Akal-akalan Ibu Mertua

1030 Kata
Bab 3. Akal-akalan Ibu Mertua "Mungkin karena keuangan rumah ini akan dipegang Ibu," kata Kemala sambil menatap Aksa. Aksa menggeleng. "Tidak mungkin, Bu. Tadi malam Danisa bilang ia menerimanya kok." "Ya, sama kamu bilang menerima, tapi sepertinya dia tidak suka. Sepertinya tidak suka Ibu tinggal di sini," ujar Kemala dengan nada menyudutkan. Aksa menghela nafas panjang. "Ibu, tidak usah mengkhawatirkan itu. Pelan-pelan, Aksa akan memberikan pemahaman kepada Danisa bahwa selamanya seorang laki-laki itu adalah milik ibunya. Dan tidak seharusnya bersikap tidak baik pada Ibu." Kemala tersenyum mendengar ucapan Aksa. Ia merasa didukung dan mendapatkan perhatian penuh dari anaknya. "Terima kasih, Nak. Ibu tau kamu anak yang baik," kata Kemala dengan nada puas. Sementara itu, di kamarnya, Danisa merasakan campuran perasaan sakit hati dan ketidakadilan, tetapi ia berusaha untuk tetap tegar demi keutuhan rumah tangganya. Kehadiran ibu mertuanya membuat suasana rumah tangganya menjadi tegang. Setelah beberapa saat berbincang, Aksa berkata, "Oh iya, Bu, ini gaji aku. Kebetulan bulan ini aku juga mendapatkan bonus, jadi aku berikan juga pada Ibu." Kemala tersenyum menerima uang tersebut. "Terima kasih, Nak. Ibu pasti bisa mengelola uang ini dengan sangat baik. Kamu akan selalu makan enak setiap hari kalau keuangan dipegang oleh Ibu. Pagi-pagi juga nggak akan makan makanan seperti tadi pagi. Biar Amanda jadi anak yang pintar, dia harus lebih banyak makan protein." "Iya, Bu, aku percaya pada Ibu," ucap Aksa. Setelah itu, Aksa masuk ke kamar dan melihat Danisa sedang memegang ponselnya. Ia bertanya, "Kamu marah karena keuangan dipegang Ibu?" "Tidak kok, Mas," jawab Danisa. "Ah, baguslah kalau gitu. Oh iya, aku juga punya bonus bulan ini," kata Aksa. Mendengar hal itu, Danisa langsung melihat ke arah Aksa. Ia tersenyum dan mendekati suaminya. "Kita bisa jalan-jalan, dong, Mas kan pernah janji kalau punya bonus kita bisa jalan-jalan." Aksa menggeleng. "Sepertinya tidak jadi jalan-jalannya, bonusnya sudah aku berikan pada Ibu." Danisa pun berkata, "Loh, jadi Ibu memegang semua uang dan aku tidak pegang sedikit pun uang? Bagaimana kalau Amanda ingin jajan atau ada kebutuhan sekolah? Aku segan, Mas, minta pada Ibu." Aksa menepuk bahu Danisa dengan lembut. "Tidak usah segan-segan. Ibu juga kan Ibumu juga. Sudahlah, kamu harus akur dengan Ibu." Danisa hanya bisa mengelus dadanya, berusaha bersabar. "Baik, Mas. Aku akan berusaha." "Aku mau mandi dulu," ujar Aksa sambil berjalan ke kamar mandi. Setelah Aksa pergi, Danisa duduk di tepi ranjang, merasa campur aduk antara lelah dan sedih. Namun, ia mencoba tetap kuat demi keluarganya. Malam harinya, Amanda dan Aksa hendak makan malam. Mereka berjalan ke arah ruang makan, namun Kemala menyetop keduanya. "Aksa, Amanda bagaimana kalau kita makan di luar saja malam ini?" tanya Kemala, Amanda tampak senang mendengar ide dari cucunya itu. Amanda menyambut ide neneknya dengan senang. "Iya, Nenek itu bagus!" Aksa mencoba menyarankan agar mereka tidak makan di luar. "Makan di luar boros, Bu." Namun, Kemala memotong, "Kamu tidak usah pelit. Lagian juga kamu kan punya bonus, kita pakai bonus saja. Ibu akan bisa mengatur keuangan dalam sebulan ke depan, kamu tenang saja kalian tidak akan kelaparan dan tetap bisa makan enak." Aksa pun menjawab, “baiklah. Aku akan panggil Danisa dulu. Sepertinya dia di dapur.” Kemala pun mengangguk tanpa menjawab. Danisa