Bab 3

1276 Kata
Setelah mengantar kepergian Pras untuk berangkat bekerja keluar kota, Laila segera bergegas pergi ke kamar mandi untuk memastikan sesuatu. Laila tersenyum bahagia saat melihat hasil dari yang dia harapkan selama ini, ternyata firasatku benar. Terus memandang benda yang ada di tangannya, senyum Laila terus merekah semakin lebar. Mengelus perutnya yang ada masih sedikit rata, Laila menjadi tak sabar untuk mengetahui hasilnya sesegera mungkin. Alhasil Laila sekarang berada di sebuah klinik kesehatan dan ikut dalam antrean untuk memeriksakan dirinya. Benar-benar sesuai harapan, dan tidak menyangka ini semua jauh dari perkiraannya, keterlambatan yang Laila pikir karena memang haidnya yang terkadang kurang lancar dan tidak teratur Sudah sebelas minggu! Mata Laila berkaca-kaca, dia sangat bahagia karena doanya benar-benar terkabul sekarang. Kemudian timbul harapan untuk sesuatu yang selama ini yang Laila inginkan, hubungan yang membaik dengan orang tua Pras. “Semoga orang tua Mas Pras mau menerimaku sekarang,” gumam Laila penuh harap, “Aku harus memberitahu Mas Pras dan orang tuanya secepatnya.” Tapi kemudian Laila seperti sedang memikirkan sesuatu, suatu ide terlintas di pikirannya. “Tidak, tidak sekarang,” Laila menggelengkan kepalanya sambil terus bicara sendiri, “Nanti saja, dua minggu lagi ulang tahun Mas Pras, aku rasa ini akan jadi kejutan menyenangkan untuknya.” Berkelebatan rencana yang sudah ada dalam pikiran Laila dan membuatnya tak berhenti tersenyum dengan semua kejutan yang akan dia berikan pada Pras dan tentu juga dengan kedua orang tua suaminya itu. ***otw*** “Bagaimana Mas kerjaan di sana? Lancar?” tanya Laila melalui ponselnya, sambil menyusuri rak-rak makanan yang ada supermarket di sebuah mall. “Ehm ..ehm ...” Laila mengangguk mendengarkan apa yang sedang di bicarakan suaminya tidak ada seberang ponsel. ..... “Ya, aku bisa mengerti,” ujar Laila menarik napas panjang mendengar penjelasan suaminya, yang entah apa yang di bicarakan sampai membuat ada guratan kecewa di wajahnya. ... “Tidak masalah, aku bisa mengerti,” Laila kembali terlihat menganggukkan kepalanya. ... “Baiklah, hati-hati,” dan Laila mengakhiri pembicaraan di ponselnya dan kemudian dia memandang layar itu cukup lama. Troli belanja yang sudah berisi barang-barang untuk keperluan memasak, di pandang Laila dengan tanpa semangat sama sekali. Kemudian Laila kembali berjalan mendorong troli belanjanya dan mulai mengembalikan beberapa barang yang tidak jadi dia beli. Tentu saja, rencana memasak kesukaan Pras, tidak jadi dia lakukan karena baru saja suaminya itu mengabari kalau dia tidak bisa pulang sesuai dengan yang di janjikan karena ada kendala di pekerjaannya di sana. Akhirnya Laila memutuskan untuk pergi makan ke restoran di mall itu, karena percuma dia pulang ke rumah sekarang kalau Pras tidak jadi pulang. “Ibu,” sapa Laila saat melihat Alma yang juga ada di dalam restoran yang sama sedang asyik berbincang juga sesekali tertawa kecil dengan seseorang yang duduk membelakangi Laila. Alma yang mendengar sapaan itu langsung menoleh dan wajahnya yang tadi tersenyum juga tertawa seketika berubah masam saat melihat wajah Laila. “Ibu, apa ..” Laila yang ingin mengulurkan tangannya untuk menyalami Alma menjadi urung, ketika melihat wanita itu mendengus dengan kesal membuang muka disertai dengan pandangan tak suka. “Laila,” orang yang duduk membelakangi Laila menoleh dan wanita itu sedikit terkejut saat melihat siapa yang menyapanya. “Tante Sifa,” ucap Laila yang kemudian langsung mengulurkan tangannya dan menyalami wanita seusia dengan Alma tersebut dan kedua wanita itu saling berbalas senyum satu dengan yang lainnya. “Kau habis belanja, Laila?” tanya Sifa melihat paper bag yang di bawa oleh Laila. “Iya, hanya belanja sedikit keperluan untuk memasak saja, Tante Sifa,” sahut Laila. “Masak untuk Pras?” tanya Sifa lagi. Laila menggelengkan kepalanya, “Mas Pras lagi ada kerjaan di luar kota.” Laila melihat Sifa mengangguk kemudian melirik Alma sesaat, tapi wanita itu