Membutuhkan waktu dua hari kemudian untuk Kanae akhirnya bisa beraktifitas normal kembali. Selama dua hari itu, Haru Shima tidak pernah datang menjenguk Kanae lagi, sejak pertemuan terakhir mereka. Kanae sendiri tidak ambil pushing akan keabsenan pria itu. Kanae hanya fokus pada tubuhnya sendiri sebelum dirinya memulai pertarungan dengan otaknya nanti.
Kini setelah Kanae mengisi perut kosongnya, dan selesai membersihkan diri, untuk pertama kalinya akhirnya Kanae melewati pintu kamar yang selama ini mengurungnya. Pandangan mata pertama ketika Kanae melewati batas pintu itu adalah kehadiran dua penjaga yang ternyata selama ini telah menjaga kamar tersebut di depan pintu.
"Selamat pagi, nona Kanae!" seru kedua penjaga itu dengan serempak ketika pandangan mata mereka bertemu untuk pertama kalinya. Bahkan diikuti dengan membungkukkan tubuh di depan Kanae dalam posisi 90 derajat.
Begitu lantangnya suara mereka sampai membuat gadis itu menjadi terkejut di tempat. Mata Kanae memandang takut pada kedua penjaga bertubuh besar dengan pakaian resmi berjas hitam tersebut. Jangan lupakan beberapa bekas luka yang terlihat menghiasi kulit wajah dan tangan mereka, semakin membuat Kanae meneguk ludah dengan kasar.
Jika dipikir kembali, semua penjaga yang Kanae lihat sejauh ini masing-masing memiliki beberapa bekas luka pada kulit mereka. Ah, berbeda untuk Haru Shima. Pria itu terlihat mulus tanpa cela di mata Kanae. Mungkin karena Haru Shima memiliki posisi yang lebih tinggi dibanding mereka? Kanae memberikan kesimpulan seadanya.
Kembali pada dirinya yang telah berada di luar kamar. Kanae merasa canggung berada di depan kedua penjaga itu. Dirinya perlu menemui Haru Shima untuk melaksanakan kesepakatan di antara mereka. Namun Kanae tidak tahu di mana pria itu berada.
"Itu, aku perlu menemui Shima. Di mana dia?" tanya Kanae pada kedua penjaga itu. Seketika kedua penjaga itu saling menatap satu sama lain dengan raut wajah bingung. Jelas mereka tidak mengerti dengan apa yang tengah diucapkan oleh Kanae mengingat bahasa yang mereka gunakan berbeda satu sama lain. Salah satu di antara mereka kembali menatap Kanae.
"Apa anda sedang mencari Shima-san, nona Kanae?"
"Shima-san?" beo Kanae yang menangkap nama Shima dalam ucapan mereka.
"Mari ikuti saya. Saya akan menuntun anda untuk menemui Shima-san," ucap pria tersebut dan memberikan gestur sopan pada Kanae untuk mengikuti jalannya. Membuat Kanae merasa lega bahwa pria itu mengerti apa maksud yang diucapkannya.
Yang lebih penting dari itu lagi adalah Kanae lebih merasa lega ketika melihat kedua penjaga itu bisa berlaku sopan kepadanya. Dengan senyum kecil Kanae mengangguk mengikuti langkah kaki mereka. Sepanjang perjalanan Kanae dibuat kagum oleh interior rumah tersebut yang terkesan cantik seperti rumah-rumah dalam drama Korea yang ditontonnya.
Rumah semewah itu ternyata tidak memiliki banyak pelayan di dalamnya. Bahkan lebih terkesan kosong dengan beberapa penjaga pria bertubuh besar seperti mereka yang Kanae yakin bahwa mereka ditugaskan hanya untuk menjaga dirinya agar tidak lari dari pengawasan. Kanae bertanya-tanya dalam hati, siapa kira-kira pemilik rumah mewah tersebut. Haru Shima? Atau jangan-jangan pria yang mengaku Kakeknya sendiri?
Sembari memikirkan hal itu, akhirnya perjalanan mereka sampai pada sebuah kamar yang terletak di sudut ruang. Salah satu penjaga dari mereka bergerak mengetuk pintu tersebut.
"Masuk."
Terdengar suara sambutan dari dalam setelahnya. Penjaga itu membukakan pintu dengan lebar dan menyuruh Kanae untuk masuk ke dalam lewat gestur tubuh dan tatapan mata mereka. Kanae yang mengerti langsung mengangguk kecil dan memasuki kamar tersebut.
Pintu tertutup kembali setelah Kanae melewati pintu tersebut. Kini ruangan yang didesain seperti ruang kerja menjadi pemandangan mata Kanae. Tidak seluas kamar yang ditempatinya tadi, namun juga masih terbilang luas untuk sebuah kamar biasa.
Ada sofa dan meja yang bisa dipakai untuk melakukan pembicaraan bersama, rak kecil yang berisi beberapa dokumen-dokumen penting di sudut ruang beserta meja kerja yang kini tengah ditempati oleh Haru Shima sendiri. Sementara pria itu nampak sibuk dengan beberapa berkas-berkas penting di mejanya tanpa menoleh ke arah Kanae sedikit pun. Membolak-balik lembar kertas di tangannya sembari memerhatikan dengan lekat isi di dalamnya seolah tidak perduli dengan kehadiran Kanae.
"Ada apa?" tanya pria itu. Lalu akhirnya mendongakkan wajah untuk menoleh ke arah Kanae ketika menyadari bahwa tidak ada jawaban atas pertanyaannya tersebut. Barulah pria itu meletakkan kembali semua lembar kertas yang dipegangnya ke atas meja.
"Kenapa hanya berdiri di sana, nona Kanae? Masuk dan duduklah," ucap Haru Shima akhirnya dengan bahasa yang Kanae mengerti. Nampaknya pria itu baru menyadari bahwa Kanae-lah orang yang memasuki ruangannya.
Kanae melirik ke arah sofa yang tersedia dan bergerak duduk dengan nyaman di sana. Sementara pria itu juga bangkit dari duduknya dan melangkah mendekati Kanae. Haru Shima duduk di depan Kanae, di seberang meja.
"Jadi apa anda datang ke sini untuk memulai pelajarannya?"
"Iya," jawab Kanae dengan mantap.
"Bagaimana kondisi tubuh anda?"
"Aku sudah baik-baik saja."
"Baiklah kalau begitu. Kita akan mulai sekarang juga." Haru Shima bergerak bangkit dan mendekati rak buku yang tidak jauh dari mereka. Tangan besar dan panjangnya bergerak dengan lincah meraih beberapa buku di sana seolah memang sudah dihapalnya buku mana saja yang harus diambilnya, kemudian pria itu membawa dan meletakkan semua buku itu di atas meja, depan Kanae.
"Silahkan anda baca semua buku ini," jelas pria itu. Kanae membolakan kedua matanya menatap seberapa tebal dan seberapa banyak macam dari buku tersebut. Haru Shima meraih satu buku yang paling atas dan paling tipis di antara buku yang lainnya. Pria itu meletakkannya di sisi terpisah.
"Ini adalah buku yang berisi huruf Jepang untuk pemula. Anda harus berlatih menulis dan menghafal tiap huruf tersebut sembari mempelajari semua buku mengenai budaya Jepang yang ada di sini," lanjut pria itu yang lalu meletakkan tangan di atas tumpukan buku sisanya, membuat mata Kanae mengikuti pergerakan arah tangan pria itu, lalu bergulir kembali menatap ke arah wajah pria tersebut.
"Aku pikir akan ada guru yang membantuku mempelajari ini semua?" sindir Kanae. Bagaimana bisa Kanae mempelajari semua isi buku itu sendirian? Kanae bukan tipe murid yang bisa mempelajari hal secara otodidak. Kanae juga butuh sebuah penjelasan.
"Anda tenang saja. Untuk yang satu ini saya yang akan menjadi tutor pribadi anda. Untuk sekarang anda bisa mempelajari ini semua lebih dulu dan jangan ragu untuk anda menanyakan hal pada saya jika ada yang tidak dimengerti."
Mendengar hal itu, akhirnya Kanae mengangguk dengan pasrah. Kanae mulai meraih buku paling tipis di antara semua buku itu, yang merupakan buku berisi huruf Jepang untuk Pemula seperti dirinya. Tidak ada waktu untuk Kanae mengeluh lagi karepna lebih cepat dirinya bisa mempelajari ini semua, maka lebih cepat juga dirinya akan bisa bertemu dengan pria yang mengaku sebagai Kakeknya itu.
Dan tentu saja akan lebih cepat juga untuk Kanae bisa kembali ke tempat kelahirannya yaitu Indonesia. Hanya itu yang menjadi semangat berjuang dalam diri Kanae saat ini. Tanpa gadis itu sadari bahwa sebenarnya sejak gadis itu meninggalkan negaranya, Kanae tidak akan bisa dengan mudah untuk kembali lagi karena mereka tidak berniat untuk mengembalikan Kanae ke tempat itu lagi. Karena itulah Haru Shima ditugaskan untuk mengurus semua kebutuhan hidup Kanae di Jepang, termasuk dengan kehidupan sekolahnya yang jelas akan dipindahkan ke negara ini juga.
Tanpa terasa waktu telah berjalan cukup lama di antara mereka sejak Kanae datang memasuki ruang kerja Haru Shima. Gadis itu terlihat begitu tekun dalam pelajarannya sementara Haru Shima sendiri sudah kembali ke tempat meja kerjanya untuk melanjutkan tugasnya. Sesekali pria itu akan memerhatikan Kanae yang sibuk belajar di tempatnya dan memastikan bahwa gadis itu telah belajar dengan benar.
Di atas meja Kanae sendiri, gadis itu hampir memenuhi satu buku kosong dengan banyak coretan-coretan huruf asing yang tengah dipelajarinya. Tidak pernah disangka oleh Kanae bahwa satu negara memiliki banyak jenis huruf tulisan yang berbeda-beda. Berbeda jenis dan berbeda arti. Cukup membingungkan bagi Kanae yang merupakan seorang pemula.
Tadinya Kanae pikir setelah berhasil menghafal dua jenis huruf yang merupakan Hiragana dan Katakana, maka semuanya selesai. Ternyata masih ada huruf Kanji juga yang perlu dihafalnya, dan huruf itu jauh lebih sulit dan membingungkan dari kedua jenis huruf sebelumnya. Kanae jadi merindukan huruf Aksara Jawa yang sempat dipelajarinya dulu semasa masih di sekolah dasar. Menurut Kanae itu lebih mudah dan simple dibanding semua huruf ini. Sepertinya seharian ini dirinya hanya akan bisa mempelajari huruf Jepang saja.