menyadari kehadiran Aksa, dan ia berkata, "sebentar lagi semua matang, Mas," kata Danisa, yang sedang memasak untuk makan malam. "Kita makan di luar saja," Aksa melihat ke arah Danisa. "Maksudnya, Ibu, Ibu ngajak kita makan di luar,” lanjut Aksa. "Aku kan sudah masak, Mas," ujar Danisa. "Sudahlah, tinggalkan saja masakannya, kita makan di luar. Lagian juga, kita jarang makan di luar." Danisa mengangguk setuju. "Baiklah, kalau begitu.” Danisa berkata dalam hati dengan kesal, “Sudah susah payah masak, Malah makan di luar. Ibu mertua tega sekali sih." Danisa dalam hati merasa kesal. Seharusnya ibu mertuanya memberitahu sejak sore jika mereka akan makan di luar, sehingga ia tidak perlu repot-repot memasak. Setelah itu, mereka bersiap-siap dan pergi makan malam diluar bersama-sama: Aksa, Amanda, Kemala, dan Danisa. Kemala memilih makan di sebuah restoran di pusat kota. Saat melihat menu makanan yang cukup mahal, Aksa berbisik kepada ibunya, "Bu, ini mahal. Apa tidak terlalu boros?" Kemala menjawab dengan tenang, "Ini hanya sekali-kali saja, lagian juga ini ada bonus. Tidak usah khawatir." Aksa akhirnya setuju dan mereka memesan makanan. Ini adalah pertama kalinya Danisa makan di restoran seperti ini, sehingga ia merasa sedikit gugup. Ketika keempatnya sudah memesan makanan, tak lama kemudian, makanan pun tersaji. Mereka mulai menikmatinya. Kemala bertanya kepada Amanda, "Bagaimana, Amanda? Kamu senang makan di sini?" Amanda mengangguk dengan antusias. "Iya, Nek. Aku sangat senang!" Tiba-tiba, seseorang mendekati meja mereka, membuat Aksa kaget. "Tamara?" ucapnya. Aksa terlihat sangat kenal sekali dengan wanita itu. Danisa melihat ke arah wanita itu. Ternyata, itu adalah wanita yang tadi siang datang ke rumah mereka tadi siang. Kemala tersenyum, "Akhirnya kamu datang juga.” ‘Ternyata ibu mengundang wanita ini juga,’ batin Danisa kesal. Tamara pun tersenyum pada Aksa dan bertanya dengan suara lembut, "Apa kabar, Mas?" Aksa menjawab dengan datar, "Aku baik." Jawaban Aksa yang datar membuat Danisa sedikit lebih tenang. Kemala mempersilakan Tamara duduk dan memesan makanan. Ia pun bergabung makan bersama mereka. Perasaan di meja itu menjadi cukup canggung, terutama bagi Danisa yang merasa kesal mengingat perkataan ibu mertuanya bahwa Tamara dipersiapkan untuk menjadi istri baru Aksa. Danisa berusaha tetap tenang dan sopan, meski hatinya penuh dengan kekhawatiran dan kesedihan. Ia tetap berusaha ikut menikmati makan malam tersebut, demi menjaga keharmonisan di depan anaknya, Amanda. Namun, di dalam hatinya, Danisa berdoa agar situasi ini segera berubah dan ia bisa mempertahankan rumah tangganya dengan Aksa. Setelah semuanya selesai makan malam di restoran itu, Tamara berkata kepada Kemala, "Oh ya, Tante. Besok aku akan pindah rumah ke dekat rumah Tante dan mas Aksa." Kemala terkaget-kaget, "Oh ya? Wah kita akan tetanggaan dong, Sayang!" serunya. Tamara mengangguk sambil tersenyum, "Iya, Tante. Biar lebih dekat ke kantor." "Oh, itu sangat bagus. Nanti Tante bisa ada teman ngobrol," ujar Kemala dengan gembira. Tamara pun mengangguk setuju. Di sisi lain, Danisa berkata dalam hati, ‘Menyebalkan sekali perempuan ini. Dia sengaja sekali sepertinya pindah rumah untuk mendekati Mas Aksa, dasar benih pelakor.’ Sementara itu, Aksa tampaknya tidak terlalu tertarik dengan berita pindahnya Tamara. Tiba-tiba Aksa angkat suara dan ucapannya diperhatikan Danisa, Kemala dan Tamara.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN