Episode 8 : Masalah Baru

1665 Kata
Di luar sana, hujan deras tengah berlangsung disertai angin kencang lengkap dengan petir. Azura yang masih membungkus kepalanya dengan handuk, selain wanita bertubuh berisi itu yang masih mengenakan pakaian serba panjang, kerap terkejut akibat petir yang sampai disertai kilat. Kini, di dapur, Azura tengah memasak mi rebus yang Azura lengkapi dengan sawi, cabai, dan juga telor. Setelah matang dan memindahkannya ke mangkuk seiring senyum Azura yang makin mengembang karena wanita tersebut tidak sabar untuk segera menyantapnya, Azura membawanya ke kamar yang keberadaannya tepat di sekat sebelah keberadaan dapur. Azura meletakan semangkuk mi rebusnya di meja laptop dan menjadi kasur selaku tempat tidur Azura sebagai tempat duduknya. Menghela napas dalam, Azura berharap dengan memakan mi rebus tersebut, ia akan menjadi lebih kuat, tetap tegar bahkan tangguh menghadapi kehidupannya yang kejam. Selain itu, Azura juga ingin kuat untuk menghadapi pria-pria tidak berguna seperti Danian dan Sendar. Azura mengaduk-aduk mi rebusnya menggunakan sumpit. Sembari menatap mi yang sudah ia sumpit di hadapan wajahnya, ia bersumpah serapah, “Aku akan selalu kuat! Ayo makan!” Mi rebus baru saja menempel di bibir Azura, tapi seruan Andra yang memanggil Azura, membuat Azura refleks menoleh ke sumber suara. “Ada yang datang dan dia mencari Kakak.” “Siapa? Kalau memang Sendar, suruh mati saja dia!” Balasan Azura yang terdengar sangat kesal membuat Andra refleks menelan salivanya karena takut. Sementara Azura yang sudah merasa sangat lapar juga segera membuka lebar-lebar mulutnya dan siap menyantap mi-nya. Namun, penegasan yang Andra lakukan tepat di saat Azura nyaris melahap mi-nya, refleks membuat Azura menelan salivanya. “Siapa? Siapa yang datang?” tanya Azura tak percaya sekaligus sengaja memastikan. “Bos Kakak. Namanya si Dan!” jelas Andra. Balasan Andra langsung menyulut emosi Azura. Dadda Azura yang menjadi naik turun secara teratur akibat kesibukannya menghela napas pelan, langsung bergemuruh. Seolah ada badai yang sudah meluluh lantahkan keadaan di dalam sana. Beberapa saat kemudian, apa yang Andra sampaikan benar-benar terbukti. Di ruang depan yang merangkap menjadi kamar untuk Andra dan Arman, Danian duduk sila di tikar karakter yang tergelar di sisi kasur dan nyaris memenuhi lantai di ruang terbilang sempit tersebut. Andra yang masih ada di belakang Azura yakin, ada yang tidak beres. Apalagi jika melihat tanggapan sekaligus gelagat Azura, kakaknya itu terlihat sangat marah pada pria gagah yang mengenakan setelan jas lengkap dengan dasi dan mengaku sebagai bos Azura. Cara Azura menatap dan itu dipenuhi kebencian seolah sampai mengobarkan api amarah. Padahal ketika Andra memastikan pria yang mengaku bernama Dan, pria itu terlihat sangat tenang sekaligus sabar, seolah semuanya baik-baik saja. “Aku sudah berbicara pada ayahmu, mengenai hadiah yang perusahaan berikan kepada kamu karena kamu sudah sangat berkontribusi pada perusahaan. Perusahaan akan memberikan tempat tinggal layak sekaligus pelayanan kesehatan untuk kalian. Termasuk biaya sekolah adikmu, semuanya akan diurus oleh perusahaan agar kamu bisa lebih fokus memajukan perusahaan.” Danian bertutur tenang tak ubahnya seorang ksatria yang begitu berwibawa. Tak lupa, ia juga menghiasi wajah tampannya dengan senyum hangat. Diam-diam, demi memastikan sandiwaranya, ia sengaja melirik reaksi Arman dan Andra yang langsung kegirangan. Meski tentu, kenyataan tersebut tidak Danian dapati dari sosok Azura yang terlihat makin marah padanya. Kedua tangan Azura mengepal kencang sedangkan rahangnya mengeras, seolah, Azura sudah ingin mengamuk pada Danian detik itu juga. “Kakak, Bos Kakak baik banget!” seru Andra. Mendengar pujian tersebut, darah Azura seolah didihkan. Apalagi, di waktu yang sama, Danian langsung menanggapi pujian Andra dengan senyum yang makin mengembang. Kenyataan yang tidak pernah Danian tunjukan pada siapa pun kecuali Velery. “Dasar laki-laki tidak berguna!” lirih Azura terengah-engah. Di tengah tatapan tajamnya yang terus menatap lurus pada kedua manik mata Danian, kaki kanannya menendang salah satu baskom penampung air hujan karena asbes selaku atap kontrakan di sana memang banyak yang bocor. Azura menendang baskom yang keberadaannya ada di hadapan Danian. Air yang sudah ada seperempat di baskom tersebut langsung muncrat mengenai dadda Danian. Andra dan Arman langsung tercengang bahkan syok, menatap tak percaya apa yang Azura lakukan. “Kakak!” lirih Andra sambil mendekap salah satu lengan Azura. Ia menatap cemas Danian yang berangsur bangun. Danian menatap risi pakaian bagian daddanya yang basah. “Aku benar-benar tidak sengaja. Maaf, ya. Tadi saya hanya sedang berusaha melakukan peregangan karena kaki saya memang bermasalah.” Azura sengaja pura-pura. Kemudian ia refleks melongok ke depan. Di luar, hujan sudah mulai reda dan hanya meninggalkan kilat. Sambil melipat tangan di dadda, Azura melangkah keluar. “Kita bicara di luar.” Ia sengaja melirik Danian yang terlihat jelas tetap tenang meski pria itu sudah meliriknya tajam. Bisa Azura pastikan, Danian sudah sangat marah. Danian tersenyum hangat pada Andra apalagi Arman sambil membungkuk santun, sesaat sebelum berlalu dari sana. Ia dapati, Azura yang sudah menunggu di teras depan kontran yang sudah banjir air hujan. “Kita ke mobil.” Danian yang bertutur dingin, melangkah cepat melewati punggung Azura. “Saya tidak mau!” Azura yang membalas Danian dengan dingin berangsur menatap Danian. Ia dapati, Danian yang berangsur berhenti kemudian balik badan menghadap sekaligus menatapnya. “Kamu benar-benar ingin membuat ayah dan adikmu tahu apa yang sudah terjadi pada kita?” lirih Danian tegas sambil mendelik menatap Azura yang masih bersedekap dan menatapnya dengan malas. Tanpa berkomentar, Azura melangkah menuju Danian dan melalui pria itu. Danian pun segera menyusul, membiarkan tubuhnya terguyur sisa gerimis yang masih berlangsung di tengah kegelapan malam yang terbilang sepi sekalipun kini ia tengah berada di lingkungan kontrakan padat penghuni dan terbilang kelas bawah. Sepanjang kebersamaan Danian dan Azura, dari mereka yang baru keluar dari kontrakan Danian, diam-diam ada kamera dengan kilat lensa tak begitu mencolok yang mengabadikan kebersamaan kedua sejoli tersebut. Danian yang menyetir sendiri dan memarkir mobilnya di sisi jalan menuju gang keberadaan kontrakan Azura, masuk melalui pintu yang sama dengan pintu yang Azura lalui. Keduanya duduk di bangku penumpang dan hanya menjadikan lampu jalan di sebelah sebagai penerangan. Hingga pria yang diam-diam mengabadikan kebersamaan Azura dan Danian melalui bidik lensa kamera, menangkap kebersamaan Danian dan Azura dari depan dan terbilang jelas. Pria yang menggunakan syal hitam untuk menutupi kepala itu membidik kebersamaan Danian dan Azura dari balik tembok rumah gedong di sana. “Jangan membuatku makin marah apalagi kemarahanku akan berkali lipat karena sekarang aku sudah sangat lapar.” Azura yang masih bersedekap, melirik Danian yang masih bungkam di sebelahnya. “Kita sama-sama membutuhkan. Kau membutuhkan banyak uang untuk adik dan ayahmu, aku membutuhkan keturunan karena Velery tak mungkin bisa melakukannya dalam waktu dekat.” Danian masih bertutur dingin, tatapannya lurus ke depan. “Anda benar-benar hanya membuang-buang waktu!” Azura berangsur beranjak. “Berani kamu menolak, nyawa ayah dan adikmu akan menjadi taruhan!” ancam Danian tanpa perubahan berarti. Azura langsung menatap tak habis pikir Danian. “Atas dasar apa Anda berbicara seperti itu! Malam itu, anggap saja malam itu tidak pernah terjadi apa-apa! Sudah saya katakan, saya tidak butuh uang Anda, saya hanya ingin fokus bekerja!” Azura meledak-ledak. Dari luar dengan jarak sekitar tujuh meter, pria yang mengintai sekaligus mengabadikan kebersamaan Danian dan Azura, menjadi menurunkan kameranya sambil mengernyit bingung. Tangan kirinya yang tidak memegang kamera, menggaruk-garuk keningnya. Setelah terdiam cukup lama, Azura kembali melanjutkan tujuannya yaitu berlalu dari sana apalagi Danian juga hanya diam. Di luar dugaan, salah satu tangan Danian mencekal salah satu pergelangan tangan Azura dengan kasar hingga Azura nyaris menimpa Danian tanpa terkecuali wajahnya andai saja tangan Azura yang bebas tidak berpegangan asal pada sandaran kepala tempat duduk keberadaan Danian. Meski awalnya sama-sama terkejut, kenyataan wajah mereka yang sangat dekat, mereka bisa merasakan hangatnya deru napas satu sama lain, justru membuat Azura dan Danian membatu menahan tegang. Lain halnya dengan pria yang mengintai kebersamaan Azura dan Danian, pria tersebut langsung sibuk mengabadikannya. Harusnya, Azura gugup sekaligus gerogi karena sampai berhadapan dengan Danian dengan jarak yang begitu dekat layaknya sekarang. Namun, kebencian Azura yang begitu besar pada pria di hadapannya, membuat pesona seorang Danian yang digilai oleh kaum wanita, tak tersisa. Karena semenjak malam itu, malam di mana Azura harus menghabiskannya dengan Danian dan membuatnya kehilangan kehormatannya, juga, kenyataan Danian yang sampai menghina Azura, tak ada lagi yang tersisa selain kebencian yang begitu besar pada Danian. “Saya tidak mungkin hamil karena Anda memiliki masalah sulit memiliki keturunan. Jadi, jika setelah ini Anda masih sibuk mengganggu saya, saya tidak segan menemui kakek Anda!” Azura yang bertutur lirih sengaja memperingatkan Danian. Seperti dugaan Azura, Danian akan lemah jika sudah menyangkut Ibrahim. Danian sampai langsung melepaskan Azura dengan sangat mudah. **** KISAH CINTA LAIN DARI SEORANG DANIAN HANDOKO .... Surat kabar hari ini menjadikan foto-foto Danian dan Azura di malam kemarin, sebagai berita utama. Semua sampul surat kabar didominani dengan foto kebersamaan Azura dan Danian ketika keduanya saling bertatapan dengan jarak yang begitu dekat sesaat setelah Danian menarik tangan Azura. Azura membeli salah satu surat kabar dari salah satu penjual koran yang kebetulan lewat di pinggir jalan depan perusahaan, tak lama setelah Azura turun dari ojek. Azura tertarik dengan pemberitaan tersebut setelah wanita itu mengenali sosok wanita yang dimaksud dalam foto, justru dirinya. Azura ketar-ketir dan belum bisa berspekulasi perihal apa yang sebenarnya terjadi karena tak mungkin juga, seorang Danian mau mengorbankan diri sendiri. Apalagi semalam saja, seorang Danian Handoko datang tanpa pengawalan hanya untuk menyelesaikan masalah dengan Azura. “Masalah baru! Danian, apakah hari ini dia benar-benar keluar negeri? Aku harus menghubungi Danian. Namun, ah ... aku bingung. Apa yang harus aku lakukan?” Meski di foto-foto tersebut wajah Azura tidak begitu jelas, Azura tetap harap-harap cemas. Azura tidak mau menambah masalah karena tanpa berurusan dengan Danian pun, hidup Azura sudah sangat susah. Azura langsung sibuk berdoa agar tidak ada seorang pun yang mengenali dirinya. Dengan buru-buru Azura menuju pintu masuk utama hotel tempatnya bernaung. Namun, ulah buru-buru tersebut membuat Azura menabrak pria yang kebetulan juga akan memasuki hotel, tepat di pintu utama hotel. Pria yang Azura tabrak langsung balik badan dan menatap Azura. Wajah pria yang sempat terdiam menatap Azura sebelum akhirnya memberi Azura senyum hangat yang begitu manis itu, sangat asing bagi Azura, hingga Azura berpikir pria tersebut merupakan tamu di hotel tempatnya bekerja. Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN