Prologue
Tubuh wanita itu luruh ke lantai dengan isakan yang terdengar semakin pilu. Gavin ikut menangis dan berusaha kembali meraih Kyra. Namun, secepat itu pula Kyra mendongak, menatapnya dengan tatapan terluka. Wanita itu sangat terluka, dan Gavin benar-benar sakit melihatnya.
"Inikah jawaban dari semua kebingunganku selama ini Gavin? Sampai di titik ini? Apakah kau sudah berhasil membalaskan dendam Arshinta padaku? Seharusnya sudah berhasil kan? Kau bukan hanya menghncurkan hidupku. Tapi semuanya Gavin. Kau menghancurkannya sampai akhir, benar-benar tidak ada yang tersisa."
"Kyra?" Lirih Gavin dengan tatapan sayunya.
"Ah, benar. Kau hanya pura pura mencintaiku untuk menyempurnakan drama ini. Kau juga berhasil menipuku untuk yang satu itu Gavin. Ada lagi yang masih kau inginkan darimu? Agar dendammu terselesaikan." Kyra tersenyum penuh luka, menatap Gavin dengan linangan air mata. Sedang Gavin ikut menangis, tidak beranjak dari tempatnya.
"Kumohon hentikan, Kyra. Biarkan aku bicara." Gavin mendekat, namun Kyra menggeleng dan menatapnya lelah.
"Iya aku bersalah. Aku yang membuat Arshinta meninggal. Kau memang berhak menghancurkanku Gavin. Hidupku. Ini milikmu, kau bilang nyawa dibalas nyawa kan? Sekarang aku akan memberikan hidupku padamu. Kau bisa membunuhku kapan saja." Kyra tertawa hambar, menghapus air mata yang justru semakin banyak membasahi wajahnya.
Gavin menggelengkan kepalanya, ikut bersimpuh di depan Kyra dan membawa wanita itu ke dalam pelukannya. Namun Kyra langsung meronta kuat, membuat Gavin akhirnya melepaskan pelukan itu.
"Apa perasaanmu padaku juga bagian dari rencana untuk menghancurkanku, Gavin? Jika begitu, kau sukses menghancurkanku sampai akhir.”
"Kumohon, dengarkan dulu Kyra." Gavin kembali meraih Kyra, menggenggam tangan Kyra dan meminta penuh permohonan pada wanita itu untuk memberinya kesempatan berbicara.
"Saat menikah denganmu, aku tau hidupku tidak akan lagi mudah, namun aku selalu percaya jika Tuhan pasti akan membantuku, melunakkan hatimu yang begitu keras entah karena alasan apa yang tidak aku tau, harapan itu selalu ada bahkan di saat kau selalu mengutukku dan begitu kasar padaku. Doa untuk memiliki akhir yang bahagia denganmu selalu aku lakukan. Lalu pelan-pelan aku merasa semuanya semakin baik, dirimu yang pelan-pelan berubah, dirimu yang tidak lagi memperlakukanku dengan kasar, harapan untuk bahagia itu rasanya semakin dekat untuk kuraih, namun saat aku telah yakin jika kita memang akan memiliki akhir yang bahagia, aku tau, jika itu hanya suatu kebodohan. Bahagiaku dan bahagiamu berbeda. Bahagiamu tentu saja dengan nyawaku, kan Gavin?"
"Tidak Kyra, tidak seperti itu. Kumohon, berhenti berpikir terlalu jauh, ijinkan aku mengatakan semuanya, bagaimana perasaanku dan bagaimana semua ini terjadi." Gavin kembali memeluk Kyra, kini gadis itu tidak meronta, seolah tenaganya telah tersusut habis karena luka yang sekali lagi menghancurkan hidupnya.
"Maaf sayang, kumohon ijinkan aku berbicara." Gavin meregangkan pelukannya agar bisa melihat wajah Kyra, dan sekali lagi hatinya berdenyut ngilu saat melihat di mata wanita itu kini hanya ada luka yang menyelimuti nya.
"Kenapa Gavin. Kenapa luka ini menyerangku bertubi-tubi dan menghancurkanku berkali-kali? Aku selalu terluka Gavin. Tapi aku tidak pernah ingin seorang pun tau. Sejak kedatangan Davina dan berbagai masalah yang dibuatnya, aku selalu mengatasinya. Dan setiap hal yang dibuat olehnya, aku harus membayarnya dengan hidupku. Mulai dari harus menikah denganmu. Lalu luka yang aku dapatkan dari pernikahan ini, kegilaan Davina yang meminjam uang dan membuatku sekali lagi harus menjual hidupku, dan ternyata, semua ini juga bagian dari rencanamu, kau menghasut Davina hingga membuatnya berhutang begitu banyak pada rentenir. Kau merencanakan semua ini, kau memberikan tempo yang singkat untuk hutang itu, hingga aku ... hingga aku harus menjual hidupku. Aku harus menjual ginjalku untuk melunasi hutang yang dengan sengaja kau buat. Dan kini, kenyataan ini. Kenapa Tuhan membuat jarak yang begitu jauh antara aku dengan bahagia, namun kenapa jarak antara aku dan luka sedekat nadi dan urat leher? Kenapa Gavin, kenapa kau juga menghancurkanku? Bahkan kini Bunda juga membenciku, kenapa semuanya terasa rumit dan semakin mencekik seperti ini? Bukankah kau menginginkan nyawaku Gavin? Akhiri saja semua ini agar aku tidak perlu lagi merasakan apa itu luka." Kyra tersenyum miris, mendongak menatap Gavin yang kini kembali memeluknya dan menangis dengan rasa sesak yang semakin menjadi.
Gavin terluka mendengarnya, nyatanya, tanpa harus menabur luka di hidup Kyra, wanita itu sudah terluka sejak awal, terluka oleh takdir yang cukup menyedihkan yang telah digariskan untuknya.
"Maaf... Maafkan aku Kyra, maafkan aku, katakan sesuatu agar aku bisa menebusnya. Kumohon. Maafkan aku." Gavin mengecup puncak kepala Kyra dengan berlinang air mata. Hatinya semakin berdenyut sakit mendengar isakan Kyra yang begitu menyayat hati.
Semua ingatan itu memenuhi kepalanya kini, mulai dari dia yang menjadi iblis kehancuran untuk wanita itu, membuat kembali luka antara wanita itu dengan keluarganya. Dia melukai Kyra dengan caranya dan menyiksa wanita itu, tapi seolah dia belum cukup, melalui Davina, dia juga berhasil melukai Kyra dengan melakukan hal paling bodoh. Semua kegilaan yang dia lakukan untuk menghancurkan Kyra benar-benar membuatnya hancur, wanita itu telah hancur bahkan sebelum dia menghancurkannya. Kini Gavin hanya bisa terisak dan semakin mengeratkan pelukannya pada wanita itu.
"Perasaanku padamu, bukanlah suatu kepura-puraan Kyra. Aku... Aku benar benar mencintaimu, terlepas dari dendam itu. Sungguh, aku sangat menyesal, bahkan menyesal pun tidak cukup untuk mendeskripsikan bagaimana perasaanku. Aku benar-benar hancur saat mengetahuinya, saat mengetahui bagaimana kejahatanku yang membuatmu harus menjual hidupmu sekali lagi, benar-benar menyiksaku Kyra, bahkan aku tidak bisa memaafkan diriku yang b******k ini." Gavin berujar parau, namun wanita itu tidak bisa memikirkan apapun sekarang, semuanya terlalu mengejutkan dan menyakitkan, di titik ini dirinya merasa semuanya sudah berakhir.
Kyra memejamkan matanya dan mencengkram kuat baju Gavin saat perutnya terasa begitu sakit. Wanita itu menahan napasnya dan meringis saat rasa sakit itu semakin menjadi hingga membuatnya kembali menangis.
Gavin yang merasakan kuatnya Kyra mencengkram bajunya bahkan hingga menyentuh kulitnya membuat pria itu melepaskan pelukannya. Rautnya berubah terkejut saat melihat Kyra meringis dengan keringat dingin yang membasahi wajah wanita itu.
"Kyra, ada apa? Kau kenapa?" Raut wajah Gavin berubah panik, lalu tatapannya beralih pada Kyra yang mencengkram kuat perutnya, hingga dirinya menyadari satu hal.
"Ya Tuhan, Kyra." Gavin berteriak pilu saat melihat genangan darah di lantai dan yang mengalir sepanjang kaki Kyra.
"Selamatkan bayiku, kumohon, Gavin." Kyra menatapnya penuh permohonan dengan wajah pucatnya, membuat Gavin langsung menggendong Kyra dan membawanya ke rumah sakit.
"Bayi kita Kyra," Gavin menggumam pilu, mengecup kening Kyra dan melakukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit.