Bab 11. Menginap

1023 Kata
Setelah cukup lama cekcok karena Kyara, kemudian dilanjut dengan perbincangan kerjasama perusahaan, akhirnya Samudra memutuskan untuk mengajak Aron makan siang terlebih dahulu. Ia memang kesal dengan sikap Aron yang lancang. Masuk begitu saja ke rumahnya kemudian memeluk si cupu, tapi ia juga tidak sejahat itu untuk langsung mengusirnya. "Thanks udah ajak gue makan," ujar Aron seraya mengedipkan satu mata, membuat Samudra kembali berdecih. "INI NGGA GRATIS!" sergah samudra yang langsung membuat Aron melotot. " Yaelah pelit bener. Berapa sih gue bayar." Samudra terdiam, pelototan Aron mengingatkan Samudra pada adegan tadi. Adegan di mana Aron seperti sedang menikmati tubuh Kyara. Sangat terlihat nikmat dan romantis. "Gue ngga butuh duit lo!" jawabnya kemudian. "Dih! Kata lo tadi ngga gratis tadi." "Ya. Tapi gue ngga butuh duit lo, duit gue juga num—" Belum selesai Samudra bicara, Oma turun dengan wajah girang. "Eh, cucu angkat Oma yang tampan. Sejak kapan di sini?" Samudra memutar bola mata malas, setiap kali ada Oma dan Aron, setiap itu juga dia merasa tersisihkan. Aron yang merasa dapat bekingan segera mengadu. "Oma! Lihatlah kakak angkatku. Dia menyuruhku makan, tapi dia juga menyuruhku bayar," ujar Aron dengan nada lebay. Samudra berdecih. "Kakak angkat? Ck! Sejak kapan dia menjadi kakak angkat." batin Samudra menggrutu. "Ah, benarkah? Itu tidak mungkin! Cucuku tidak mungkin melakukan hal itu," jawab Lita membuat samudra menjulurkan lidah puas. Baru kali ini dia mendapat dukungan dari Omanya. Karena biasanya, cucu dari teman Oma itu selalu dilindungi. Namun sial, adegan memalukan ketika Samudra menjulurkan lidah tadi terlihat oleh kyara yang sedang membawa makanan. Membuat Samudra malu sendiri langsung menarik lidah sialan itu kemudian kembali berwajah datar. "Arghhh f**k! Kenapa harus ada si cupu di sana." Sedang Kyara sedikit tersenyum "Tuan, kau tidak sejahat dan sekejam itu ternyata," batinnya. Tak lama suara Lita mengejutkan Kyara. "Heh, Gadis bodoh! Tata yang bersih dan benar. Aku tidak mau kedua cucuku ini terkontaminasi bakteri kotor dari tubuhmu," kata Lita membuat Aron menatap Kyara iba. Sedang Kyara yang memang sudah kebal akan hinaan hanya membulatkan bibir. "Oh ternyata cucu Oma juga. Pantas saja berani pada Tuan Samudra," tuturnya dalam hati. Karena terlena dengan sikap Samudra yang menurut Kyara lucu, ia sampai tidak fokus dan menumpahkan sop ke meja. "Heh, Gadis bodoh. Kamu tuli, ya!" Lita langsung meradang. "Sudah saya bilang hati-hati. Kalau sampai kena ke cucu-cucuku bagimana? Disuruh begitu aja ngga becus!" "Dasar, ngga berguna emang!" cerocos Lita tanpa henti. Sedang Samudra langsung berdiri, menghentikan tangan Kyara kemudian membantu gadis itu membersihkan meja. "Tidak usah, Tuan." Kyara mencoba menghentikan. "Diamlah," sentak Samudra yang langsung membuat Kyara diam mematung. Menyaksikan Samudra melakukan tugasnya, membersihkan meja kemudian menariknya ke dapur. Tak hanya Kyara, Lita dan Aron pun ikut terdiam melihat sikap Samudra yang menurut mereka sedikit aneh. Tak ingin ambil pusing, Lita kembali fokus kepada Aron. "Makanlah yang banyak, Nak. Samudra tidak akan meminta uang padamu," ujar Lita pada Aron. Pria itu sedikit tersenyum. "Hehe terima kasih, Oma. Sebenarnya tidak apa-apa jika harus bayar juga." Terdiam sebentar. "Oh, atau Aron berikan saja uangnya pada Oma?" Lita membulatkan mata. Memangnya manusia mana yang tidak butuh uang? "Tidak keberatankah?" tanya Lita dengan wajah berbinar. Bukan tidak di beri uang yang membuat Oma menginginkan uang itu. Tapi suatu hal membuatnya membutuhkan uang lebih banyak. "Tentu saja tidak," ujar Aron seraya memberikan 20 lembaran uang 100 dolar. Mata Oma membulat sempurna. "Terima kasih cucu oma yang tampan. Terima kasih." Aron tersenyum, "Sama-sama, Oma!" "Ya sudah kalau begitu lanjutkan makanmu. Oma mau simpan uang ini dulu, ya!" "Silahkan, Oma," tutur Aron sopan. Menatap kepergian Oma Lita sedikit kasihan. Semenjak kepergian suaminya Oma memang jarang shoping dan keluar. Apalagi semenjak kakinya lumpuh, membuat dia mau tak mau selalu memakai kursi roda. "Sebenarnya siapa dia? Kenapa Oma begitu membencinya?" tanya Aron saat Samudra sudah kembali ke meja. Samudra terdiam sebentar untuk menetralisir nafasnya. "Maksud lo si cupu itu?" Eh! Samudra keceplosan. Terlalu sering memanggilnya dengan sebutan cupu, membuat ia kebiasaan dan selalu melupakan nama aslinya. Sungguh, padahal ia sama sekali tidak bermaksud. Samudra bermaksud memanggil nama tadi. "Kan, lo juga kasar." "Ini penghinaan, Sam. Meski dia babu lo, lo ngga berhak rendahin dia kayak begitu." "Gue ngga bermak—" "Gue bakal bawa dia dari rumah ini." "Maksud lo?" "Menurut lo?" Mengikuti gaya Samudra yang dingin dan selalu mengintimidasi, Aron malah balik bertanya. Memangnya dia saja yang bisa mengintimidasi, dia juga bisa lah. "Berani lo deketin dia gue—" "Gue apa? Gue laporin lo ke bokap gue? Silahkan! Gue ngga takut, lagipula gue udah bisa ngurus diri dan perusahaan. Jadi gue yakin bokap gue pasti dukung gue." Duduk dan melipat tangan di d**a, "Oh, iya. Silahkan lo laporin gue, dengan begitu gue malah bisa dengan mudah kawinin tu cewe." Ck! Samudra mendengus kesal. Ia marah bercampur bingung. Satu sisi ia tidak suka Aron dekat-dekat dengan gadis cupu itu, tapi di sisi lain ia juga tidak mengerti kenapa ia tidak suka. Padahal biasanya tidak peduli. Bahkan dirinya melakukan hal tak terduga di dapur tadi. Bingung harus menjawab apa, Samudra memilih pergi. Masuk ke dalam kamarnya. "Eh, woy! Gue numpang tidur, ya. Ngantuk gue!" kata Aron seraya mengusap pelipisnya yang tidak basah. "Eh apaan, ngga ada ngga ada. Di sini bukan apartement," tutur Samudra dengan wajah tak suka. Sudah membuat onar, mau numpang pula. "Gue ngga peduli. Pokoknya gue mau numpang tidur di kamar lo," katanya kukuh. Kemudian tanpa menunggu jawaban dari Samudra, Aron lari lebih dulu menuju tangga. "Aron, Lo?" Samudra menatap Aron tak percaya. Ternyata bocah ingusan itu masih saja seperti dulu. Pecicilan dan tidak tahu malu. Bocah? Ya! Usia Aron memang jauh lebih muda dari pada Samudra. Pria itu baru saja menyelesaikan pendidikan S1 nya kemarin di jerman. Jika di lihat-lihat, Aron mungkin lebih setara dengan Kyara. Sama-sama muda. Kalau Samudra? Pria itu lebih terlihat seperti ayah bagi Kyara. Meski terliat masih sangat segar dan tampan, tapi hanya dalam sekali lihat sudah pada mengerti jika Samudra adalah pria dewasa yang gagah dan mapan. "Thanks, Sam. Dengan senang hati gue bakal tidur di kasur lo." "Pemuda gila!" Samudra mengumpat. Tidak ingin barang-barang pribadinya di otak-atik, Samudra segera lari menyusul pria itu. "Aron jangan sentuh barang-barang gue!" teriak Samudra seraya lari kocar-kacir. Bersambung....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN