang menutup hingga lehernya. Senjatanya berada di meja kopi di atas kepalanya. Sedangkan aku akan berbagi kasur lipat di lantai bersama Abe yang sedari tadi masih memandangi pemandangan dari celah sepit papan yang dipaku ke jendela. Lalu aku sendiri sudah berbaring di kasur bagianku dengan gagang pedang yang aku genggam sebagai penenang diri. Ia mungkin punya kekuatan melihat dengan infra merah karena aku juga tadi mencoba melakukannya, tapi aku tidak bisa melihat apapun di sana selain bayang-bayang tiang penyangga tanaman rambat anggur milik Alec. “Jadi beritahu padaku, James. Memangnya sudah berapa lama terakhir kali kau berkencan?” Aku menoleh dan mendapati Alec bertanya dengan mata terpejam. Masih ada jejak geli di sudut bibirnya. “Aku bahkan tidak ingat lagi,” akuku setelah menarik napas panjang. Menutup mataku dengan lengan. “Itu bukan berarti menjadi alasan bagaimana kau sangat buruk dengan yang ini.” “Apa kalian benar-benar serius ingin menjodohkanku dengan Brooke?” “Ia satu-satunya gadis lajang di sini. Kecuali kalau kau mau dijodohkan dengan sapi.” Itu Dad dengan jemarinya yang terpaut di pangkuan. Ia tampak benar-benar rileks. “Dan ia adalah gadis yang sangat cocok denganmu, James. Ia memiliki semua hal yang tidak kau miliki.” Abe menyambar. Namun ia masih tidak bergerak dari tempatnya “Dan bahkan kau juga, Abe?! Yang benar saja kalian.” “Well, kami bisa membangunkanmu sebuah kabin kecil di tengah-tengah sini. Jika kalian menginginkan privasi.” Alec terdengar serius sekali. “Aku bahkan tidak tahu usianya berapa? Ia terlihat... Terlalu muda...” “Dua puluh satu, bodoh. Bisa-bisanya kau lupa bertanya tentang itu.” Dad dengan cepat. “Cukup muda untuk memberimu banyak anak.” Alec terkekeh. “Jangan kau coba-coba kau membahas tentang itu di depan ibumu, Alexander. Jika kau tidak ingin kena masalah.” “Dan Brooke adalah Cinderella di kehidupan nyata. Aku tidak bisa membayangkan mempunyai adik tiri – berusia tujuh tahun – tapi membuatmu merasa seperti sampah. Dan ayahnya jelas-jelas memusatkan perhatian pada adik tirinya daripada dirinya.” Alec bahkan bercerita sampai-sampai ia bangun dengan bertumpu dengan lengan. “Kita bahkan nyaris tidak bisa bertahan dengan wanita dewasa. Apalagi dengan gadis berusia tujuh tahun.” “Kau bercerita seakan-akan kau pernah punya pengalaman dengan anak perempuan dengan usia yang sama.” Dad juga membenarkan posisi duduknya. “Karena aku memang punya. Mantan manajerku di kantor dulu. Ia adalah wanita paling menyebalkan yang pernah aku tahu. Membawa putrinya ke kantor setiap dua kali sepekan. Anak itu bahkan bermulut lebih kejam daripada ibunya! Membuat salah satu teman sekantorku menangis.” “Mean Girls wanna be,” bisikku setengah geli –setengah bersimpati. “Aku hanya berharap putriku nanti tidak akan berakhir seperti itu.” Alec lalu kembali berbaring. “Apa kau sudah berubah pikiran?” tanyaku setelah hening yang panjang. Suara jangkrik di luar dan bayangan lentera menari-nari di dinding mengalihkan perhatianku sejenak. “Keinginannya mengingankan anjing atau kucing itu bersamaan dengan keinginannya untuk mempunyai anak. Dan yeah, kami merasa sudah saatnya kami menambah kebahagiaan kami di sini dengan bocah yang berlarian, bermain lumpur, dan memeluk sapi.” “Tapi Tuhan punya rencana-Nya yang lain.” Itu Abe akhirnya berbalik badan. Memutar agar ia bisa menuju tempat tidurnya di sebelahku. “Bukannya Tuhan selalu punya kejutan untuk kita semua?” Abe mengedarkan pandangannya dan ia berlama-lama denganku. Ia kemudian menyelip masuk dalam selimutnya. Berbaring kemudian memejamkan mata. “Dan sekarang adalah saatnya untuk memberitahu kita apa yang sebenarnya Dia rencakana. Karena semua ini adalah kegilaan yang sama sekali tidak terlihat ujungnya.” Dad menepuk-nepuk bantal di punggungnya lalu mencari posisi yang lebih nyaman. “Tuhan bekerja dengan cara yang sangat misterius. Dan makhluk-makhluk-Nya juga lebih misterius lagi,” kataku sekarang sambil menatap langit-langit. “Dikatakan oleh orang yang sama sekali tidak tahu kalau Puerto Rico adalah bagian dari Amerika Serikat.” Alec mendengus geli keras sekali. Sekarang aku benar-benar tersinggung. “Hei! Kau sok pintar! Aku berani bertaruh sebagian besar penduduk Amerika –selain aku – aku juga tidak tahu kalau Puerto Rico adalah bagian dari Amerika Serikat!” Alec sekali lagi mengangkat badannya dan bersiap untuk mendebat ketika aku mendengar suara siulan yang keras sekali berasal dari Dad. “Berhenti kalian berdua. Sebelum kupakai gagang senapan ini untuk menghajar kepala kalian.” Kali ini aku mendengar Abe-lah yang tertawa. “Jadi apa saja rencana kita buat besok, tuan rumah?” Abe setelah berdeham-deham. “Kita akan memetik anggur. Tenang, tidak begitu banyak. Aku sudah memanen sisanya sebelum semua hal ini terjadi. Dan kita akan langsung mengolahnya. Lihat apakah jumlahnya cukup banyak untuk kita harus memakai genset untuk menghancurkannya. Kalau tidak. Mungkin kita akan kembali ke abad pertengahan dengan menghancurkannya dengan manual. Jadi potong kuku kaki kalian sebelum bekerja besok.” Aku mengeluarkan suara jijik yang tidak diindahkan oleh siapapun. “Kedengarannya menyenangkan. Dan setelah itu James akan melanjutkan latihan menembaknya. Karena ia tidak mungkin bisa menggunakan pedang itu berlama-lama.” Abe dengan nada memperingatkan. “Setelah anggur-anggur itu sudah menjadi bubur yang sempurna. James adalah milikmu, Abe.” Dad sekarang terdengar lelah sekali. “Terimakasih, sir. Habis ini ia akan menjadi penembak jitu.” Abe memberi Dad janji yang aku sendiri bahkan tidak tahu bisa menepatinya apa tidak. “Daripada kau menghabiskan pelurumu. Lebih baik kau berlatih dengan folding bow kepunyaan Brooke. Ia pasti dengan senang hati meminjamkannya padamu.” Abe akhirnya setelah menguap lebar. “Sayang sekali kau tidak punya kuda, Alec. Kalau tidak kita bisa menguasai semua keahlian bertahan hidup yang dianjurkan. Memanah, berkuda, dan berenang.” “Lucu juga kau bisa mengutip seorang Nabi lagi tapi kau masih tidak tahu jika Puerto Rico adalah bagian dari Amerika, James.” Abe dengan tenang sekali dan sekarang ia membuat Alec kembali tertawa terbahak-bahak....  ***  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN