Jose masuk ke dalam ruangan Phoenix sambil menenteng sekotak pizza dan juga dua cup minuman. Tentu saja untuk dia nikmati bersama dengan Phoenix.
“Jauhkan dulu kacamatamu itu, Nix!” seru Jose seraya duduk di sofa panjang yang ada di dalam ruangan pria itu.
Ruangan Phoenix sangatlah luas. Berada di lantai atas, dengan kaca yang begitu lebar, dia bisa menikmati pemandangan kota dari sana.
“Kau tidak pesan apa pun soal makanan, jadi aku memesan pizza saja yang mudah. Lagi pula cukup mengenyangkan jika dimakan berdua saja.”
Phoenix melipat lengan kemejanya sampai ke siku, lalu bergabung dengan Jose yang duduk di sofa. Sebelum menikmati pizza yang dibawa oleh Jose, Phoenix meneguk minumannya terlebih dahulu.
Ini sudah masuk jam makan siang, tentu saja waktunya untuk menikmati makanan dan beristirahat.
“Lagi pula aneh, kenapa istrimu tidak lagi mengantarkan makan siang untukmu? Aku perhatikan sudah beberapa bulan ini. Benar tidak?”
“Tidak usah sok bertanya jika kau memang tau persis, sialan!” sahut Phoenix, sebelum menggigit pizza yang ada di tangannya.
Jose terkekeh ringan. Dia memang tidak begitu tau bagaimana rumah tangga Phoenix selama ini. Namun, beberapa bulan terakhir memang ada yang tidak beres. Phoenix jadi sering mengambil pekerjaan ke luar negeri, yang mana bukan hanya sehari dua hari, tapi bisa sampai satu minggu. Atau terkadang juga memilih untuk lembur sampai malam dan tidur di kantor.
Bukan hanya itu, Audie juga sudah jarang sekali ke kantor untuk mengantarkan makan siang seperti di awal-awal pernikahan. Selain itu juga, Audie sering sekali curhat soal masalah rumah tangga di sosmed. Hanya sebatas itu yang Jose ketahui.
“Aku sama sekali tidak tau, Nix. Lagi pula, memangnya ada masalah apa kau dengan istrimu? Aku lihat-lihat, dia sering sekali membuat tweet galau. Tapi lebih sering marah-marah, dan itu karenamu. Dia selalu menyebutmu.”
Phoenix mendecih. Ini yang membuatnya memilih untuk memblokir akun sang istri dari pertemanannya. Malas sekali, jika setiap ada masalah selalu di posting. Semua orang jadi tau problem rumah tangga mereka. Itu baru satu, tingkah Audie yang membuat Phoenix kini muak. Masih ada banyak yang lainnya.
“Abaikan saja. Kalau perlu kau blokir saja daripada menganggu.”
“Kenapa? Stres kau menghadapinya?” tanya Jose, begitu melihat perubahan ekspresi Phoenix saat ini. “Dari awal kan aku sudah memeringatimu agar tidak terburu-buru menikahinya. Tapi kau keras kepala.”
“Sudahlah, tidak perlu dibahas.” sahut Phoenix dengan cepat. Dia memang sebegitu tidak nyamannya jika membicarakan soal sang istri. Sudah malas duluan. Terlebih juga tak penting untuk dibicarakan.
Apalagi yang dibahas mengenai keputusannya yang memang terkesan buru-buru untuk menikahi Audie.
“Oh ya Jose, jangan lupa kirim data karyawan baru padaku.” seru Phoenix. Seperti biasa, raut wajahnya sedatar itu.
Jose menaikkan sebelah alisnya keheranan. Tidak biasanya Phoenix meminta langsung data-data karyawan baru. Sebab biasanya selalu cuek dan masa bodoh. “Sejak kapan kau peduli dengan data-data karyawan baru?”
“Kirim saja, tidak perlu banyak tanya.”
“Oh, atau ada yang sedang kau incar?” tanya Jose blak-blakan. “Tapi masalahnya, karyawan baru bulan ini hanya ada 1 orang. Bagian staff HR. Namanya Olivia.”
“Siapapun itu, kirim saja datanya padaku.” balas Phoenix santai.
Sedangkan Jose langsung terkekeh pelan. Dia yakin sekali jika Phoenix tertarik pada karyawan baru yang bernama Olivia. Buktinya, Phoenix langsung diam begitu dia mengatakan bahwa karyawan baru hanya satu orang dan itu adalah Olivia.
“Mendengar jawabanmu yang seperti itu justru membuatku curiga. Jangan kau pikir aku tidak tahu, jika tadi kau sempat curi-curi pandang pada karyawan baru itu, Nix.”
“Tinggal jawab iya saja apa susahnya, Jose?"
“Iya baik, Mr Phoenix Leonard Cyrill yang terhormat. Saya akan segera mengirimkan data karyawan baru itu pada Anda.” sahut Jose. “Silahkan, lanjutkan untuk menikmati makanannya."