terlihat mencibir walaupun hanya sekilas. Kemudian Laila melihat ke sekeliling, seperti mencari seseorang, “Hanya berdua saja Tante Sifa? Apa ...” “Sifa, sepertinya aku tidak jadi makan di sini,” ujar Alma membuat Laila tak jadi meneruskan pertanyaannya, “Apa bisa kita pergi saja?” Sifa melihat pada Alma kemudian beralih pada Laila, “Tapi Alma, kita kan baru ...” “Aku mulai merasa udara di sini pengap, terlalu banyak bau busuk dan tak sedap tercium,” sela Alma sambil mengusap hidungnya dengan telapak tangannya, “Ayo kita pergi sekarang.” “Makanan kita belum ...” ujar Sifa. “Di suruh bungkus saja nanti,” sela Alma lagi. “Bu ...” Laila hanya bergumam lirih, seolah tahu kalau sikap dan ucapan Alma ditujukan untuk dirinya dan akhirnya dia memutuskan untuk pergi dari hadapan mertuanya itu, “Saya pergi ke sana dulu, permisi.” Laila langsung berbalik pergi dengan hati yang menciut sakit dan tangis yang tertahan. **Otw*** Alma dan Sifa berdiri di samping mobil yang terparkir di basemen mall dan terdengar membicarakan sesuatu yang membuat mereka berdua terlihat tegang . “Sikapmu keterlaluan pada Laila.” “Aku tidak peduli, dia tahu kalau aku memang tidak menyukainya dari awal Pras menikah dengannya.” “Tapi paling tidak bersikap lebih ramah untuk saat ini walaupun itu berpura-pura tidak masalah kan, Alma?” “Aku tidak mau berpura-pura.” “Alma jangan seperti itu, cobalah tahan sebentar semua sikap tidak sukamu pada Laila sampai semua urusan selesai.” “Aku tidak mau melakukannya, aku tidak bisa sepertimu yang mampu bersikap berpura-pura di depan Laila.” “Alma ...” “Aku harap, setelah urusan ini selesai, maka selesai juga hubungan pernikahan antara Pras dengan Laila.” “Tapi Alma, kau sudah berjanji pada Pras ...” "Dan jangan mengatakan apa pun pada mereka, tentang semua rencanaku ini." Deg! Selesai juga hubungan pernikahan Pras dan Laila ? Apa maksudnya? Dan tanpa Alma dan Sifa sadari, kalau Laila mendengar apa yang mereka bicarakan. Karena mobil Laila diparkir tepat di samping mobil yang di kendarai oleh Alma dan mereka berdiri tepat di samping kemudi di mana wanita itu berada di dalamnya. Jantung Laila berpacu cepat tidak keruan mendengar ucapan Alma barusan. Laila ingin sekali keluar dari mobil itu dan bertanya apa maksud pembicaraan antara Alma dan Sifa, tapi tubuhnya terasa kaku begitu juga dengan bibirnya yang terasa kelu. Sampai mobil Alma pergi, Laila tidak menyadari karena dia masih terpaku dengan apa yang baru saja dia dengar. Dengan tangan yang gemetar Laila segera menghubungi nomor ponsel Pras. Tapi sayangnya nomor itu tidak bisa di hubungi, tepatnya tidak di angkat sampai membuat Laila gusar dan bertambah tidak karuan saja perasaannya. ***Otw*** “Kenapa tidak di angkat Mas? Siapa tahu Laila menelepon itu penting,” ucap wanita yang duduk di samping Pras sambil menyodorkan ponsel milik pria itu. “Aku rasa tidak perlu,” Pras mengambil ponsel itu dan langsung membuat suara ponsel itu dengan mode senyap dan wajah pria itu terlihat gundah. “Kita masih punya waktu untuk membatalkan semuanya,” ujar wanita itu menatap Pras. “Tidak, aku tidak akan membatalkannya,” ujar Pras menggelengkan kepalanya. Terdengar helaan nafas dalam-dalam dari wanita itu sambil menatap Pras dengan lekat, “Aku tidak ingin kita menyesali ...” “Aku tidak akan menyesali keputusan ini, karena aku ingin Laila bisa di terima oleh orang tuaku dengan baik.” “Tapi aku yakin Laila akan sakit hati dan terluka.” Dan giliran Pras yang menarik napas dalam-dalam, “Aku tahu, tapi aku yakin jika dia tahu alasan aku melakukan ini untuknya, dia pasti akan menerimanya.” Dan Pras menatap wanita yang duduk di sampingnya dan membelai yang terlihat cantik menawan itu yang sudah mendampinginya selama beberapa hari di tempat di harus bekerja sekarang, “Apalagi jika Laila tahu, kaulah pilihan orang tuaku.” Kemudian Pras mulai mendekatkan wajahnya pada wanita itu dan mencium bibir itu dengan perlahan, lembut dan penuh perasaan. Maafkan aku Laila, aku mencintaimu!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN