Bab 8

1352 Kata
“Kenapa tidak minta di antar Mas Pras saja?” Sabrina melirik Laila yang duduk di samping di dalam mobil bersamanya, “Penginapan dan kantornya kan satu arah.” “Kau keberatan menjemputku?” tanya Laila menatap Sabrina sambil mengernyitkan dahinya. “Tidak, aku tidak keberatan kak,” sahut Sabrina menggelengkan kepalanya, “Hanya bertanya saja .” “Pagi-pagi Mas Pras sudah pergi, mau selesaikan semua kerjaan sebelum berangkat ke Bandung,” sahut Laila memandang ke jalanan. “Mas Pras mau pergi ke Bandung?” tanya Sabrina kembali melirik pada Laila sebelum kembali melihat ke arah depan jalanan, macet. “Ada sepupunya yang akan menikah,” ada tarikan napas panjang dari Laila. “Kak Laila ikut?” “Tidak.” “Kenapa tidak ikut, kak?” “Mas Pras pergi dengan kedua orang tuanya.” “Jadi kak Laila tidak jadi ikut, karena orang tuanya Mas Pras juga ikut?” Mendengar itu Laila terkekeh tapi terdengar sedih dan kemudian menatap Sabrina, “Pertanyaanmu aneh, sejak kapan aku di ajak, kalau Mas Pras pergi ke acara keluarganya?” Sabrina ingin kembali bertanya tapi kemudian menutup mulutnya kembali dan menghembuskan nafas dengan kasar, dia tahu dan hafal luar dalam kalau sudah menyangkut sikap mertua kakaknya4 itu jangan di tanya apalagi jika melihat dari raut wajah Laila yang terlihat keruh. Kasihan, batin Sabrina prihatin. Sabrina terus memperhatikan Laila yang sedang membantunya meneliti laporan keuangan penginapan SLEEPS WELL, setelah mereka tiba tadi. Sesekali Sabrina melihat Laila tampak melamun dan terdengar tarikan napas berat berkali-kali dan terlihat seperti ada beban yang sedang dia pikirkan. “Apa orang itu sudah memberitahu kak Laila di mana harus bertemu?” tanya Sabrina masih penasaran dengan pesan yang Laila terima. “Belum,” sahut Laila menggelengkan kepalanya. “Yakin ini bukan tipuan?” tanya Sabrina kembali. Laila menghela nafas berat dengan pikiran antara yakin dan tidak, “Ya, kak Laila yakin.” “Sudah bertanya dengan kak Sarah?” Sabrina terus bertanya dan Laila menggelengkan kepalanya. “Sarah saat ini sedang sangat sibuk, karena beberapa hari lagi dia akan berangkat bersama keluarganya ke Eropa untuk liburan selama satu minggu, “ terang Laila. Kening Sabrina berkerut heran, “Kak Sarah akan pergi liburan? Kedengarannya mendadak sekali.” “Iya sih, kata Sarah teman Tante Sifa yang harusnya berangkat mendadak batal tidak jadi ikut padahal semua sudah di bayar lunas,” ujar Laila. “Kapan berangkatnya?” Sabrina terdengar pemasaran,. “Hari Jumat nanti,” sahut Laila. Membuat kening Sarah semakin berkerut-kerut, dia tampak berpikir sangat keras karena ada sesuatu yang membuatnya terganggu. “Kalau Mas Pras kapan berangkat ke Bandungnya?” tanya Sabrina lagi. “Sabtu,” jawab Laila terdengar lesu. “Berapa lama?” tanya Sabrina penasaran. “Satu minggu,” sahut Laila yang menatap pada lembaran nota di hadapannya, entah apa yang di pikirkan Sabrina mendengar jawaban dari kakaknya itu yang pasti wajah wanita itu terus menautkan kedua alisnya dengan penasaran. Saat akan kembali membuka suara, Sabrina melihat permukaan wajah Laila berubah menjadi pucat pasi saat kakaknya itu melihat ke arah layar ponselnya yang berbunyi. “Sab ..” ujar Laila berbisik. “Ya,” sahut Sabrina. “Bagaimana rasanya bercerai?” tanya Laila dengan suara serak tercekat dengan wajah terlihat sangat suram. “Itu ..” ucap Sabrina menatap Laila terkejut dengan segera mengambil ponsel milik Laila dan membacanya kemudian menggelengkan kepalanya, “Jangan percaya ini kak, mungkin ini hanya gurauan ..” "Bukankah kemungkinan besar itu ada, seperti yang pernah terjadi .." Laila tak mampu melanjutkan ucapannya saat kilasan masa lalu berkelebat di kepalanya. Dan Sabrina tahu apa yang di maksud oleh Laila, kemudian kembali membaca apa yang ada di layar ponsel itu. Aku rasa kau harus siap dengan kemungkinan bercerai dengan Pras, sesuai dengan rencana seluruh keluarga besar suamimu! ***Otw*** “ Sudah selesai, sayang?” tanya Pras saat melihat Laila menata keperluannya ke dalam koper. “Sudah,” sahut Laila setelah selesai mengemas beberapa pakaian juga keperluan milik Pras ke dalam koper. Pras melihat ke arah koper yang sudah di letakkan oleh Laila ke sudut dinding, “Terima kasih, sayang.” Laila mengangguk dan tersenyum sekilas sebelum berjalan keluar kamar. “Mau ke mana, sayang?” tanya Pras. “Mau menyiapkan makan malam,” sahut Laila berlalu pergi meninggalkan Pras yang hendak kembali bicara tapi urung saat melihat wanita itu menghilang dari balik pintu kamar. Selalu seperti ini, puas itu yang dirasakan oleh Pras setelah selesai menyantap makanan yang di masak oleh Laila. “Masakanmu sangat enak sayang, seperti biasa,” puji Pras. Laila hanya menganggukkan kepalanya pelan sambil membereskan piring kotor di meja makan. Pras memperhatikan, sejak dia pulang sedari tadi sikap Laila sedikit berubah, lebih menjadi pendiam dan sedikit bicara. Memperhatikan semua gerak-gerik Laila di dapur yang seolah terlihat sibuk membuat pria itu menghela nafas panjang. “Ada apa?” tanya Pras sambil menarik lengan Laila agar wanita itu berhenti melakukan aktivitasnya. “Apa?” tanya Laila menatap Pras. “Kamu kenapa? Dari tadi sikapmu aneh,” tanya Pras mempertegas pertanyaannya. “Aneh yang seperti apa?” tanya Laila. “Kau tidak banyak bicara dari aku datang tadi,” ujar Pras menatap wajah Laila yang terlihat pucat baginya, “Apa kau marah padaku?” Laila melepaskan tangan Pras dari lengannya kembali bergerak di sekitar area dapur, “Aku cuman capek saja, tadi baru selesai memeriksa laporan keuangan penginapan.” Pras memperhatikan Laila dan kembali menarik lengan wanita itu, “Yakin cuman capek? Bukan karena ..” “Aku yakin, Mas,” sela Laila kembali berjalan ke arah bak cuci piring dan membuat pegangan tangan Pras terlepas dari lengannya. “Bukan karena aku tidak mengajakmu pergi ke Bandung, kan?” tanya Pras pelan. “Untuk apa aku marah, bukankah itu sudah biasa bagiku?” melirik sekilas pada Pras. “Kamu tahu sayang, aku ingin sekali mengajakmu ke sana tapi ..” ucapan Pras mengantung tak dia teruskan. “Aku tahu Mas, aku bisa memakluminya,” sahut Laila bicara dengan lembut tanpa melihat ke arah Pras seolah peralatan makan dan masakan kotor lebih menarik di lihat dari pada pria itu. Laila bisa memakluminya, tapi keluargaku .., ada risau di batin Pras saat menatap Laila. “Percayalah sayang, aku benar-benar ingin kau ikut bersamaku ke sana,” ujar Pras menghela nafas panjang dan kemudian berjalan keluar dapur, “Aku ke ruang kerja dulu “ Tak ada sahutan dari Laila, seolah wanita itu tak mendengar atau memang tidak mendengar karena sibuk dengan mencuci piring serta suara air keran yang mengucur deras. Tapi saat Pras berbalik pergi menjauh, Laila melihat ke arah pria itu dan ada tetesan bening di mata wanita itu. Tak ada kopi, sejak memasuki ruang kerjanya beberapa waktu lalu tak ada kopi yang di antar oleh Laila dan itu membuat Pras sedikit heran. Berjalan keluar ruang kerjanya, Pras mengitari ruangan tamu juga keluarga hingga ke dapur tak ada Laila. Ke mana Laila? Pras terlihat bingung menatap dapur yang sudah bersih dan kosong. Segera Pras pergi ke kamar tidurnya dan begitu membuka pintu dia terkejut melihat Laila berbaring di tempat tidur dan terlihat memejamkan matanya. Laila tertidur? Batin Pras berjalan mendekati Laila yang tampak tertidur pulas dengan baju yang sama di kenakan wanita itu sedari tadi. Pras memandang wajah Laila, pucat dan lelah, pria itu kemudian duduk di tepi ranjang dekat dengan ujung kaki wanita itu. Maafkan aku Laila, aku akan terus berusaha agar kau bisa di terima di terima di keluargaku terutama orang tuaku, tunggulah ini tidak akan lama lagi, batin Pras dengan wajah yang sedih. Dan aku yakin setelah ini kau tidak akan bersedih lagi dengan sikap seluruh keluargaku, Pras kemudian menarik selimut untuk menutupi tubuh Laila. ***Otw*** “Hati-hati di rumah,” ujar Pras sambil mengecup kening Laila. “Hem,” hanya itu yang terdengar di sertai senyum yang terasa hambar yang di berikan Laila di rasakan oleh Pras , saat mengantar kepergian pria itu untuk pergi ke Bandung. Tak ada lambaian tangan dan ucapan-ucapan yang biasa di lontarkan oleh Laila seperti biasa kalau Pras akan berangkat ke luar kota. Begitu mobil Pras sudah pergi menjauh segera Laila menghubungi Sabrina, “Mas Pras sudah pergi, kau sudah pesan tiketnya?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN