2. Seekor ikan

1056 Kata
"Woy. Jangan kenceng kenceng kalo megang! Sakit tau," seru Bakti, menggoyangkan salah satu bahu yang masih tergenggam oleh gadis tadi. "Ih lebay banget!" tegas Sekar, menepuk dengan keras. "Lain kali kalo mau duduk pelan pelan. Kasian shocknya nanti rusak," oceh pria itu, kembali memercikkan api amarah. "Yaelah. Mankanya jangan pake motor kecil rongsok! Beli yang agak gedean----" "Kayak itu," menunjuk spontan kendaraan merah yang melintas. "Biarin kecil, yang penting punya motor." bisik Bakti, "Heh! Lo nyindir gua? Gua ga punya motor, tapi punya mobil." "Bikin orang emosi aja..." "Udah ayo. Buruan pulang!" 30 menit kemudian, Atmosfer ternyaman yang selalu dirindukan ketika di luar dan tak dapat tergantikan oleh tempat apapun. Sebuah ruangan dimana kita memulai serta mengakhiri hari, sekaligus tempat yang menjadi wadah kita untuk memanjakan diri. Begitu juga bagi Sekar, dia terbiasa bergelut di dalam kamar dan menikmati waktu sendiri setelah selesai melakukan segala kesibukan. Dinding putih berhias beberapa furniture serta beberapa pola batik yang tersemat pada kain gorden serta sarung ranjang. Tak sedikit barang namun tidak bisa dibilang banyak, karena gadis itu tak begitu tertarik untuk mengoleksi atau menyimpan benda aksesoris di kamarnya. "Huh! Untung bisa rebahan," sontak Sekar menempati sofa kamar. Sekilas melirik ke arah buku yang baru saja ia letakkan di atas meja. "Kayaknya besok aku harus jalan kesana lagi! Siapa tahu nenek tadi biasa keliling disitu," "Kan jadi lebih gampang balikin bukunya." gumam Sekar, perlahan meraih benda tadi. "Bisa bisanya salah ngasih buku," jari jarinya mulai membuka lembar sampul yang begitu tebal, membaca judul pertama dan kalimat itu tertulis menggunakan tinta merah pekat. "Dongeng sebuah Legenda," merendahkan suara. "Hah? kok judulnya agak aneh.." cicit Sekar, kalimat pertama yang ia baca berhasil membuat akalnya semakin penasaran. Tak segan membuka lembar kedua, mulai membaca kertas berisi list judul cerita di dalam buku tadi. Srak.. "Perasaan dongeng sama legenda itu beda! Tapi--kenapa ditulisnya dongeng sebuah legenda?" Tanpa pikir panjang, gadis itu memilih salah satu halaman secara acak, terlihat sebuah judul cerita bertuliskan "Asal usul Danau Toba" Tak berbasa basi lagi, Sekar menghabiskan sekitar 15 menit untuk membaca habis cerita tadi. "Mm, biasa aja! Kayak cerita di buku SD dulu." benaknya, menutup kembali buku itu. Walau mengundang rasa penasaran, namun tak sedikitpun meninggalkan kesan istimewa setelah membaca. Sekar beranjak pergi untuk bebersih diri, selepasnya dia merasa semua beban serta tekanan batin berubah menjadi rasa lelah. Membuat Sekar tak henti menguap, melanjutkan beberapa langkah lalu dengan sigap membaringkan tubuh ke atas tempat tidur. Nyaman. Satu kata yang merujuk pada perasaan dalam hatinya, begitu empuk dan sedikit hangat. Tubuhnya beralih posisi, menyelinap ke dalam selimut tebal. Perlahan Sekar mengatur kepalanya agar berada di tempat yang tepat, mulai menutup mata dan terlelap. ********* Blub.. Blub.. Blub.. Suara dengung memenuhi indra pendengaran, kedua mata Sekar perlahan terbuka. Namun hanya bayangan air jernih di depan mata, secara samar melihat para penghuni air lain yang berenang bebas melewati. Tidak! Ini adalah pemandangan saat menyelam, bahkan semakin lama ia dapat mendengar pergerakan air di sekitar. Tak segan kedua manik hitam itu membulat sempurna, menoleh ke sekeliling. Sangat sejuk, seluruh tubuhnya terasa begitu segar. "Sial! apa aku tenggelam? Masa jakarta banjir segini banyaknya." benak Sekar mulai terserang panik, Namun sangat aneh, gadis ini merasa begitu ringan seperti bergerak mengikuti air yang menerpa tubuhnya. Bahkan dengan mudah bernafas tanpa halangan, Layaknya manusia dia berusaha mengulurkan tangan untuk menyentuh kedua pipi, namun yang ia dapati hanyalah sirip pendek yang tak sampai ke depan bagian tubuh. "Enggak! Enggak mungkin." "Aaaa!" pekik Sekar sekeras mungkin, berusaha sadar dari alam mimpi. Namun tidak terjadi apapun, "I-ini mimpi kan?" "Ga mungkin kena kutukan, soalnya aku ga pernah durhaka sama ayah!" Gadis itu mulai bergerak kesana kemari, tanpa ragu menggoyangkan ekor untuk menerjang banyaknya air, bahkan ia merasa lubang mulutnya reflek terbuka untuk mengambil nafas. Proses yang memang seharusnya para ikan lakukan untuk bertahan hidup, yang mana air tadi masuk melalui mulut dan keluar melalui katup insang. "Hua!! kenapa aku tiba tiba jadi ikan.." "Ini pasti mimpi!" "Ayah! bangunin Sekar." teriaknya mengepakkan sirip ke sana kemari, Tanpa sadar mulut yang ia biarkan terbuka, secara tiba tiba menabrak sebuah kail tajam dan langsung tertancap di bagian langit mulut. Srat.. "Aaaa!" berteriak kesakitan, Begitu nyeri dan terasa perih, sesuatu tengah merobek bagian tubuhnya. Entah berapa banyak air mata yang keluar jika dia masih berada dalam tubuh manusia, Naluri Sekar berusaha untuk mempertahankan diri. Meronta dan berenang ke segala arah supaya terlepas dari jeratan kail tadi. Namun naas, sebesar apapun perlawanannya dengan tubuh ikan, gadis itu tetap tersentak oleh tarikan yang berasal dari arah lain. "Plis, ini sakit banget!" "Gua ga mau mimpi horor." rengek Sekar, Rasa sakit yang menjalar ke seluruh tubuh, membuat tubuhnya merasa lemas tidak memiliki daya bahkan untuk mengepakkan sirip. Alhasil tubuh ikan itu mengikuti kemana kail tadi bergerak, Plash.. Secarik cahaya yang perlahan menyilaukan mata,gadis itu dapat melihat sebuah pemandangan luar. Angin sepoi yang mengeringkan tubuhnya. Hanya selang beberapa detik dia mulai kesulitan untuk bernafas. Begitu sesak berkat udara yang melewati saluran mulut, "Anjing! Aku beneran jadi ikan." "Woy panas, masukin aku ke dalam air!!" gerutu Sekar dalam hati, tubuhnya tak henti bergeliat. Tidak berdaya untuk mengeluarkan suara, Secara langsung, netra cembung itu membulat saat telapak tangan tengah mengarah dan menyentuh ujung mulut Sekar. Menarik kail yang tertancap tadi, membuat gadis itu sedikit merasa lega. Byur.. Entah siapa yang telah menolongnya, tubuh ikan itu kembali masuk ke dalam air dan menghirup genangan yang sejuk. "Hh, hampir aja mati." gumam Sekar, berenang ke sekeliling. "Eh?" "Kayaknya tadi aku berenang di danau. Kok sekarang tempatnya makin sempit," Berenang secepat mungkin, untuk mengukur luas wadah yang ia tempati. Dug.. "Aduh.." rintih Sekar merasa nyeri di bagian mulut, baru saja menabrak papan keras di depannya. "Jarang sekali, dapat ikan sebesar ini." "Kayaknya akan sangat enak, kalau dibakar!" sontak suara laki laki yang begitu kencang. Gadis itu terkejut, reflek memutar bola mata melihat orang asing yang berada di atas tengah memandangnya dengan penuh nafsu. "Hah?!" "Tunggu! jangan bilang dia tadi lagi mancing aku?" "Dan habis ini aku bakal dimasak?" sontak Sekar merasa takut. Tak berputus asa, berusaha untuk melompat keluar dari dalam benda yang ia tempati. Menimbulkan percikan air ke sembarang arah, "Diamlah ikan. Aku tidak akan menyakitimu," sahut laki laki tadi, merasakan getaran kuat berasal dari timba yang ia bawa. "Dasar manusia bodoh! Awas aja kalo dia berani memakanku," "Ngapain juga aku pake ngancem. Emangnya aku bisa ngelawan pake tubuh ini?" ***Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN