Entah sudah berapa kali Kyra menghembuskan napasnya hari ini, wanita itu sekali lagi mematut penampilannya di cermin, dress berwarna peach hingga batas lutut yang membuatnya terlihat manis dan fresh dengan rambut yang dibiarkan tergerai indah dan sedikit sentuhan make up benar-benar membuatnya terlihat cantik natural.
"Oh Kyra! Kenapa jantungmu berdetak menggila seperti ini?! Tolong! Jangan bodoh seperti ini! Kau hanya akan bertemu dengan calon suamimu yang tidak bisa dijamin wajahnya tampan, dia hanya orang asing, jadi berhenti bertingkah konyol seperti ini, untuk apa kau memberikan penampilan terbaikmu bahkan mengeluarkan semua baju di lemarimu demi memilih yang terbaik?" Kyra menggumam lebih pada umpatan melihat bagaimana berantakannya kamarnya dengan tumpukan baju yang menggunung di atas ranjangnya juga kuas make up dan beberapa perlatan lain yang berserakan di meja rias.
Suara deru mesin mobil yang terdengar di halaman belakang membuat Kyra sekali lagi dilanda kepanikan, belum juga dengan degupan jantungnya yang semakin menggila seolah dia benar-benar akan dijemput oleh pangeran tampan yang akan membawanya dan menjadikannya ratu di singgasananya.
"Bodoh. Berhenti mengkhayal seperti itu Kyra. Dia bukanlah pangeran berkuda putih yang sangat mencintaimu dan menjanjikan kebahagiaan untukmu seperti yang kau impikan selama ini, bahkan kau sendiri tidak yakin bisa menerimanya atau tidak kan? Kau bahkan belum bisa membayangkan bagaimana kehidupan pernikahanmu dengan pria asing itu kan? Wake up, Kyra Xavera!" Kyra sekali lagi memperingati, sejak semalam bahkan wanita itu sulit untuk tidur memikirkan bagaimana kehidupannya dengan pria asing yang belum ia ketahui karakternya.
"Kak ," suara Bintang juga ketukan pintu itu membuat Kyra langsung bergegas, membuka pintunya sedikit, tidak ingin Bintang melihat kamarnya yang biasanya sangat rapi kini benar-benar berantakan.
"Calon suamimu sudah datang," ujar Bintang dengan mengarahkan dagunya ke ruang tamu, Kyra hanya meringis dan mengangguk kaku.
"Aku akan keluar sebentar lagi," ujar Kyra meringis lalu langsung menutup pintunya tidak peduli Bintang yang masih ada di sana.
"Rileks, Kyra. Jangan membuat malu dirimu sendiri, dia bukan pangeran yang kau impikan selama ini jadi berhenti bertingkah seolah kau remaja kasmaran yang akan bertemu dengan sang pujaan hati." Kyra menggumam sekali lagi dan menghembuskan napasnya panjang lalu keluar dari kamarnya.
Tatapan tajam dan penuh intimidasi itu membuat Kyra otomatis merinding, pria itu seolah menelanjanginya terang-terangan melalui tatapan matanya.
"Kyra," panggilan itu membuat Kyra tersentak dan tersenyum hangat pada Lea yang menariknya untuk duduk di sampingnya.
"Kau yang bernama Kyra?" Tanya seorang wanita paruh baya yang lain membuat Kyra yang akan duduk di samping Lea menghentikan langkahnya dan menatap pada wanita paruh baya yang menatapnya lembut dan raut bersalah jika Kyra tidak salah menafsirkan.
"Oh sayang, kau benar-benar Kyra, beruntungnya aku memilikimu sebagai menantuku." Anneke serta merta langsung memeluk Kyra membuat Kyra sekali lagi hanya bisa dibuat bingung karenanya namun ia juga membalas pelukan wanita itu.
"Ah, Kak Kyra, maafkan Bunda-ku ya, dia memang suka berlebihan, maklum dia sudah sangat menginginkan menantu di keluarga kita, hanya saja Kakakku sedikit payah dalam mencari istri," perkataan dari gadis remaja itu membuat Kyra hanya mengangguk kikuk lalu ia berusaha melepaskan pelukan Anneke dan menatap satu persatu dari keluarga calon suaminya. "Aku Angel, Kak Kyra, adik Kak Gavin," gadis itu memperkenalkan dirinya pada Kyra membuat Kyra mengangguk dan tersenyum ikut memperkenalkan dirinya.
"Kak, ayo perkenalkan dirimu pada calon istrimu. dia Kyra, calon istrimu," ujar Angel dengan tatapan bingung pada Gavin yang sejak tadi diam dengan tatapan menilai dan segala rencana dalam benaknya, hingga perkataan Angel membuatnya tersenyum kaku dan menatap sekilas pada Kyra dengan senyum meremehkan saat Kyra mengajaknya berjabat tangan.
‘Apa-apaan pria itu? Melengos bahkan tidak ingin menjabat tanganku, bagaimana bisa Bunda mengatakan pria ini menyukaiku, bahkan jika melihat dari tatapannya saja aku tau dia tidak suka denganku.’ Kyra menatap pria asing yang angkuh itu dengan tatapan jengah, menerka-nerka apa yang dipikirkan oleh pria itu dengan tatapan menjeengkelkannya. Sungguh, mood-nya turun drastis melihat bagaimana perangai calon suaminya sekali pun dia memiliki wajah yang bisa dibilang tampan.
"Baiklah, bisakah kita mulai acara keluarga ini?" Tanya Kenzo membuat Kyra langsung kembali duduk di sebelah Lea dan membuang muka dengan terang-terangan saat pria itu lagi-lagi menatapnya dengan sinis.
'Ck, apa masalah pria itu menatapku dengan tatapan seperti itu?' Kyra menggumam lagi dalam hati, bahkan tidak menyimak dengan baik apa yang dibicarakan oleh kedua orang tuanya dan calon mertuanya.
"Jadi bagaimana, Kyra? Kau setuju kan sayang jika pernikahan kalian diadakan bulan depan?" Pertanyaan Anneke dengan raut berbinar membuat Kyra tersentak dari lamunannya, lalu wanita itu menatap pada anggota keluarganya satu per satu yang menatapnya dengan tatapan 'semua terserah padamu,' beda dengan Davina yang menatapnya dengan senyum mengejek seolah dia memang tidak memiliki pilihan untuk menolak.
"Ah .. aku terserah ..." Kyra mengutuk dirinya yang melupakan nama calon suaminya.
"Namanya Gavin, Kak," Angel mengingatkan membuat semua yang di sana menahan tawa, "Kakakku memang tampan hanya saja dia sedikit menyebalkan, jadi kau harus bersabar," Angel kembali berkata namun Gavin tidak bereaksi apapun. Membuat Kyra semakin jengah melihatnya.
‘Ya Tuhan, pria seperti apa yang sebenarnya akan kuhadapi nanti? Kenapa tatapannya bahkan sangat menjengkelkan.' Kyra menggeram dalam hati, walau ia akui jika Gavin memang tampan dengan wajah nyaris sempurna yang membuat semua kaum hawa pasti setuju mengatakan jika pria itu tampan, tapi tetap saja Kyra tidak bisa menerimanya begitu saja, tampan bukan jaminan untuk membuatmu bisa hidup bahagia dan sejahtera, mapan juga bukan menjadi jaminan kau tidak akan kekurangan, cinta dan kasih yang akan melengkapi semua itu menjadi sebuah kebahagiaan. Sayang, baik dirinya maupun Gavin tidak memiliki hal itu, dan Kyra ragu jika kebahagiaan akan ada di antara mereka mengingat bagaimana tatapan pria itu yang tidak bersahabat sama sekali dan terlihat tidak menyukainya terbukti dengan tatapannya yang dengan jelas mengatakan hal itu.
"Kyra, apa kau ingin mengobrol dengan Gavin lebih banyak? Itu bisa membuat kalian lebih dekat," suara Anneke yang begitu ramah hanya membuat Kyra tersenyum tipis.
'Mengobrol? Bahkan melihat senyum sinisnya beanr-benar membuatku ingin berteriak dan menolaknya!' Kyra menggumam malas, namun sekali lagi ia menatap ramah pada Anneke, "Jika Gavin menginginkannya, aku tidak keberatan, Tante."
Lalu, Kyra bisa melihat Gavin menatapnya dan memutar bola matanya jengah, tapi pria itu tetap beranjak dari kursi dan meminta Kyra mengikuti langkahnya.
Kyra langsung menarik tangan pria itu yang sok tau dengan memimpin jalan di depan yang justru menuju toilet rumahnya, ia lalu mengajak Gavin ke taman belakang dan pria itu menghempaskan tangannya dengan kuat begitu tiba di taman dan menatapnya dengan tajam.
Kyra yakin jika pria itu akan berteriak sangat keras pada Kyra dan meluapkan emosinya yang terlihat jelas di matanya.
"Berhenti menatapku seperti itu! Kau pikir aku mau dijodohkan oleh pria asing yang sangat angkuh sepertimu?!" Kyra juga ikut menggeram marah namun merasa bodoh karena semarah apapun dirinya dia tetap tidak memiliki pilihan untuk membatalkan pernikahan ini.
”Jangan kau pikir aku senang menerima pernikahan ini! Aku benar-benar membencimu yang menjadi wanita bodoh karena mau menerima pria asing menjadi suamimu.” Ungkap Gavin datar membuat Kyra terperangah.
“Lalu apa maksudmu mengatakan pada ibuku jika kau sudah lama menyukaiku dan meyakinkannya untuk menerima pernikahan ini dengan dalih kau pernah menyukaiku sejak sekolah dan rasa itu masih ada?! Cihh! Bahkan kau mengatakan kepada ibuku jika kau akan membahagiakanku!” Teriak Kyra emosi membuat Gavin tertawa keras dan menatapnya dengan senyum meremehkan.
“Dan kau percaya begitu saja? Saat ada pria asing yang tidak kau kenal mengatakan telah menyukaimu sejak lama? Kau terlalu naif, Kyra. Tentu saja aku memanfaatkan hal itu agar ibumu mau menerima pernikahan ini, Bundaku menginginkannya, maka aku akan melakukannya.” Bukan, lebih tepatnya, aku yang menginginkannya, maka Bunda harus melakukannya dengan beberapa penawaran dariku. Gavin menambahkan dalam hati, tersenyum remeh membuat Kyra semakin menggeram marah.
“Lalu apa maksudmu menawarkan hal itu pada ibuku?”
“Tentu saja karena kita saling membutuhkan, bukan begitu?” Sekali lagi Gavin memberikan seringai tipisnya, membuat Kyra benar-benar lelah menghadapi manusia asing yang baru pertama kali ia temui namun sukses menjungkir balikkan mood-nya.
“Kau memang b******k ya. Feeling-ku tidak salah mengatakannya sejak melihatmu tadi. Kau pikir aku mau menikah dengan pria asing yang menyedihkan karena ditinggal calon pengantinnya? Jika bukan karena .. Ah sudahlah, kulihat kau juga tidak bisa menolak pernikahan ini kan? Memang apa yang bisa dilakukan oleh pria yang putus asa dan tidak bisa move on dari mantan calon pengantin yang mengkhianatinya dan memilih kabur dengan pria yang lebih kaya? Kau bahkan sangat menyedihkan hingga harus mencari calon istri dengan cara seperti ini.” Kyra tertawa pongah, melakukan sama seperti yang dilakukan pria itu, lalu ia menatap Gavin dengan senyum mengejek saat melihat raut emosi di wajah Gavin.
Sedangkan Gavin hanya bisa mengepalkan tangannya mendengar ucapan Kyra yang kembali mengingatkannya dengan mantan kekasihnya, dengan reflek pria itu mencengkram erat dagu Kyra dan menatapnya nyalang, memberi peringatan pada Kyra untuk jangan pernah menentangnya.
”Mana yang lebih menyedihkan? Bukankah kau menikah denganku karena uang? Orang tuamu menjualmu untuk menikah dengan pria asing sepertiku kan? Bukankah itu sangat menyedihkan, kau seolah tidak memiliki nilai di mata mereka, ah atau memang kau hanya anak angkat yang sengaja dijadikan mesin pencetak uang?”
Balasan Gavin benar-benar menampar Kyra, membuat wanita itu sekali lagi terdiam dan tersenyum miris namun dengan cepat merubah ekspresinya dan menatap Gavin dengan senyum sinis yang tersungging di bibirnya.
“Setidaknya aku bisa bermanfaat untuk orang tuaku. Ah, kudengar juga orang tuamu memiliki beberapa perusahaan yang cukup menjanjikan, jika aku tidak bisa mendapatkan pangeran berkuda putih sesuai impianku, setidaknya akau memiliki suami yang bergelimang harta, tentu aku bisa meminta pada orang tuamu untuk memenuhi keinginanku akan barang-barang branded, orang tuamu pasti akan memberikannya dengan cuma-cuma mengingat aku telah mau menerima anaknya yang menyedihkan ini.”
Tidak. Kyra bukan wanita gila harta yang akan menghalalkan segala cara untuk menjadi kaya sehingga semua keinginannya terpenuhi, ia hanya kesal dan terpancing dengan Gavin yang mengatakan hal sensitif tentang alasan orang tuanya menikahkannya dengan Gavin karena ucapan Gavin tidak sepenuhnya salah, sejak kecil ia terbiasa dengan hidup berkecukupan dan tau mana yang harus ia dahulukan dan menjadi kebutuhannya, ia bisa mengatur keuangannya dan menahan diri untuk membeli barang-barang yang sekedar menjadi keinginannya.
Namun, ucapan Gavin yang berkaitan dengan uang dan alasan ia menerima pernikahan itu membuatnya marah dan sensitif hingga mengeluarkan kata-kata hina seolah dirinya adalah wanita matrealistis yang silau dengan harta. Dia sengaja mengatakan hal itu untuk membalas Gavin dengan mengingatkan pria itu pada mantan kekasihnya yang gila harta hingga memilih meninggalkannya.
Gavin menatap Kyra semakin nyalang menandakan seberapa emosi pria itu dengan wanita yang ia inginkan kehancurannya sejak lama, Kyra berhasil memancing sesuatu yang sangat sensitif untuk Gavin, wanita dan harta, dua hal yang sukses menghancurkannya hingga luluh lantak dan Gavin benar-benar membencinya, dia akan menghancurkan siapa pun wanita matrealistis yang hanya memikirkan uang, uang dan uang.
'b******k!! Kau lihat saja Kyra, aku tidak akan membuat ini menjadi mudah. Wanita matrealistis sepertimu harus diberi pelajaran, lihat saja apa yang akan kulakukan setelah kau menjadi istriku.' Gavin menggumam dalam hati benar-benar membenci Kyra yang sama seperti yang ia pikirkan selama ini juga sama seperti wanita-wanita di luar sana yang gila harta. 'Ck, cinta hanyalah omong kosong di saat uang bekerja,' Gavin membatin lagi dengan senyum sinisnya lalu meninggalkan Kyra tanpa kata hingga membuat wanita itu bertanya-tanya karena Gavin tidak lagi membalas ucapannya.
"Apa ucapanku keterlaluan? Apa itu sangat menyakitinya mengingat aku mengatakan semua hal yang berhubungan dengan mantan kekasihnya? Ah, masa bodoh, bagus jika dia terluka, aku juga tidak peduli," Kyra mengibaskan tangannya tak peduli lalu mengikuti Gavin untuk kembali memasuki rumah.