Kesokan paginya, ketika Marife akan akan pergi ke lokasi syuting ia mendapat surat gugatan cerai. ia merasa sedih dan hampir meneteskan air matanya.
"Ada apa?"
Marife menyerahkan surat yang ia dapat pada Susan.
"Zach benar-benar akan menceraikanku."
Susan membaca surat itu. "Aku tak percaya ini. Pasti ada cara lain untuk membatalkannya."
"Aku rasa tidak ada cara lain."
Susan memandang sedih pada sahabatnya itu. "Sudah jangan bersedih lagi. Hari ini kamu kan harus syuting jadi jangan perlihatkan kesedihanmu dihadapan orang banyak."
Marife mengangguk. "Aku pergi dulu."
Susan kembali masuk ke dalam rumah dan tidak lama kemudian ia keluar. Ia ingin melakukan sesuatu agar pernikahan Marife bisa diselamatkan. Ia harus bicara pada Zachary. Sebuah taxi berhenti di depannya dan ia masuk ke dalamnya. Di dalam taxi, ia membuka tasnya dan mengeluarkan lipatan koran yang memuat berita tentang Zachary dan Yessika. Ia sengaja tidak memperlihatkannya pada Marife dan tidak ingin membuatnya sedih.
***
Secara resmi hari ini Zachary mengumumkan Yessika sebagai kekasihnya di koran dan itu tentu saja mengejutkan semua orang. Mereka berpikir Zachary sangat cepat berpindah ke lain hati. Edward sangat geram melihat keputusan yang diambil putranya itu.
Di penerbitan majalah Star, Yessika sangat senang. Ia tidak mengira Zachary akan mengumumkannya secara resmi menjadi kekasihnya. Semuanya berjalan dengan sangat cepat. Ketika pria itu patah hati ia cepat-cepat menghiburnya untuk memenuhi kekosongan hatinya. Semua pegawai membicarakan Yessika sampai atasannya memanggilnya untuk meminta konfirmasi perihal berita tentang hubungan mereka. Setelah ditanyai oleh atasannya, Yessika keluar ruangan.
"Selamat ya Yessika. Akhirnya kamu berhasil mendapatkan Zachary. Kamu sangat pintar bisa merebut hatinya,"kata salah satu temannya
"Terima kasih Ayo bersulang."
Yessika tersenyum menyeringai. Ia merasa sudah berhasil merebut Zachary dari tangan Marife.
"Apa menurutmu kekasihmu itu sudah melupakan istrinya?’’
"Aku harap dia sudah melupakannya, kalau belum aku akan membuat dia melupakannya."
"Apa rencanamu selanjutnya?"
Yessika mengoyang-goyangkan gelas winenya.
"Tentu saja menikah dengannya. Itu sudah menjadi mimpiku menjadi istri Zachary Adhipramana sejak ia bertunangan dengan Marcelina."
"Kuharap kamu berhasil melakukannya."
"Aku pasti berhasil. Aku ingin segera dia menjadi milikku dan aku tidak akan membiarkan Marife kembali merebut Zachary dariku."
Yessika menghabiskan jus jeruknya dengan sekali teguk.
"Oh ya bagaimana kalian bisa saling kenal?"
"Zachary dulu kakak kelasku sewaktu di SMU. Aku menganguminya dan aku naksir padanya, tapi dia tidak pernah menganggap kehadiranku."
"Oh jadi begitu."
"Tapi sekarang dia jatuh ke pelukanku."
Marissa berada di taman sambil membaca koran dan d ia terkejut ketika melihat wajah seorang pria dengan wanita yang pernah ditemuinya.
"Pria ini kan yang waktu itu."
Ingatan Marissa kembali ke kejadian beberapa hari yang lalu saat dirinya hampir tertabrak. "Ternyata dia adalah Zachary.
Marissa melihat jam tangannya dan ia tersentak kaget. Ia segera melipat korannya dengan terburu-buru. Ia mengeluarkan secarik kertas.
Susan telah tiba di kantor Zachary dan ia langsung pergi ke kantornya. Di sana ia langsung memarahi pria itu.
"Seharusnya Anda tidak melakukan ini pada Marife. Dia tidak pernah mengkhianatimu. Kenapa Anda tidak mau mempercayainya?"
"Aku juga tidak ingin mempercayainya, tapi aku melihat dengan kepalaku sendiri kalau dia sedang bersama pria lain."
"Benarkah? Aku percaya padanya. Andalah yang telah berselingkuh darinya. Anda belum resmi bercerai, tapi Anda sesudah kencan dengan wanita lain. Ini sungguh menjijikan. Anda tahu, suatu hari nanti Anda akan menyesalinya."
Susan pergi dari kantor Zachary dengan perasaan marah.
***
Marife yang telah tiba di lokasi syuting menjadi pembicaraan banyak orang tentang perselingkuhannya. Ia berusaha untuk tidak mempedulikannya dan berkonsentrasi pada pekerjaannya. Ia bisa bernapas lega setelah menyelesaikan syuting iklannya dan ia memutuskan untuk pulang lebih awal.
Tiba-tiba ponselnya berdering. Nama Lucia tertera dalam layar ponselnya.
"Marife, akhirnya aku bisa menghubungimu."
"Maaf. Selama beberapa hari ini ponselku tidak aktif."
"Aku mengerti. Kamu ingin sendirian dulu atas apa yang terjadi. Aku sudah mencoba berbicara dengan Pak Zachary, tapi dia tidak mau mendengarkanku."
"Tidak apa-apa."
"Aku hampir lupa memberitahumu sesuatu. Ini masalah pekerjaanmu."
"Ada masalah apa?"
"Syuting film dan beberapa iklan yamg aku bintangi dibatalkan."
"Benarkah?"
"Ia aku baru mendapat kabar hari ini. Maaf. Pasti kamu sangat sedih."
"Kamu tidak perlu minta maaf. Terima kasih sudah memberitahuku."
Marife memutuskan sambungan teleponnya. Ia ingin sekali menangis, tapi ia sudah lelah untuk menangis.
***
Marissa tiba di rumah Marife yang ia temukan di surat kabar. Ia sekali bertemu dengan wanita itu. Sebuah taxi berhenti di depan sebuah rumah besar. Marissa cepat-cepat bersembunyi dan melihat seorang wanita keluar dari taxi itu. Wanita itu bukan Marife. Ia tidak mengenali wanita itu. Ia merasa ragu-ragu untuk bertemu dengannya. Ia pun memutuskan untuk pergi lagi, tapi ia sudah jauh-jauh datang. Ia pun memberanikan diri pergi setelah setengah jam berdiri di luar. Susan membuka pintu dengan terburu-buru mendengar bunyi bel.
"Marife,"serunya terkejut.
Marissa juga terlihat terkejut melihat sambutan wanita itu. "Se-Selamat siang!"
Marissa memberi salam. Susan membelalakkan matanya. Ada apa dengan Marife hari ini pikirnya, Meskipun tidak tahu apa yang telah terjadi padanya di lokasi syuting tadi. Susan langsung menariknya masuk.
"Kamu dari mana saja? Kenapa baru sekarang kamu pulang. Aku dari tadi menunggumu."
Susan terus saja berbicara tanpa memberikan kesempatan pada Marissa untuk bicara.
"Aku...."
"Sebaiknya kita pergi sekarang mungkin mereka sudah menunggumu. Kamu tidak perlu mengganti pakaianmu."
Marissa bingung apa yang telah terjadi. Ia membuka tutup mulutnya hendak bicara tapi Susan terus berbicara. Tiba-tiba Susan menarik lengannya.
"Kita mau kemana?"
"Tentu saja ke lokasi syuting. Apa kamu lupa hari ini ada jadwal syuting iklan pakaian?"
"Syuting iklan,"teriaknya terkejut.
"Tadi Nona Lucia mencoba menghubungimu lagi. Ada satu iklan yang tidak dibatalkan, tapi kamu sulit dihubungi."
Susan menatapnya dengan heran. "Kamu ini kenapa? Sepertinya kamu terlihat terkejut."
"Bukan begitu, tapi...."
"Sudahlah sebaiknya kita pergi dari sin."
Susan kembali menarik tangan Marife dan menuruni tangga depan teras rumah dengan cepat. Ia hanya bisa mengikuti kemana Susan membawanya. Setengah jam kemudian mereka sudah tiba di lokasi syuting dan menyuruh Marissa untuk segera masuk.
"Maaf kami sedikit terlambat,"kata Susan. "Marife kenapa diam saja? Ayo minta maaf."
"Maaf."
Marissa langsung di dandani oleh penata rias. Berkali-kali ia melihat jam tangannya dan menghela napas panjang.’
" Anda tidak apa-apa? Sepertinya Anda terlihat gugup."
Marissa hanya diam.
"Lagi-lagi aku dianggap sebagai Marissa Fernanda, tapi Marife ada di mana sekarang? Bisa gawat kalau dia tiba-tiba muncul di sini."
Setelah selesai di dandani, Marife langsung menuju lokasi syuting. Ia terpana melihat kesibukan di lokasi syuting.Tubuhnya mulai gemetar karena selama ini dia sama sekali belum pernah melakukannya. Ia tidak pandai berakting, lalu terbersit ide nakal dalam pikirannya. Ia ingin mencoba merasakan sebagai Marissa Fernanda.
Yessika memasuki gedung dengan mengenakan gaun yang dihadiahkan Zachary. Sebuah gaun terbuat dari bahan sutra berwarna merah tidak berlengan hanya tali tipis yang mengait di bahunya. Semua pegawainya memberi hormat pada Yessika ketika dia lewat dan dengan anggunnya. Ia memberikan senyuman manisnya. Hatinya sungguh senang dan semakin terlena dengan kehidupan Zachary yang dikelilingi oleh kemewahan dan diperlakukan sangat hormat oleh orang-orang. Ia berpikir menjadi kekasih saja sudah diperlakukan seperti ini apa lagi menjadi istrinya. Ia sudah tidak sabar ingin menikah dengannya.