Bab 2. Bertemu Mahesa

1890 Kata
Waktu pun berlalu, Kana masih duduk di meja kerjanya dengan gelisah sedangkan teman-temannya yang lain sudah mulai sibuk untuk bersiap pulang. Sedangkan dirinya masih harus menyelesaikan seluruh pekerjaannya sampai tuntas sebelum tempatnya berpindah besok. Belum lagi ia menerima banyak perintah dari Karina yang menyuruhnya untuk segera menyiapkan ini dan itu untuk persiapan pekerjaannya besok. Malam ini Kana pasti akan pulang larut malam. “Loh, ini kardus buat apa?” tanya Sari saat melihat sebuah kardus besar dibawah meja kerja Kana. Kana hanya diam dan menatap teman kantornya dengan pandangan sedih. Melihat pandangan Kana, Sari segera menjatuhkan tasnya dan mengguncang-guncangkan bahu Kana kencang. “Jangan bilang kamu di lay off, Kana?! Makanya aku bilang lebih baik kamu bayar mahal tempat kost an sedikit, biar waktumu lebih efektif dan gak terlambat terus! Aku juga bilang sama kamu kan, walau pak Murod itu sedikit ganjen tapi jangan dihindari!” ucap Sari menatap Kana sedih. Bagaimanapun teman kerjanya ini telah dua tahun bersamanya, mereka menjadi begitu dekat satu sama lain. “Sttt, siapa yang di layoff! Aku gak dipecat! Aku dipindahkan!” bisik Kana sambil menarik Sari untuk kembali duduk disisinya. “Hah? Kemana?” “Lantai 9.” “Hah?! Masa?! Kamu dipanggil untuk stafsus juga?! Emang bisa anak seceroboh kamu jadi stafsus?!” “Sttt, pelan-pelan kenapa sih?!” gumam Kana sembari mencubit tangan temannya. “Emang aku separah itu ya?!” “Kana, kamu lagi bercanda kan?” tanya Sari tak percaya dengan pendengarannya sendiri. Kana pun segera bercerita apa yang terjadi dan apa yang akan didapat jika tak menerima tawaran itu. Sari hanya diam, terus terang ia tak menyangka bahwa teman dekatnya bisa mendapatkan kesempatan sebesar itu. Ia hanya bisa menatap dalam Kana yang tengah bercerita padanya. Ada rasa iri di hati Sari pada Kana. Selama ini Sari selalu menganggap Kana sebagai si cantik yang bodoh. Dengan kacamata bundar, rambut yang selalu di cepol seperti habis mandi dan penampilannya yang biasa saja, membuat kecantikannya tak terlihat. Soal pekerjaan pun Kana termasuk orang yang biasa saja. Tidak lebih juga tidak kurang, sifatnya yang ceroboh dan spontan membuat Kana menjadi orang yang menyenangkan untuk orang–orang disekitarnya. Jika tak ada Kana, rasanya kantor akan terasa sepi dan kurang. Seolah tak ada orang yang bisa mereka ganggu dan membuat mereka tertawa. Kini perempuan yang tak pernah ia anggap itu mendapatkan kesempatan yang semua orang inginkan untuk jenjang karir mereka. “Mungkin karena kamu cantik, jadi mereka butuh pajangan yang bagus diatas saja,” ejek Sari pada Kana. “Hah?” Sari segera melepaskan ikat rambut yang menggulung rambut Kana dan melepaskan kacamata teman kerjanya itu cepat. Rambut itu segera jatuh terurai bergelombang dengan indahnya dan tanpa kacamata, mata indah Kana yang terbingkai dengan bulu mata yang tipis dan panjang itu seolah seperti bunga yang tengah mekar. “Aku iri sama kamu! Pasti gara-gara kamu cantik jadi kamu dipilih! Kamu kan Oon!” gumam Sari tak bisa menyembunyikan rasa cemburunya. “Ih, jahat banget sih mulutnya!” protes Kana kesal. Sari pun menghela nafas panjang dan memeluk temannya erat. Ia memang iri dan cemburu tetapi ia sadar bahwa mungkin itu memang rejeki Kana saat ini. “Iya, mulutku jahat soalnya aku iri dan sebel! Tapi saranku jangan sia-siakan kesempatan ini Kana… usia kamu sudah mau dua puluh delapan. Jika tidak sekarang meniti karir, kapan lagi? Mau nunggu dibiayai suami? Pacar aja kamu gak ada!” Kana hanya diam dan menatap Sari sedih. “Aku takut, Sar. Belum apa-apa saja rasanya aku gak sanggup.” “Ingat ibumu, Kana. Bukankah, kamu pernah bilang kalau kamu harus membiayai kehidupan ibumu dan dirimu sendiri? Gajinya lumayan bukan? Bertahanlah, di dunia ini memang tak ada pekerjaan yang enak, tapi kamu harus cari sendiri untuk membuat pekerjaanmu nyaman.” Kana merangkul temannya erat sebelum akhirnya Sari memutuskan untuk membantu Kana merapikan barang-barangnya. “Setelah ini , kamu harus traktir aku makan malam yang enak, karena entah kapan lagi kita bisa main bareng setelah pulang kerja. Kamu pasti akan sibuk dengan dunia baru,” ucap Sari sembari membuka laci milik Kana dan mulai membantu memindahkannya ke dalam kotak. Kana hanya diam, andai Sari tahu betapa tak siapnya ia untuk pindah lantai, bukan hanya karena ia tak tahu apa yang harus ia kerjakan, tetapi ia juga tak siap dan takut untuk sering-sering bertemu Mahesa. *** Kana terdiam sesaat sebelum tubuhnya keluar dari lift sambil membawa sebuah kardus besar berisi barang-barang miliknya. Ia sengaja datang lebih pagi agar bisa membereskan barang-barangnya lebih tenang dan terpenting ia memiliki waktu untuk menyiapkan diri. Hari ini ia tampak berbeda, karena kemarin malam Sari memaksanya untuk potong rambut agar tampak lebih segar, tetapi semalaman ia tak bisa tidur karena terlalu tegang dengan pekerjaan barunya dan satu lagi karena terlalu tegang memikirkan jika ia benar-benar bertemu Mahesa. “Kana? Kamu Kana kan?” tanya seseorang ketika Kana tengah celingak-celinguk ragu mencari seseorang. “Akh, iya mbak, saya Kana,” ucap Kana cepat pada seorang wanita bertubuh langsing dan tinggi dengan penampilan menawan. Perempuan itu pasti Karina kepala koordinator untuk seluruh secretaris para direksi. “Ayo, ikut saya kesini,” ajaknya cepat dan berjalan melenggang dengan anggun dengan sepatu high heelsnya. Kana segera berjalan mengikuti langkah Karina memasuki sebuah ruangan. Sejak ia masuk ke lantai 9, Kana sudah jatuh cinta dengan aroma therapy mahal yang seolah langsung menenangkan indra penciumannya. Setiap ruangan di design dengan elegan dan nyaman berbeda dengan ruangan dimana ia bekerja yang merupakan ruangan besar dengan cubicle- cubicle tipis pemisah satu sama lain untuk antar karyawan dan divisi. Kana memasuki sebuah ruangan besar dan di dalamnya ada 4 buah cubicle, meja panjang dengan kursi untuk meeting juga sofa yang nyaman dengan cushion- cushion. “Tempatmu di sudut sana,” ucap Karina sambil menunjuk pada cubicle paling kecil dan paling pojok di sudut ruangan. Kana tersenyum sumringah, walau tempatnya paling kecil tetapi seolah paling tersembunyi seperti sebuah sarang. “Jam 10 nanti kita akan ada meeting perdana dengan pak Jiyo dan staf yang lain, aku harap kamu bisa segera catch up dengan semua pekerjaan. Tugas kamu gak hanya jadi admin untuk staf yang lain tetapi juga mengatur schedule untuk pak Jiyo dan mengurus semua kebutuhan materi untuk pekerjaannya. Dalam posisi ini, kamu dituntut untuk bisa cekatan dan detail untuk segala hal,” ucap Karina tegas. Lalu perempuan itu menatap Kana dari atas sampai bawah dan bertanya dengan pandangan yang tampak ragu. “Kamu biasa pake heels, kan? Sebaiknya mulai besok kamu mengenakan pakaian yang lebih elegan, bisa? Jika tak terbiasa mengenakan heels, simpan saja heelsnya di kantor dan pergunakan selama jam kerja, ok?” Kana hanya bisa menelan ludah dan memperbaiki kacamatanya yang sebenarnya tak ada minus atau plus didalamnya. Ia menggunakan kacamata untuk menutupi rasa tak percaya dirinya. Baru saja Kana selesai membereskan barang-barangnya dan menyalakan laptop, tiba-tiba ruangan itu menjadi penuh akan orang. Ada 3 orang yang sudah dikenalnya seperti Hera, Wisnu dan Gamila yang terpilih jadi stafsus untuk kedua direktur baru itu. “Kana, kamu disini?!” tanya Gamila tampak tak percaya ketika melihat Kana yang tengah duduk di pojok ruangan. Kana hanya mengangguk sambil tersenyum dan pura-pura menyibukan diri, ia merasa gugup berada didekat 3 orang temannya yang terkenal berprestasi di bidangnya. Mereka pun akhirnya sibuk sendiri membereskan meja mereka masing-masing sampai tiba-tiba pintu ruangan terbuka lebar dan masuk beberapa orang pria menyapa mereka semua. “Selamat pagi,” sapa Mahesa sambil mengeluarkan senyum ramahnya dan membuat wajahnya semakin menawan. “Pagi pak Mahesa … Pagi pak Jiyo,” sapa orang-orang di dalam ruangan spontan penuh dengan keceriaan dan semangat. Sedangkan Kana hanya bisa diam dan segera melepaskan ikatan rambutnya agar terlihat lebih rapi. “Okeh, kita langsung meeting disini saja … siapa nanti yang akan mencatat MOM meeting kita?” tanya Mahesa menoleh pada Karina. “Kana pak! Kana, sini! Kita akan segera mulai meeting dan kamu yang bertugas untuk mencatat MOM,” suruh Karina cepat. Kana segera berjalan mendekati meja meeting sambil tetap menundukan pandangannya. Pandangannya sempat bertemu mata dengan Mahesa, tetapi lagi-lagi lelaki itu membuang muka dengan santai seolah tak pernah mengenal Kana sebelumnya. Tanpa basa-basi, Mahesa segera menyuruh Kana untuk membiasakan mencatat ini dan itu sebelum meeting dimulai. Suasana meeting terlihat begitu menyenangkan dan penuh antusias, hanya Kana yang duduk diam berkonsentrasi di depan laptopnya mencatat perkataan semua orang agar tak ada informasi yang tertinggal. “Ya Tuhan, kapan meeting ini selesai?” pikir Kana dalam hati, tubuhnya terasa lelah dan tegang, duduk disisi Mahesa membuatnya gelisah tak menentu. Apalagi sikap Mahesa yang seolah tak mengenalnya membuat perasaannya tak karuan. “Kana, kamu dengar saya, kan?” panggilan seseorang menyadarkan lamunan Kana yang hanya sedetik lalu. “Oh iya.. Iya pak…” ucap Kana gugup ketika Mahesa menegurnya. “Setelah ini tolong kirimkan MoMnya ke seluruh tim. Hari ini jangan lupa untuk ikut makan malam bersama, anggap saja syukuran untuk tim support baru ini,” ucap Mahesa seolah mengakhiri meeting mereka. Semua tampak menyambut dengan begitu antusias, kecuali Kana yang semakin menundukan kepalanya. “Kana, setelah makan siang nanti, tolong keruangan pak Jiyo. Mulai hari ini kamu juga diperbantukan untuk merapikan schedule harian pak Jiyo,” ucap Karina cepat dan membuat nafas Kana rasanya makin pendek. “Yuk, kita makan siang bersama,” ajak Hera pada semua orang. “Kamu gak mau ikut makan siang bareng kita, Kana?” tanya Hera ketika melihat Kana malah kembali duduk di mejanya. “Saya bawa bekal, mbak. Lagipula setelah makan siang saya harus keruangan pak Jiyo,”ucap Kana perlahan menolak halus. Seisi ruangan itu pun segera meninggalkan Kana sendirian. Perlahan dengan perasaan sedih, Kana membuka kotak bekalnya dan menarik nafas beberapa kali. “Rasanya aku tak cocok berada dilingkungan ini, apa aku mengundurkan diri saja ya?” pikir Kana merasa menyerah dengan keadaan. Walau sebenarnya ia tahu bahwa dirinya merasa ditolak dan tak dianggap ada oleh Mahesa. Ia mencoba menelan roti dan mengunyahnya perlahan. Tetapi rasanya sulit sekali tertelan, yang ada matanya semakin terasa panas menahan tangis yang ingin tumpah. Tiba-tiba ia merasa marah pada Mahesa, setahun berhubungan bahkan sampai bertunangan ternyata tak ada artinya untuk Mahesa. Bukan berarti Kana ingin diperlakukan spesial, tetapi bisakah dengan menyapanya biasa untuk menghargai masa lalu mereka. Kana menghapus air matanya perlahan dan menarik nafas panjang berkali-kali untuk menenangkan perasaannya. Ia segera mengambil air minum dan meneguknya segera agar ia bisa menelan semua makanan dan kepahitan perasaannya sekaligus. Kana baru saja membersihkan mulutnya ketika pintu ruangan terbuka dan melihat seseorang masuk ke dalam ruangan. “Ada yang bisa saya ban…” ucapan Kana terhenti saat ia melihat Mahesa masuk seorang diri. “Kana…,” sapa Mahesa, kali ini dengan tatapan yang berbeda. Kana hanya bisa bergerak mundur dan menundukan kepalanya segera seraya bertanya, “Iya pak, ada yang bisa saya bantu? Yang lain masih makan siang di foodcourt…” Nafas Kana rasanya berhenti ketika tanpa ragu Mahesa yang bertubuh tinggi menghampiri dirinya dan memeluknya begitu erat. “Apakabar? Rasanya tak percaya melihatmu di kantor ini,” bisik Mahesa dengan suara lembut yang dulu biasa didengarkan Kana. Kana segera melepaskan pelukannya, tetapi Mahesa kembali menyambar tubuhnya dan memeluknya dari belakang. “Maafkan aku, Kana…,” bisik Mahesa di telinga Kana. Aroma parfum dari tubuh Mahesa masih terasa sama membuat hati Kana kembali terluka. Ia hanya bisa menangis dalam diam tak bisa menahan air matanya. Mahesa memeluk Kana semakin erat dan menutup matanya sesaat seolah ingin melepas rindu pada perempuan yang pernah mengisi hatinya. Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN