Bab 1. Kenangan Lama

1771 Kata
Kana menatap wajah tampan yang tengah duduk bersimpuh di hadapannya dengan wajah basah penuh penyesalan sambil menggenggam tangannya erat. “Maafkan aku, Kana. Aku tak bisa menikahimu … Kini Wina tengah hamil besar anak kami …” Kana segera membuka mata dan segera terbangun dari tidurnya. Keringat dingin mengalir deras di dahi dan nafasnya terdengar menderu cepat. “Akh, kenapa mesti mimpi itu?!” gumam Kana sambil menghapus keringat di dahinya dan mencoba untuk menenangkan diri. Ia segera bangkit dari tidurnya dan berjalan tertatih untuk mengambil segelas air agar membantunya lebih tenang. Perlahan Kana duduk kembali dipinggir ranjang dengan tubuh sedikit membungkuk, seolah tengah melindungi dirinya sendiri dari kenangan buruk 3 tahun yang lalu. “Ck! Kenapa mesti dia sih yang harus menjadi direktur barunya!” ucap Kana kesal sambil menghempaskan bantal tidurnya. Hatinya kembali gelisah mengingat kejadian pagi tadi saat di kantor. Hari itu ada dua orang direktur baru di kantornya untuk anak perusahaan baru yang tengah berkembang yang diharapkan bisa membuat perusahaan baru itu berkembang lebih pesat karena kemampuan mereka. Siapa sangka salah satu direktur itu adalah Mahesa, pria yang pernah bertunangan dengannya karena perjodohan keluarga dan membatalkan pernikahan mereka sebulan sebelumnya karena menghamili sahabatnya sendiri, Wina. Melihatnya masuk ke dalam ruangan kantor, membuat kaki Kana gemetar dan lemas. Rasanya ia ingin berlari keluar dari ruangan, tapi tubuhnya terasa beku. Yang bisa ia lakukan hanyalah menyembunyikan tubuhnya diantara karyawan lain dan mencoba menahan tangisnya agar tidak tumpah karena tak sanggup untuk bertemu dengan Mahesa mendadak seperti ini. Melihat Mahesa membuat semua kenangan buruk itu kembali bermain di benak Kana. Ia kembali teringat tangisan sang ibu yang begitu berharap dengan pernikahan Kana dan Mahesa bisa membantu perekonomian keluarga dan mengangkat nama keluarga mereka. Sang ibu sampai berhutang besar pada beberapa orang koleganya agar bisa menyiapkan persiapan pernikahan yang indah untuk Kana, walaupun hampir seluruh biaya pernikahan ditanggung oleh keluarga Mahesa. “Orang seperti itu tak kan pernah menjadi jodohmu, Kana…,” gumam Kana sambil tertawa sendiri, menertawakan dirinya dahulu yang begitu percaya diri akan menjadi istri pria tampan, mapan yang cerdas, memiliki kedudukan tinggi di sebuah perusahaan besar. Rasanya seperti mimpi bisa dijodohkan dengan orang seperti Mahesa, apalagi pria itu tak menolak perjodohan mereka. “Aku menyukaimu Kana, walau usia kita terpaut cukup jauh tapi untukku kamu dewasa untuk gadis muda seusiamu. Aku tahu kita dijodohkan, tetapi aku tak menentangnya, apalagi dengan wanita cantik dan baik sepertimu. Aku rasa aku sudah jatuh cinta.” Kana menghapus air matanya, mengingat ucapan indah Mahesa saat itu membuatnya kembali terluka. Kalimat itu yang membuatnya tergila-gila pada calon suaminya sampai akhirnya mimpi indah itu pupus sudah karena karena kesalahan satu malam di sebuah pesta. Toh pada akhirnya Mahesa memilih untuk menikahi sahabatnya sendiri, Wina yang cantik, cerdas dan sukses dalam berkarir. Kana merasa dirinya terlalu bodoh untuk percaya bahwa Mahesa dan Wina benar-benar sahabat tanpa memiliki perasaan lain. Rasa sakit dan kecewa itu masih terasa sampai saat ini. Kana hanya bisa kembali membaringkan dirinya, ia tak tahu caranya menghadapi hari esok saat kembali ke kantor. Di dalam hatinya ia berdoa semoga Mahesa tak pernah melihatnya. Jika mereka bertemu, apakah Mahesa masih mengenalinya? Atau pura-pura lupa? Bahkan menganggapnya tak ada? Bagaimana pun ia hanya staf biasa yang tak sebanding dengan Mahesa yang tengah berada di puncak sana. *** Kana menghembuskan nafas lega dan berjalan santai menuju cubiclenya. Awalnya ia sempat ragu dan takut bisa berpapasan dengan Mahesa, tetapi saat ia sampai di kantor, ia baru menyadari bahwa lantai dimana ia bekerja dan lantai dimana pada direksi berada berbeda dua lantai. “Siapa sih kamu, Na?! Mana mungkin direktur bakalan sering-sering turun ke lantai ini? Apalagi ada 8 lantai di gedung ini yang berisi karyawan. Kamu bisa tenang bekerja walau kalian berdua satu kantor,” ucap Kana berbicara sendiri dengan suara pelan seolah menasehati dirinya yang tampak terlalu berpikir berlebihan akan hubungannya dengan Mahesa. “Selamat pagi pak,” sapaan serentak para karyawan di ruangan membuat Kana tersadar akan lamunannya dan spontan ikut berdiri seperti karyawan lainnya. Tapi ia segera kembali duduk saat melihat Mahesa masuk bersama beberapa orang. “Banyak juga ya karyawan di lantai ini,” ucap Mahesa sambil berjalan berkeliling ruangan dan berhenti tak jauh dari cubicle Kana. Melihat Pak Murod membelalakan mata ketika melihat Kana duduk sedangkan yang lain berdiri, membuat Kana dengan segan berdiri dan beradu pandang dengan Mahesa yang tak sengaja menoleh karena melihat seseorang berdiri tak jauh dari tempatnya. “Baik, kalau begitu antarkan saya ke ruangan lain.” pinta Mahesa cepat sambil membuang muka dan berbicara ke arah pak Murod. Kana segera menundukan pandangannya dan hanya bisa meremas roknya perlahan karena merasa sedih ternyata Mahesa benar-benar menganggapnya tak ada. Menjalin kasih selama 1 tahun lebih tak mungkin membuat Mahesa lupa akan wajahnya. Kana memutuskan untuk menghabiskan waktunya sesaat untuk membeli secangkir kopi di foodcourt kantor dan menghabiskannya sambil melamun. Mencuri waktu selama 15 menit cukup untuknya untuk bisa menenangkan diri. Nafasnya terasa sesak. Ternyata ia masih belum sanggup bersikap kuat dan tenang setelah 3 tahun berlalu. Saat kembali, Sari dan Keke segera menghampiri dirinya. “Kamu kemana aja sih?! Lagi ada bos baru malah kelayapan!” tegur Keke sambil menarik tangan Kana untuk bergosip di cubilenya. “Aku ngantuk banget, butuh secangkir kopi panas buat bikin mata melek!” jawab Kana asal dan tak bersemangat. “Tadi pak Mahesa bilang bahwa ia membutuhkan beberapa karyawan untuk membantunya di lantai 9. Tim HRD akan memanggil beberapa orang dari kita untuk dialihkan kesana! Ya Allah, semoga aku kebagian yaa! Bayangin kerja di lantai 9! Lantainya pada direksi!” bisik Keke setengah histeris. “Kenapa musti kerja dari lantai 9 sih? Spesial banget itu anak perusahaan baru!” keluh Sari sambil duduk dimeja Keke. “Ih, karyawannya anak perusahaan baru itu sih tetap di lantai 8, tetapi dia butuh satu team untuk membantunya koordinasi, tim ini yang akan jadi stafsusnya pak Mahesa and the Gank! Apalagi katanya ada direktur baru juga, pak Jiyo anaknya Owner yang akan pegang sendiri untuk Sales and Marketingnya.” Kana hanya bisa melongo mendengar penjelasan Keke yang begitu detail dan akurat. Teman kerjanya yang satu ini memang seperti intel bisa mengetahui info apapun dengan lengkap. “Jadi berapa orang yang mau ditarik untuk stafsus?” tanya Kana sembari kembali ke kursinya yang berada disamping Keke. “Cuma 3 orang, satu dari tim marketing, satu dari tim sales, satu dari tim produksi,” jawab Keke singkat. “Aku berharap banget bisa dipanggil, soalnya menurut HRD, sebagai stafsus ada penyesuaian gaji.” Sari dan Kana segera menoleh kearah Keke dan memandang temannya dengan pandangan iri karena Keke adalah tim sales di perusahaan itu. Baru saja mereka selesai berbincang, tiba-tiba Lina salah satu staf HRD memanggil salah satu staff Marketing. “Stt, mbak Hera dipanggil!” bisik Keke cepat pada Kana. Kana tak merasa heran jika Hera dipanggil untuk menjadi staf khusus. Perempuan itu memang spesial, selain cerdas ia sangat cantik dan baik hati juga sangat ramah. Statusnya yang janda tanpa anak seolah menjadi magnet untuk semua pria mendekatinya. Dengan tampilan yang mendekati sempurna, ia sangat cocok berada di lantai 9 bersama para direksi. Kana sudah kembali tenggelam dalam pekerjaannya beberapa jam kemudian ketika seseorang berdiri di sampingnya membuatnya menoleh dan sedikit terkejut saat yang berdiri itu adalah Lina. “Kamu dipanggil sama bu Siska,” ucap Lina perlahan tetapi menarik perhatian beberapa rekan kerja lain yang duduk tak jauh dari tempat Kana berada. “Aku salah apa? Bulan ini aku tak terlambat lebih dari 3 kali kok,” ucap Kana sedikit takut dan mencoba mengingat kesalahannya. “Ck, udah ikut aja … aku juga gak tahu kenapa kamu dipanggil,” ucap Lina sambil menarik tangan Kana perlahan. Kana pun berdiri dan mengikuti langkah Lina perlahan tanpa tahu apa yang akan terjadi padanya. *** Wajah Kana terlihat pucat pasi saat disodorkan addendum kontrak baru. “Tim baru pak Jiyo membutuhkan staf untuk koordinator dan admin. Ada seseorang yang merekomendasikan kamu untuk menempati posisi itu,” ucap bu Siska sambil menatap Kana dalam. “Ibu sepertinya salah orang deh,” ucap Kana lirih sambil menatap isi addendum kontrak itu. Ia bukanlah karyawan yang berprestasi yang layak untuk diberikan posisi baru. Kana hanyalah staf admin yang terbiasa mengerjakan pekerjaannya secara template. Setiap hari ia sibuk dengan pekerjaan sama yang ia ulang terus menerus. “Dicoba dulu, Kana. Menurut orang itu kamu memiliki act of service yang baik, pak Jiyo itu orangnya detail dan butuh orang yang sabar untuk bisa mengimbangi pekerjaannya.” “Nggak deh bu, saya gak berani …” “Kana … kalau kamu ambil posisi ini gaji kamu hampir dua kali lipat, masa kamu gak tertarik?” bujuk Bu Siska tak putus asa. “Bu, Sari bisa bekerja lebih baik dari pada saya, Ibu juga pasti tahu aku tuh sering kali diomelin sama pak Murod soal kerjaan. Saya gak percaya diri untuk ambil pekerjaan ini,” tolak Kana perlahan. Ia sangat menyadari kemampuannya. “Ini bukan soal pilihan kamu mau atau tidak Kana, ini penugasan. Kalau kamu gak mau posisi ini tandanya kamu bersedia mengundurkan diri.” Ucapan Bu Siska membuat Kana tersedak. Raut wajah dan nada suara bu Siska yang biasa lembut kini berubah menjadi tegas. “Tapi Bu …,” “Kamu baca, kan? Di dalam kontrak kamu sebelumnya ada penulisan bahwa kamu bersedia untuk ditugaskan dimana saja sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Jadi jika kamu menolak penugasan ini tandanya kamu bersedia untuk mengundurkan diri. Sudahlah, Kana! Kamu harus mau berubah, sesekali harus mencoba lingkungan baru untuk bisa berkembang! Kamu tuh masih muda!” Kana terdiam. Berada dalam keadaan terdesak membuatnya cemas dan merasa panik sekaligus. Mendengar harus mengundurkan diri membuatnya merasa lemas. Tak mungkin ia tak memiliki pekerjaan disaat banyak hal yang harus dipenuhi. “Baik bu,” jawab Kana perlahan dan segera menandatangani kontrak dihadapannya. Wajah bu Siska terlihat lega dan segera mengambil kontrak yang telah ditandatangani oleh Kana. “Besok ruangan mu bersama stafsus yang lain sudah siap di lantai 9, jadi pulang kerja nanti mulai saja siapkan semua barang-barangmu untuk dibawa ke lantai atas. Nanti disana ada Karina yang akan memberitahu apa saja job desk pekerjaanmu. Karina itu koordinator untuk seluruh direksi. Kamu pasti bisa Kana, ibu yakin itu,” ucap Bu Siska mencoba menyemangati. Kana hanya bisa mengangguk dan segera berpamitan pada Bu Siska. Ia melangkah gontai dipandangi oleh Bu Siksa dan Lina. “Bukannya stafsus hanya butuh 3 orang ya, bu?” tanya Lina berbisik pada atasannya. “Posisi ini permintaan khusus dari pak Mahesa, dan ia juga langsung menunjuk Kana untuk diposisi itu,” jawab Bu Siska perlahan. “Wih, canggih si Kana … diam-diam dia kenal orang dalam,” guyon Lina dan mendapatkan delikan tajam dari bu Siska. Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN