BAB 5 : Memahami Manusia

1844 Kata
“Kenan, kau di dalam” Nerissa mengetuk-ngetuk pintu kamar Kenan. “Kenan, aku boleh masuk kan?, aku mau pinjam pakaianmu untuk Zuko” izin Nerissa lagi masih mengetuk-ngetuk pintu kamar Kenan. Tidak ada jawaban apapun dari Kenan. “Kenan, aku boleh masuk kan?. Aku masuk ya” Nerissa membuka pintu kamar yang kebetulan tidak terkunci. “Aku sudah masuk nih” kata Nerissa lagi dengan kepala celingukan melihat penjuru kamar mencari Kenan, tidak seperti biasanya Kenan tidak menyahut. Biasanya Kenan akan mengomel jika Nerissa banyak berteriak dan mengganggu. Kening Nerissa mengerut heran, melihat Kenan yang duduk di ranjang memeluk guling, terlihat jelas di wajah tampannya, kini memiliki kantung mata yang menghitam dengan ekspresi wajah murung, sedih tidak bersemangat. “Kenan?” tanya Nerissa dengan serius. Kenan tidak merespon dan sibuk dengan lamunannya sendiri. Dengan hati-hati Nerissa duduk di samping Kenan dan menatapnya penuh selidik, Nerissa bergeser semakin mendekati kakaknya lalu bertanya. “Kau kenapa?.” “Aku kangen Endrea” keluhnya tidak bersemangat. “Bukankah semalam kau menemuinya lagi?.” “Aku tidak bertemu dengannya. Mr. Julian ingin aku menemukan Helian dan membantu masalahnya, baru bisa bertemu Endrea” curhatnya masih dengan ekspresi sedihnya tidak mampu menahan kerinduan kepada Endrea. “Aku tidak menemukan jejak Helian.” Nerissa hanya bisa membuang napasnya dengan kasar. Tidak akan ada yang bisa memahami perasaan Kenan kepada Endrea itu sebenarnya seperti apa. Kenan jatuh cinta kepada Endrea sejak Endrea masih bayi merah dengan usia beberapa hari, dan ketertarikan Kenan tidak pernah memudar sampai sekarang. Semua orang selalu menganggap Kenan terobesesi dan psikopat karena perasaan mendalamnya kepada Endrea yang tidak gentar meski dia selalu di musuhi dan di tolak Julian Giedon berulang kali. Namun semua itu tidak pernah sedikitpun membuat Kenan menyerah hingga merubah perasaannya kepada Endrea. Bahkan Endrea yang semula selalu risih dan takut dengan Kenan yang tiada hentinya mengikuti ke manapun Endrea pergi, hatinya perlahan meluluh karena Kenan tertarik Endrea dari segi apapun. Endrea luluh karena Kenan mencintainya dari semua sudut. “Kenan” Nerissa sedikit bergeser dan terlihat bersedih melihat Kenan yang murung. Nerissa mengusap bahu Kenan, lalu berkata “Kenapa kau tidak meminta bantuan Bert?. Mungkin saja Endrea di kurung di Istana.” Kenan bergerak kecil dan melihat ada binar indah di mata Nerissa yang polo situ tidak dapat menyembunyikan apapun. “Aku tahu maksudmu Nerissa, jangan harap aku melakukannya.” “Aku tidak memiliki maksud apapun, Bert cukup dekat dengan Helian, dia memiliki banyak kenalan dengan orang-orang penting yang bisa menemukan Helian.” Bert Blaxland Giedon, dia adalah putera pertama dari Zicola Alexander Franklin dan Jane Austin. Bert memiliki seorang kakak kembar yang bernama Aleen Alexander Franklin. Kenan tahu Nerissa diam-diam menyukai Bert, namun karena kedudukannya Bert anak orang penting, Nerissa tidak memiliki kesempatan banyak untuk bertemu dengan Bert selain di lingkungan sekolah. Meski Nerissa dekat dengan Endrea, Helian, Arabelle dan anak-anak bangsawan lainnya, namun mereka memiliki kegiatan yang tidak bisa di ganggu oleh orang luar, sekalipun sahabat mereka sendiri. “Tidak Nerissa.” Tolak Kenan dengan tegas. Dengan cepat Kenan bangkit dan mengambil handponenya dan menekan beberapa tombol di layar untuk berbicara dengan seseorang. “Mante, kau masih dimana?.” “Ya ampun aku lupa.” Nerissa langsung bangkit, “Kenan, aku pinjam pakaianmu lagi. hari ini aku akan membawa Zuko belanja” Nerissa langsung berlari menuju lemari pakaian dan mengambil pakaian Kenan yang di perlukan, Nerissa pergi secepat mungkin sebelum pria itu marah-marah protes. Dengan langkah lebar setengah berlarinya, Nerissa menggapai pintu kamarnya dan membukanya. Zuko masih di tempatnya, duduk dengan tegak tidak melakukan apapun sesuai dengan apa yang Nerissa perintahkan. Mata Zuko sedikit memerah, dia memegang tas Nerissa tepat di bawah dagunya. Setelah Nerissa menyadari Zuko menjatuhkan mutiara dari matanya, Nerissa meminta Zuko menampung air matanya dengan cara memasukannya ke dalam tas. “Kau sudah baikan?.” Tanya Nerissa sedikit khawatir. Dia tidak merasa kaget dengan keanehan Zuko, karena sebagian jiwanya terbagi dengan Zuko, Nerissa menerima semua keanehan yang tidak masuk dalam logika itu dengan secara alami. “Saya baik-baik saja.” Jawab Zuko dengan mata yang kini berkedip cepat merasa sudah baikan. “Ini, pakailah.” Nerissa memberikan pakaian Kenan kepada Zuko. Zuko mengambil pakaian yang terlempar di pangkuannya, dia berdiri dengan tenang melepaskan handuk di pingganya. Semalam Zuko berpakaian karena bantuan Nerissa. Namun,, sepertinya sekarang Nerissa tidak akan membantunya, meski tahu Zuko tidak bisa melakukan apapun tanpa intruksinya. Dengan wajah bingung Zuko mengambil celana panjang dan meletakannya di kepalanya seperti sebuah ciput. “Ya Tuhan..” Nerissa mendesah frustasi. “Kenapa aku memiliki peliharaan yang bodoh seperti ini” gumamnya sedikit bercampur kesal. Dengan terpaksa Nerissa membungkuk mengambil celana dalam, “Masukan kakimu” titahnya dengan tegas, Zuko memasukan kedua kakinya di dalam satu lubang celana. “Tidak seperti itu!” Bentak Nerissa mulai kehilangan kesabarannya. “Satu lagi kesini!” tunjuknya pada lubang celana satu lagi, Nerissa melotot kesal dan jengkel. Masih dengan diam Zuko mengikuti arahan Nerissa. “Naikan” tintah Nerissa lagi meminta Zuko menaikan celana dalamnya agar sampai ke pinggang. Nerissa terlalu malu karena wajahnya berhadapan langsung dengan milik Zuko. Terlebih dia merasa kehilangan kesabarannya karena harus mengajari Zuko beberapa hal dasar. Tiba-tiba Zuko melompat, menaikan kakinya di udara dan memeluk lututnya. Zuko salah menanggapi permintaan Nerissa. Zuko berpikir Nerissa meminta Zuko menaikan kedua kakinya. Brugh Tubuh Zuko ambruk terjungkal ke lantai. Namun Zuko masih memasang ekspresi dinginnya tidak kesakitan sama sekali. Bahkan bekas luka di kakinya yang terluka kemarin sudah sembuh dengan sendirinya, namun tubuh bagian dalam Zuko membutuhkan penyembuhan yang kuat karena itu dia mencari seseorang yang dapat menyembuhkannya. “Astaga Zuko!” Teriak Nerissa panik, dengan merangkak cepat Nerissa menaikan celana dalam yang masih berada di kaki Zuko hingga sampai ke pinggangnya. “Kau tidak apa-apa?.” “Tidak” jawabnya dengan pandangan mata yang sangat polos dan bersih. “Duduklah. Aku akan membawamu pada Alex, dia pasti tahu bagaimana cara mendidik peliharaan dengan baik” gerutu Nerissa yang mulai membantu memakaikan pakaian pada Zuko. Zuko diam termenung memandangi Nerissa yang kini tengah menyisir rambutnya, dia meneliti bagaimana manusia memainkan emosi dalam setiap tarikan napasnya sehingga memiliki banyak warna di sekitar tubuhnya. Sangat berbeda jauh dengan dewa yang memiliki satu warna saja dalam tubuh mereka, tidak ada emosi apapun yang di mereka miliki , kecuali pendosa. Zuko sedikit termenung menelaah apa yang sebenarnya Nerissa inginkan di setiap kata yang keluar dari mulutnya. Zuko membutuhkan waktu yang cukup lama mempelajari dan memahaminya karena manusia adalah mahluk yang paling rumit. Namun Zuko perlu beradaptasi dan bertahan sampai dia menemukan penyelamatnya. “Nona, di masa depan kau akan bahagia.” kata Zuko tiba-tiba. Bibir Nerissa mengerut, dengan terburu-buru dia duduk di hadapan Zuko dan tersenyum lebar memancarkan warna yang lebih kuat. Nerissa duduk bersila di lantai saling berhadapan. “Nona, kau cantik.” Puji Zuko dengan nada datar. “Aku memang cantik, dan kau harus memujiku saja” Nerissa bergeser semakin mendekat hingga lututnya menyentuh lutut Zuko. “Saat kita kembali, aku akan meminta Daddy untuk memasukanmu ke sekolah agar kau pintar.” “Kemanapun Nona pergi, saya ikut.” Kening Nerissa mengerut, gadis itu memandangi Zuko cukup lama, hingga akhirnya dia berkata. “Kenapa aku memelihara manusia juga?.” Pertanyaan membingungkan keluar dari mulut Nerissa. Nerissa bingung karena dia menganggap Zuko peliharaan secara spontan, namun di sisi lain Zuko berwujud manusia. Pertanyaan sederhana yang keluar dari mulut Nerissa sedikit mengingatkan Zuko bahwa dia harus membuat Nerissa melihatnya sebagai teman, bukan peliharaan. Tubuh Zuko mencondong mendekati Nerissa, rambutnya yang panjang itu terjatuh ke bahu dan menyapu lantai. Mata Zuko sedikit bersinar membuat Nerissa diam terpaku menatapnya. “Saya teman Anda.” “Teman” ucap ulang Nerissa seperti sedang terhipnotis. ***   Zuko terperangah dalam diamnya melihat bangunan-bangunan mewah sepanjang jalan yang baru pertama kali dia lihat lebih dekat dan secara langsung, terakhir kali Zuko berada di daratan adalah zaman penjajahan dan daratan masih di hiasi oleh jenis-jenis tumbuhan. Cerahnya langit yang biru membuat Zuko sedikit menarik napasnya dalam-dalam dan merasakan kehausan. Melihat reaksi Zuko yang terlihat penasaran, Nerissa segera menurunkan kaca mobil di samping Zuko,membiarkannya melihat semakin jelas ke luar. Zuko memajukan kepalanya keluar dan melihat bagaimana ramainya manusia di antara bangunan-bangunan kokoh tengah menikmati kehidupan mereka yang singkat di antara kebisingan. Selama lima abad ini Zuko hanya melihat pasir, dan bebatuan karang di lautan, dan kini semua yang di lihatnya sangat jauh berbeda dengan tempatnya tinggal. Zuko kembali memasukan kepalanya ke dalam, dia harus berlindung dari terik matahari karena kepanasan, “Nona, apa nama hewan yang kita tumpangi ini?.” Tanya Zuko dengan serius, sudah hampir setengah jam ini dia tidak mendengar suara apapun dari hewan seperti biasanya. Mendengar pertanyaan Zuko, sontak Nerissa tertawa terbahak-bahak. “Ini transfortasi, alat ini di ciptakan oleh manusia untuk keperluan bepergian.” Jawab Nerissa sambil menahan tawanya. Zuko sedikit mengangguk mencoba memahami yang begitu banyak perlu dia pahami. “Apa nama rumah besar itu?” tanya Zuko lagi seraya menunjuk sebuah gedung terbesar dari yang lain. Nerissa segera menjawabnya dan menjelaskannya, gadis itu memberitahu semua hal yang mereka lewati sepanjang perjalanan menuju tempat berbelanja. Sangat mudah untuk Zuko mengingat, cukup dengan satu kali di beritahu, dia akan langsung mengingatnya. Sebagai seorang mahluk setengah dewa, dia terlahir sebagai salah satu mahluk terkuat di lautan, mengingat bukanlah hal yang sulit untuknya. Namun Zuko masih perlu mengetahui lebih banyak hal lagi mengenai kehidupan manusia.  “Lihat ini, ini sangat cocok denganmu. Kau itu tampan, aku merasakan auramu” Nerissa tesenyum lebar mengambil beberapa pakaian lagi dan mencocokannya lagi dengan Zuko yang kini berdiri dan hanya mengikuti Nerissa kemanapun dia pergi, bahkan ke toilet sekalipun. Nerissa memilih apapun pakaian yang menurutnya bagus dan menjadikan Zuko objek seperti boneka.  “Kau tunggu disini.” Titah Nerissa. Zuko langsung diam dan berdiri di antara rak-rak pakaian, Nerissa pergi dengan beberapa pegawai toko yang memanggul pakaian pilihannya, kini Nerissa perlu membayar pakaiannya. Pandangan Zuko mengedar, dia mengacuhkan tatapan kagum beberapa wanita dengan penampilannya, wajah tampan yang sangat langka, rambut panjang putihnya tampak berkilauan seperti perak, tidak ada yang memiliki rambut putih seindah itu selain Zuko dan Nona yang di carinya. “Ayo pergi” Dengan patuh Zuko melangkah pergi di belakang Nerissa yang pergi menuju toko pernak-pernik hewan. Nerissa memilih beberapa kalung berlonceng, “Menunduk” Zuko merunduk, membiarkan Nerissa memasangkan kalung hitam berlonceng di lehernya dan mengabaikan perhatian semua orang yang berspekulasi Nerissa adalah gadis yang jahat dan tidak berprikemanusiaan karena memakaikan kalung hewan pada seorang pria. Meski Zuko sudah mengubah pandangan Nerissa agar melihatnya sebagai seorang teman, namun tidak akan mengubah perlakuan Nerissa kepadanya, selain perasaan simpati dan empati yang menjadi lebih tinggi. “Kau suka?.” Tany Nerissa. Zuko mengangguk samar, pandangannya kembali mengedar, merasakan sesuatu kekuatan besar mendekatinya. “Nona..” panggilnya pada seseorang yang dia rasakan akan kehadirannya. “Kau kenapa?.” Zuko segera mundur menjauh dari Nerissa, pandangan Zuko semakin mengedar merasakan kekuatan besar itu semakin kuat menarik dirinya. “Nona” panggil Zuko seraya berabalik dan langsung berlari dengan cepat keluar dari pusat perbelanjaan meninggalkan Nerissa hanya bisa berteriak meminta berhenti, Nerissa tidak bisa mengejar karena harus membayar kalung yang Zuko pakai terlebih dahulu. To Be Continue...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN