Bab 10. Mr. Aronzo

1189 Kata
Dalam tidur bahkan dalam pingsan pun Kyara langsung sadar dan melotot ketika mendengar suara itu. Siapa lagi kalau bukan Tuan Samudra Bagaskara. Pria yang selalu membuat hidup Kyara bak di neraka. Dan betapa terkejutnya Kyara saat mendapati dirinya sedang memeluk seorang pria. Sungguh, Kyara tidak mengenal pria itu. Ia hanya mengira di tolong seseorang kemudian tidur memeluk gulingnya. Hanya itu. "Tuan, ini tidak seperti yang anda li—" "DIAM KAMU!" Telunjuk Samudra bergerak tepat ke depan wajah Kyara. Sangat terlihat jika pria itu sedang murka. Tak lama pria yang menjadi asal permasalah itu bangun. "Hey, Bro! Lo udah balik?" katanya seraya memeluk Samudra tak lupa juga ia tepuk punggungnya. "Apa yang kalian lakukan tadi?" Tidak memperdulikan ucapan pria di hadapannya, Samudra kembali mengulang pertanyaanya. Sungguh, adegan tadi sangat menganggu matanya. "Oh, itu! Gue ke sini buat cari lo tadi" "Abis lo kaga ada mulu di kantor. Jadi gue putusin buat nemuin lo di rumah lo. Gue liat tu cewe di dapur. Awalnya gue mau nanya, eh dia pingsan. Yaudah gue bawa ke depan sini dan karena kecapean mungkin gue juga malah ikut tidur sama dia," jelas pria itu panjang lebar. Kyara membulatkan bibirnya membentuk huruf o, jadi orang ini yang telah menyelamatkannya tadi. Sedang Samudra tidak percaya begitu saja, matanya masih menyorot tajam pada Kyara. "Kenapa emang?" tanya pria itu lagi. "Bukan urusan lo!" jawab Samudra sewot, kemudian duduk di depan mereka. "Hey, Bro. Tenanglah, lo ngga akan bisa dapatin cewe lagi kalau lo galak begini," ujar pria itu sedikit tertawa. Namun Samudra tidak peduli. Malah menatap Kyara tajam. "Ambilkan minum!" "Baik, Tuan," jawab Kyara patuh. Ia sedikit lega. Berkat pria itu, Samudra tidak menghukumnya dan hanya mengejutkannya tadi. Entah siapa pria itu Kyara tidak tahu. Dia akan berterima kasih padanya nanti. Membungkuk hormat kemudian berbalik menuju dapur. Netra pria tadi bergerak mengikuti Kyara, kepalanya sampai belok saking jauhnya. Bagimana tidak? Menurutnya, wanita itu memiliki kecantikan yang alami. Dia sangat terlihat manis dan ayu meski tidak memakai lipstik dan bedak. Sangat berbeda dengan wanita- wanita lain di luaran sana. "Ekhem!" Samudra yang risih berdehem untuk menghentikan tatapan. Membuat pria langsung sadar kemudian nyengir kuda. "Hehe, siapa dia?" "Bukan urusan lo!" "Yaelah, pelit bener." "Lo ke sini mau urusan kerja apa cewe." "Kerjalah!" "Eh, cewe juga, sih. Hehe," jawabnya masih dengan bibir mengembang. Parasnya tampan, seperti orang barat pada umumnya pria itu bermata biru, berbeda dengan Samudra yang bermata hitam pekat. Tapi jika dilihat-lihat, Samudra lebih tampan dan gagah daripada dia. Pria itu terlihat sedikit lebih kurus di bandingkan dengan Samudra yang memiliki tubuh atletis dan tinggi. Tak lama Samudra beranjak menuju kamar, mengambil sesuatu kemudian kembali lagi. Samudra memang sengaja pulang saat mendapat kabar dari Sekertarisnya jika teman bisisnya menyusulnya ke rumah. Di tambah dengan data yang tertinggal, jadi ia putuskan untuk kembali ke kediamannya. "Ini!" katanya seraya memberikan sesuatu yang telah ia ambil itu. "Oke! Gue terima." "Balik sana!" usir Samudra membuat pria itu langsung melotot. "WHAT?" "Lo ngga denger? Gue usir lo tadi," "Lo gila, ya!" "Urusan lo udah selesai, kan?" "Yaaa, iya. Tapiii...." "Yaelah lo jahat bener. Gue jauh-jauh dari LN dan lo usir gue sekarang?" "Gue ngga nyuruh lo." Pria itu cemberut kesal. Memang benar, Samudra tidak meminta dia datang ke Indonesia lagi setelah pertemuan dulu gagal karena istrinya kecelakaan. Tapi tak lama Kyara datang, membuat bibir pria itu kembali senyum merekah. "Hai, mau gue bantu?" tawarnya membuat Samudra berdecih. "Eh, tidak usah, Tuan!" "Gapapa." Mengambil alih nampan kemudian menarik tangan Kyara untuk duduk. Kyara terlihat gemetar, apalagi saat mata Samudra seperti ingin mematahkan tangannya yang digenggam. "Ah, tidak usah, Tuan. Terima kasih." "Ngga papa, lo gk usah takut. Gue baik kok, hehe." Kyara menatap pria itu lekat, ia sangat humble dan humoris, tidak seperti Samudra yang dingin dan kaku. Seperti tembok cina. "Kenalin, gue Aronzo! Siapa nama lo?" Bukan mengulurkan tangan, Aron menarik tangan Kyara dan bersalaman. Kyara yang memang tidak pernah bersentuhan dengan siapapun sedikit risih. "Kyara!" katanya pelan. Matanya masih menatap wajah Samudra yang mengerang. "Nama yang bagus. Boleh gue minta no ponsel lo?" "ARON!" Suara bariton kembali terdegar, dengan lebih tegas dan berat. "Kebangetan emang ni badot satu. Lo kira apaan? seenak jidat minta no ponsel. No pembersih kloset noh gue kasih!" batin Samudra menggrutu "Hehe." Lagi dan lagi Aron hanya nyengir kuda. Ia memang tipikal pria yang apa adanya, humble, humoris dan tidak suka basa-basi. "Kyara, pergilah!" Untuk pertama kalinya Samudra memanggil Kyara dengan nama. Biasanya, pria itu memanggilnya dengan kata bodoh, gadis cupu atau yang lainnya yang menyakitkan. Kyara menatap Samudra lekat. "Cepatlah!" Samudra mendesak. "Iya, Tuan. Permisi." "Tunggu!" Aron lagi lagi menghentikan gerak Kyara. Pria itu lari menghampiri Kyara yang memang sudah berbalik hendak pergi. Sedang Samudra memalingkan wajah, ia sebenarnya gengsi ingin menatap mereka. Tapi hatinya mengatakan untuk melihat. "Ya, ada apa, Tuan?" "Jangan panggil tuan, dong. Panggil gua Aron. Aron tampan dan keren hehe." Kyara tertawa tipis. Pria ini lucu. Melihat Kyara tertawa, Aron pun ikut tertawa, "Hehe, bercanda. Panggail aja gue Aron. Btw gue balik lagi nanti. Lo cepet sembuh, ya." Kyara baru mengangkat kepala. Siapa dia? Kenapa dia baik sekali. Perhatian padahal mereka baru ketemu. Apakah dia pahlawan yang akan menyelamatkan hidupnya? "Heh!" "Eh, iya, Aron." "Oh, ya. Lo jangan cape-cape, ya. Gue lihat lo kayaknya kecapen dan terlalu banyak tekanan," ujarnya kembali membuat hati Kyara tenang. Merasa masih ada orang yang menganggapnya ada di rumah ini. Kyara mengangguk patuh. "Dan, ya. Lo ngga usah terlalu di dengerin tuan lo yang galak itu. Anggap aja dia ngga ada, ya!" "EKHEM!" Telinga Samudra rasanya gerah dan ingin membludak. Kata tiap kata yang keluar dari mulut Aron entah kenapa sangat memuakkan bagi Kyara, Padahal dulu ia sangat tidak peduli pada gadis itu. Tak lama Aron kembali ke sofa. Buru-buru Samudra pasang wajah datar pura-pura tidak memperhatikan. "Siapa dia? Kenapa dia ada di sini?" "Menurut lo?" Samudra malah balik bertanya. Aron terdiam sebentar berpikir. "Hm, dia babu lo?" Deg! Kyara yang ternyata masih menguping berdegup hatinya. Meski tak berharap banyak dan yakin Samudra akan mengatakan iya, tapi tetap saja. Hatinya berdegup kencang. Melihat Samudra diam, Aron kembali bertanya, "Sam?" "Iyalah! Lo pikir gue mau sama cewe dekil begitu, ck!" Wallahi, Sakit sekali hati Kyara mendengarnya. Padahal sudah ia kasih hal yang berharganya padanya. Tidakkah pria itu memiliki sedikit hati untuk mengakuinya sebagai istri, walau sekali saja? Hey, Kya. Kau bodoh sekali! Kau mengharapkan itu dari orang yang jelas-jelas membencimu? Kyara menghapus airmatanya kasar kemudian pergi dari sana. Sedang Aron tersenyum lebar. Syukurlah kalau Samudra tidak menyukainya, tidak peduli walau shabatnya itu menagatakan gadis tadi jelek dan dekil. Tapi bagi Aron, Kyara berbeda dan istimewa. Samudra terdiam sebentar. "Eh tapi lo mau apa?" Aron tersenyum manis, sangat manis seperti senyuman yang ia tampakkan pada Kyara tadi. "Menikahinya lah." "Tidak boleh!" tolak Samudra tegas, sayang Kyara tidak mendengarnya karena gadis itu telah pergi. "Kenapa?" Aron tak terima. Kenapa memangnya? Kyara gadis merdeka, b***k b***k. Jadi dia berhak bahagia, termasuk bahgia menikah dengannya haha. "Pokoknya tidak boleh." "Ya, tapi kenapa?" "SAYA BILANG TIDAK BOLEH YA TIDAK BOLEH!" Samudra kekeh. Aron yang juga kekeh berdiri. "Gue ngga lagi minta persetujuan dan ngga butuh persejutuan lo," jawab Aron kuat. "LO?" Bersambung....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN