BAB 13 : Bukan Nona

2106 Kata
Suara musik terdengar samar-samar, keadaan bar malam terlihat tidak begitu ramai. Tidak ada pengunjung gila yang bruntal, orang-orang terlihat tenang menikmati minuman mereka sekadar melepasa lelah dan penat dari aktivitas siang hari. Beberapa orang pergi ke lantai dua tempat dimana orang-orang di perbolehkan untuk menari dan tidak mengganggu tamu yang sedang berbincang mengobrol sambil duduk santai di lantai satu dan kelas vvip di lantai tiga. Interior bar itu terlihat sangat menawan, lampu-lampu yang berwarna biru terliha mendominasi menerangi indahnya dinding marmer hitam yang memiliki corak tidak beraturan. Nerissa mengenakan gaun berwarna putih dengan lengan setengah siku yang memiliki hiasan kecil pita dengan bawahan rok selutut di padukan dengan sneakers yang membuatnya terlihat menawan dan muda sesuai dengan usianya. Rambutnya di biarkan tergerai indah menyapu punggungnya. Penampilan Nerissa kali ini tidak mendapatkan penolakan dari Kenan. Zuko yang baru pertama kali datang pada keramaian orang-orang yang bersenang-senang hanya bisa melihat kesana kemari dengan mata yang sedikit berbinar karena mencium aroma alcohol yang dia suka di semua penjuru ruangan. “Kau jangan kemana-mana, jangan hilang dari pandanganku” nasihat Nerissa menggenggam tangan Zuko dengan erat. Zuko hanya mengangguk dan menurut kemana Nerissa akan membawanya pergi, keramaian banyak orang membuat Zuko merasa sedikit terganggu teringat teriakan segerombolan lumba-lumba yang sedang berada dalam musim kawin. Mereka pergi menaiki beberapa anak tangga menuju lantai tiga dimana ada ruangan vvip yang tidak begitu ramai dan memiliki ruangan yang lebih privasi. Kenan membuka pintu di ikuti oleh Nerissa dan Zuko. Begitu mereka masuk, ternyata sudah ada Mante dan Bert yang menunggu, kedua pria itu tengah bermain billiard selagi menunggu Kenan. Kedatangan tamu yang mereka tunggu, Bert dan Mante langsung melihat ke arah pintu. “Kita bicara langsung” ucap Kenan tanpa basa-basi kepada Bert dan Mante. Genggaman tangan Nerissa pada Zuko langsung terlepas begitu pandangannya bertemu dengan Bert yang diam di sisi meja billiard dan melihatnya. Bert Blaxland Franklin adalah pria yang sudah Nerissa sukai sejak kecil, namun rasa suka Nerissa rupanya hanya bisa bertepuk sebelah tangan karena Bert selalu memandang Nerissa seperti adiknya sendiri, bukan seorang wanita yang bisa dia ajak dalam sebuah hubungan. Namun, meski mendapatkan penolakan, Bert memperlakukan Nerissa dengan sangat baik dan selalu memaklumi bagaimana Nerissa bersikap kepadanya karena gadis itu masih kecil dan berada pada masa pubernya. “Bert, lama tidak bertemu” sapa Nerissa dengan senyuman malu-malu nyaris membuat wajah cantiknya itu berubah merah. Nerissa tertunduk menangkup wajahnya yang memanas sambil mengetuk-ngetuk ujung sepatunya. “Kau tidak rindu aku?.” Tanya Nerissa lagi dengan malu namu berani. Bert terdiam memegang tongkat billiard. Sekilas pria itu saling menatap dengan Zuko, Bert tercekat kaget kaget warna mata Zuko sama persis dengan miliknya. Bert kembali mengalihkan pandangnya pada Nerissa, Pria itu sedikit tersenyum “Apa kabar Nerissa?.” “Umm., baik” jawabnya lagi seraya menyampirkan rambutnya di belakang telinga. “Kau tidak mau menyapaku juga Nerissa?” tanya Mante. Belum sempat Nerissa menjawab, Kenan langsung menarik bahu adiknya untuk mundur, “Sudah. Aku harus berbicara dengan serius, kau pergi saja kebawah bersama si kuda poni.” Titah Kenan dengan sedikit tekanan. “Tapi aku masih mau bicara dengan Bert.” Bisik Nerissa dengan sedikit protesan. “Aku kan kangen kepadanya.” “Jangan kecentilan Nerissa.” Pelotot Kenan tidak suka. Kaki Nerissa menghentak kesal di lantai, gadis itu langsung berbalik pergi dan menarik tangan Zuko, membawanya pergi keluar ruangan. “Tidak seperti biasanya kau membiarkan adikmu dekat dengan anak laki-laki” celetuk Mante dengan tatapan herannya. Kenan tidak pernah segan menghajar siapapun anak laki-laki yang berdekatan dengan adiknya. Kenan langsung berdecak pinggang. “Dia sedikit memasuki kualifikasi pria yang cocok untuk menemani Nerissa.” Jawabnya dengan asal, Kenan sendiri masih bingung karena dia terlalu mudah membawa Zuko pergi dari Emilia Island layaknya seekor anak 4njing yang di temukan di jalan. Mendengar jawaban Kenan yang tidak seperti biasanya, kening Bert mengerut bingung. “Dia dari keluarga mana?.” “Sejak kapan kau ingin tahu urusan adikku?” tanya Kenan dengan sengit. “Kita bicarakan hal yang lain saja, Nerissa akan baik-baik saja.” Mante sedikit berdeham dan menahan senyuman kecilnya melihat ekspresi aneh yang terlihat jelas di wajah Bert. Meski Bert terus mengelak dan mengatakan bahwa Nerissa seperti adiknya sendiri, terlihat jelas pria itu merasa terusik dan gelisah saat melihat Nerissa bersama pria lain. “Ngomong-ngomong mengenai Helian. Anak buahku tidak sengaja menemukannya.” Seketika Kenan melihat Mante. “Katakan” desaknya tidak sabaran. Mante mengusap tengkuknya yang tidak gatal. “Tadi anak buahmu membeli makanan cepat saji, dan yang mengantarnya Helian.” Kenan ternganga kaget, meski sudah terbiasa dengan sikap aneh Helian yang suka melakukan apapun yang dia suka, Helian juga memiliki masalah dengan daya ingatnya dalam pengenalan wajah. Helian hanya bisa mengingat wajah keluarganya saja dengan baik. Selain itu, dia juga sangat terobsesi menyamar menjadi orang biasa. “Beri aku restorantnya.” *** Nerissa menopang dagunya dengan senyuman lebar melihat mata Zuko yang berbinar-binar terlihat tertarik melihat apa yang di lakukan bartender dalam meracik minuman. Aroma alcohol dapat dia cium di berbagai tempat, suara air yang bergerak di tangan bartender yang tengah meracik terdengar begitu jelas di telingnya. Dua gelas minuman tersaji di depan mereka. “Bersulang” Nerissa mengangkat gelasnya di ikuti oleh Zuko, mereka langsung meminumnya dalam satu tegukan. Rasa manis pahit dan aroma alkohol terasa cukup jelas dalam indra pengecap Zuko, lidahnya sedikit bergerak di langit-langit merasakan lebih lama rasa minuman yang masuk ke dalam mulutnya sebelum menelannya dan melebur hilang ketika memasuki tenggorokannya. “Kau mau lagi?” tawar Nerissa. “Jika Anda mengizinkan” jawab Zuko. Tanpa pikir panjang Nerissa langsung memesankan beberapa jenis menimun yang berbeda untuk bisa Zuko rasakan. Zuko yang merasa senang, bahkan Zuko terlihat berulang kali minum hingga menghabiskan banyak gelas tanpa mabuk karena tidak ada yang sampai apapaun ke dalam perutnya. Sememntara Nerissa yang sudah mulai mabuk dengan meminum tiga gelas cocktail dan dua gelas minuman yang berbeda. Gadis itu mulai merasakan mual dan panas di perutnya “Kau mau menari?” teriak Nerissa setengah mabuk. Zuko yang berada dalam keadaan baik-baik saja hanya mengangguk setuju. Zuko memundurkan kursi yang di dudukinya dan membantu Nerissa turun dari kursi. Mereka pergi ke lantai dua langsung bergabung ke tengah orang-orang yang menari. Nerissa sedikit bergeser lebih mendekatkan tubuhnya dengan Zuko, gadis itu bergelayut di leher Zuko dengan pandangan yang sedikit mengabur, tenggorokannya terasa sedikit panas dan ulu hatinya mual karena alcohol. Nerissa mulai menari mengikuti irama, “Kenapa kau diam, ayo menari.” Ajak Nerissa melihat Zuko yang hanya diam mematung dalam pelukannya. Zuko sedikit bergerak kaku mengikuti apa yang orang lain lakukan, Zuko terbiasa menari di air dengan menggerakan airnya dan meliuk berenang dari kedalaman dasar laut yang sangat gelap menuju permukaan untuk melompat di udara. Kaki  Zuko mulai sedikit bergerak, dia sudah terbiasa dengan ekor dan kini harus menari dengan sepasang kaki yang pada akhirnya membuat Zuko melompat lompat seperti seekor kangguru yang membuat orang-orang di sekitarna sedikit menjaga jarak karena melihat Zuko yang aneh. Pelukan Nerissa terlepas, namun gadis itu tertawa lebar merasa terhibur dengan tariak Zuko. “Ikuti gerakanku” titah Nerissa yang perlahan menarik sedikit lembut membuat Zuko perlahan mengikuti gerakannya, orang-orang yang semula memisahkan diri dari Zuko kembali mendekat dan melanjutkan tarian mereka. “Astaga, aku harus ke toilet. Kau jangan kemana-mana, nanti aku kesini lagi, kau paham?” teriak Nerissa di antara keramaian.  Zuko mengangguk patuh. “Saya paham.” “Jangan pergi kemanapun!.” Sekali lagi Zuko mengangguk dan  membiarkan Nerissa pergi berlari membelah kerumunan untuk pergi ke toilet. Dalam kesendiriannya Zuko kembali bergerak menari dengan pandangan mengedar mendengarkan suara musik menghentak, aroma rokok, alcohol, dentingan gelas yang sangat jelas terdengar di telinganya yang sensitif. Zuko terus menari tanpa henti dan tidak bergeser sedikitpun dari tempatnya karena sedang mematuhi ucapan Nerissa. Tubuh Zuko sedikit terhuyung ketika merasakan ada seseorang yang mencengkram lengannya. “Ikut kami” suara berat seorang pria bertubuh tinggi besar berdiri berada di antara Zuko sambil mencengkram tangannya dengan kuat dan menarik tubuh Zuko hendak menyerernya pergi. “Tidak. lepaskan” tepis Zuko menolak hingga membuat orang-orang itu sedikit bergeser. Sementara Zuko kembali melanjutkan untuk menari dengan santai mengikuti irama. Orang asing bertubuh besar itu kembali mendekat dan menangkap tangan Zuko lebih kuat. “Jangan macam-macam, atau kau akan berakhir disini” ancam salah satu pria itu semakin kuat mencengkram tangan Zuko dan menyeretnya melewati kerumunan. Merasakan ada sesuatu yang aneh dan mencurigakan, insting Zuko langsung meningkat dan membuatnya menepiskan tangannya dengan kuat hingga kedua pria itu terjatuh menabrak kerumunan orang-orang yang menari. Beberapa orang yang semula menari sedikit berteriak dan mundur membentuk lingkaran membiarkan dua orang pria besar itu kembali mendekati Zuko dan hendak menangkapnya. Dengan cepat Zuko berlari pergi melewati kerumunan orang yang tengah menonton. Zuko berlari begitu saja untuk menyelamatkan diri. Zuko tidak tahu siapa yang mengejarnya dan siapa yang hendak membawanya, namun dia tidak bisa menunjukan kekuatannya di depan umum. Kaki Zuko bergerak cepat berlari di lantai, tangannya menjangkau pintu dan memukulnya hingga daun pintu di depannya terlepas dengan mudah dari engsel dan kusennya. Zuko berlari keluar dari bar itu dan langsung menyebrang jalan. Instingnya mengatakan bahwa kini dia berada dalam bahaya dan harus menghindar. Dua orang pria yang berlari di belakang sedikit berteriak dan berbicara melalui handpone membuat beberapa orang lainnya yang menjadi kawanannya yang menunggu di luar bar ikut berlari mengejar Zuko yang kini berlari menyebrangi jalanan hingga melompati beberapa atap mobil yang bergerak dan membuat beberapa pengendara berteriak kaget dengan gerakan cepat Zuko yang tidak begitu nyata untuk di lihat secara kasat mata. Orang-orang misterius yang mengejar  Zuko rupanya tidak berhenti begitu saja, mereka terus berlari mengejar kemana arah Zuko pergi.  Sekilas Zuko melihat ke belakang sebelum melompat ke atas sebuah atap toko memperhatikan pergerakan semua orang yang kini kehilangan jejak dan masih mencari keberadaannya. Orang-orang jahat itu terlihat berdiskusi dan berbicara dengan seseorang melalui sebuah telepon. Kepala Zuko terangkat melihat langit yang gelap dengan suara angin yang terdengar jelas di telinganya, awan bergerak dalam kegelapan. Perlahan Zuko menutup matanya, tidak berapa lama gerimis turun membuat  Zuko mengangkat tangannya di udara. Beberapa tetes air hujan terlihat seperti kumpulan bintik manic-manik di dalam genggamannya.  Zuko memukul udara, melepaskan genggamannya ketika melempar ratusan tetesan air hujan itu. air-air itu terbang dan memukul orang-orang yang mengejarnya dengan sangat cepat dan kuat. Air-air itu bergerak menyerap ke dalam pori-pori dan bergerak cepat di bawah kulit hingga sampai ke dalam kepala yang perlahan menghapus semua ingatan apapun yang berhubungan dengan Zuko. Orang-orang tengah waspada dan mencari keberadaan Zuko itu berubah dalam sekejap, mereka terlihat linglung dengan apa yang tengah mereka lakukan di keramaian sekarang. Orang-orang itu memutuskan segera pulang da melupakan apa yang tengah mereka lakukan sekarang. Menyadari posisinya sudah kembali aman, Zuko melompat dari atap toko menuju atap yang lainnya, melewati beberapa gang jalan. Zuko ingin kembali ke bar karena dia sudah berjanji akan menunggu Nerissa yang pergi ke toilet. Kaki Zuko bergerak dengan sangat ringan melompat dari satu atap ke atap yang lainnya, Zuko tidak bisa menggunakan kekuatannya lebih banyak lagi karena kondisi tubuhnya tidak begitu baik dan masih membutuhkan banyak penyembuhan. Langkah Zuko terhenti ketika dia berada di atas sebuah gedung, Zuko memperhatikan keramaian orang-orang yang ada di bawah tengah menyebrang  jalan. Perhatian Zuko terfokus pada sebuah videotron yang sangat besar di sisi jalan yang tengah menayangkan seseorang yang selama ini Zuko cari, yaitu Yura. Di layar videotron itu menayangkan bagaimana kini Yura seorang diri tengah berjalan di karpet merah menghadiri sebuah pesta dan meluangkan waktunya untuk menerima wawancara hingga jepretan photo dari media. Pupil mata Zuko bergetar hebat dan melebar, bibirnya terbuka menarik napas dalam-dalam di penuhi oleh kelegaan. “Nona!” teriaknya memanggil, Zuko langsung melompat turun dari atas gedung menuju jalanan hingga meninggalkan ada retakan besar di aspal dan beberapa membuat orang kaget menjerit seperti melihat hantu. Pergerakan cepat Zuko sama sekali tidak dapat di lihat dengan cara yang biasa. Langkah kaki Zuko bergerak semakin cepat melewati kerumunan orang yang menyebrang. “Nona tunggu!” teriak Zuko melihat Yura di layar videotron yang berbalik pergi meninggalkan media dan melangkah anggun pergi memasuki ruangan pesta pengharagaan. “Nona!, tidak, tunggu nona” teriak Zuko semakin cepat bergerak dan melompat dalam kekuatan penuh menubruk layar besar videotron hingga layar yang berdiri kokoh di sebuah tiang baja itu ambruk bersama tiang-tiangnya dan membuat semua orang di sekitar berteriak kaget. Kepulan asap memenuhi udara, videotron raksasa itu hancur remuk dan seketika langsung terjadi konsleting listrik, beberapa bangunan ikut padam seketika. Sementara Zuko duduk di atas layar videotron yang sudah retak pecah dan rusak. “Nona, Anda kemana? Nona!” panggil Zuko dengan bingung memukul-mukul layar videotron. “Nona!” Semua orang perlahan mendekati tempat terjadinya kecelakaan terlihat saling berbisik melihat sikap aneh Zuko. To Be Continue...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN