PART 4 - Nama yang Tak Boleh Dipanggil

1432 Kata
Lara pun kembali ke ruang aula. Tak ingin menyembunyikan dirinya lagi. Lara tak habis pikir dengan laki-laki bernama Damian itu. Memangnya siapa dirinya hingga berhak memperlakukan Lara seperti tadi? Dia tak berhak membentak Lara hanya karena memanggilnya Tuan Lavingston! Bukankah dia memang Lavingston?! Lalu apa yang salah hingga dia begitu marah pada Lara?! "Darimana saja kau? Direktur utama sedang memberi sambutan sekarang," kata Sasha yang langsung menarik tangan Lara untuk duduk. Lara melihat panggung di depan. Sedikit terkejut ketika direktur utama itu bukanlah laki-laki yang ia temui tadi. Pria yang tengah berpidato di depan itu memiliki kulit yang lebih gelap dari Damian. Alisnya tak setebal Damian dan jelas mereka sama sekali tak mirip. "Kupikir Damian Lavingston yang menjadi direktur utama," kata Lara. "Pak Damian? Kau sudah bertemu dengannya? Dimana kau bertemu dengannya?" tanya Sasha. "Di luar - tadi," kata Lara. Sasha menghembuskan napas lega. "Untunglah kau tak bertemu dengannya di luar kantor. Karena Pak Damian selalu memecat orang yang pernah bertemu dengannya di luar kantor lebih dari tiga kali." Kening Lara berkerut. "Apa maksudnya? Aku tak pernah mendengar ada aturan aneh seperti itu," kata Lara. Sasha berbisik kecil di dekat Lara, seperti tak ingin orang lain mendengar percakapan mereka. "Pak Damian itu hanya bisa ditemui di tiga tempat - yaitu kantor, apartemennya, dan klub malam - klub malam manapun di kota ini. Mulai dari yang termahal sampai yang termurah sekalipun. Jadi, kalau ada karyawan yang bertemu dengannya di luar kantor, itu pasti di bar, karena Pak Damian tak mungkin membawa karyawannya ke apartemennya," kata Sasha dengan sedikit tertawa. Lara semakin tak mengerti. "Memang yang kenapa kalau bertemu di klub malam? Apa karyawannya tak boleh pergi ke klub malam? Hanya dia yang boleh ke klub malam?" tanya Lara kesal. "Masalahnya, Pak Damian datang ke klub malam hanya untuk satu tujuan - yaitu seks. Perempuan yang bertemu dengannya sudah pasti akan berakhir di ranjangnya. Bahkan ada karyawan baru yang ternyata pernah tidur dengannya. Dan kau tahu?" Suara Sasha semakin mengecil dan Lara harus mendekatkan telinganya lagi. "Pak Damian langsung memecatnya di hari pertama kerja. Dia benar-benar tak ingin perempuan yang pernah tidur dengannya ada di kantor ini. Bahkan yang berbeda departemen sekali pun. Semuanya sudah dipecat olehnya." Lara semakin terperangah, tak tahu sampai mana kegilaan laki-laki yang baru tiga kali ia temui itu. "Memangnya, semua yang ia temui di bar itu berakhir di ranjangnya? Tidak, kan? Tidak semua orang ingin seks dengannya. Memangnya dia siapa, sih?" Sasha menatap Lara curiga. "Apa kau normal, Lara? Maksudku, kau bukan penyuka sesama jenis, kan?" Lara melotot, "Tentu saja aku normal." "Kalau kau normal, harusnya kau tahu daya tarik Pak Damian itu tak main-main. Lihatlah, dia hanya duduk di sana, tapi tak ada pengawai wanita yang tak mencuri pandang padanya." Sasha menunjuk kursi di panggung tempat Damian duduk. "Dia bukan direktur utama seperti kakaknya, tapi dia lebih populer di kalangan karyawan. Kalau kau bertanya semua karyawan perempuan di sini, mereka akan memilih Pak Damian daripada Pak Anatta. Dan kau tahu, bekas luka di sepanjang matanya itu membuat semua perempuan di sini tambah tergila-gila. Mereka mungkin membayangkan laki-laki misterius dengan masa lalu kelam dan kasar yang akan berubah saat bertemu wanita yang dicintainya. Tipikal laki-laki di cerita romance, kau tahu? Semua perempuan menyukai cerita romance, kan?" cerita Sasha tak berhenti. Lara hanya diam. Apa dirinya saja yang tak menyukai cerita romance semacam itu? Daripada laki-laki misterius dan kasar yang memiliki masa lalu kelam, Lara lebih memilih laki-laki sederhana dengan senyum manis yang tak akan membuatnya sakit hati. Masa lalu Lara sudah terlalu gelap dan ia tak butuh masa lalu orang lain untuk lebih menggelapkannya. "Pokoknya, meskipun tak semua karyawan yang ditemuinya berakhir di ranjangnya, tapi Pak Damian memecat semuanya karena ia tak mau lebih banyak gosip tersebar di kantor. Padahal tanpa ia memecat semua orang pun, wanita di kantor ini sudah tahu semua tentangnya. Dan gosip-gosip itu semakin membuat orang-orang tergila-gila padanya." Sasha menepuk bahu Lara yang masih menatap Damian dari kejauhan. "Jadi, aku harap kau berhati-hati. Jangan melihatnya terlalu sering karena dia laki-laki yang mudah membuat kita jatuh cinta, Lara. Apalagi kau akan sering bertemu dengannya nanti." Lara menoleh pada Sasha. "Apa maksudmu? Kenapa aku akan sering bertemu dengannya? Bukannya dia bekerja di kantor pusat?" tanya Lara panik. "Kau tak mendengar ceritaku tadi, Lara? Sudah kubilang semua wanita di kantor ini menggilainya, itu artinya dia bekerja di sini. Dia adalah bosmu. Ruangannya ada di belakang menjamu. Bos yang harus kau buatkan kopi, kau ingat?" Lara terperangah tak percaya. "Kau pasti bercanda." "Pak Damian adalah Manajer Konstruksi di sini," kata Sasha. Melihat wajah Lara yang pucat, Sasha berkata lagi. "Kau benar-benar belum pernah bertemu dengannya di luar kantor, kan? Kenapa kau terlihat sangat pucat sekarang?" Lara menggeleng pelan. "Tidak apa-apa. Aku tak pernah bertemu dengannya. Aku tak akan dipecat. Tenang saja," kata perempuan itu. Nyatanya - Lara sudah dua kali bertemu laki-laki itu di luar. Dan satu kali lagi - apa laki-laki itu benar-benar akan mengusirnya dari kantor ini? Lara menyentuh kepalanya yang tiba-tiba merasa pusing. Mungkin ia akan meminta tolong ke Ivan untuk memindahkannya ke departemen lain. Mungkin ia akan memohon atau mengemis pada teman angkatannya itu. Apa saja akan ia lakukan agar tak sekantor dengan laki-laki bernama Damian itu. Setelah pertemuan itu berakhir, semua orang kembali ke kantornya masing-masing. Lara langsung duduk di kursinya. Mengeluarkan barang-barangnya dari kardus dan menatanya dengan rapi. Perempuan itu melirik singkat ketika Damian masuk ke kantor. Semua orang berdiri dan Lara ikut berdiri memberi hormat pada laki-laki itu. "Sekarang, Lara," kata Sasha di belakangnya. Lara tak mengerti. "Apa?" tanyanya. "Buatkan kopi untuk Pak Damian," kata Sasha. Lara menghembuskan napas panjang. "Tapi ini siang hari, apa dia masih ingin kopi?" Sasha melotot. "Buatkan saja atau dia akan memarahiku nanti," kata Sasha. Akhirnya Lara berjalan ke pantry untuk membuatkan Damian kopi. Setelah membuat kopi, Lara mengetuk pintu ruangan Damian. Tak ada jawaban dari dalam, Lara melirik Sasha yang masih mengawasinya. "Masuk saja, Pak Damian tak akan menjawab jika kau mengetuk pintunya," kata Sasha. Lara pun memberanikan diri membuka pintu ruangan itu dengan satu tangan. Sedangkan tangan yang satu memegang nampan kopi. Lara melihat laki-laki itu duduk di kursi kerjanya. Dengan laptop di depannya dan bertumpuk-tumpuk berkas di sebelah kirinya. Laki-laki itu hanya melirik Lara sekilas. Alisnya terangkat melihat Lara, mungkin tak menyangka Lara yang masuk ke ruangannya. Tapi selain itu, tak ada reaksi lain dari laki-laki itu. "Sasha menyuruh saya untuk membuatkan kopi untuk Anda." Lara dengan hati-hati meletakkan gelas kopi itu di meja. Berusaha agar tak jatuh dan membasahi dokumen-dokumen di meja itu. Mungkin jika itu terjadi, laki-laki di depannya ini akan langsung membunuhnya di tempat. Mengetahui Lara menyebut namanya saja, Damian sudah membentaknya seperti tadi. "Oh iya, saya belum memperkenalkan diri dengan resmi. Perkenalkan, Tuan -" Lara ragu menyebut nama laki-laki itu. "- Damian Lavington, nama saya Sofia Laratiana, mahasiswa yang akan magang di kantor ini selama dua bulan. Mohon bantuannya, Tuan," kata Lara sesopan mungkin. Laki-laki itu melirik Lara dari balik kacamatanya. "Cukup Damian, jangan tambahi Lavingston. Dan kau boleh keluar. Tak perlu membuatkan kopi untukku lagi. Dan cobalah sebisa mungkin jangan muncul di hadapanku, kau mengerti?" Lara tak mengerti. Kenapa ia tak boleh muncul di hadapan laki-laki itu? Dan bagaimana bisa sedangkan mereka satu kantor? Apa Lara harus menjadi hantu yang tak terlihat di ruangan itu? Laki-laki di depannya ini sungguh tak bisa Lara pahami. "Dan jangan melamun di ruanganku. Keluarlah karena kau mengganggu sirkulasi udara di sini," kata Damian yang masih fokus pada laptopnya. Lara semakin terperangah tak percaya. Laki-laki itu memiliki banyak hal yang membuat Lara tak percaya. Termasuk ucapannya yang tak masuk akal. Bagaimana bisa Lara mengganggu sirkulasi udara di ruangannya? Memangnya apa mereka tak menghirup udara yang sama? Atau apa Lara menghabiskan semua udara di ruangan itu? Lara ingin membalas perkataan laki-laki itu, tapi ia sadar membuat masalah dengan bos di hari pertama magang hanyalah ide buruk. "Baik, Tuan Damian. Saya keluar dulu. Dan saya tak akan membuatkan Anda kopi lagi dan saya akan berusaha agar tak terlihat oleh Anda selama dua bulan ini. Terima kasih," kata Lara lalu meninggalkan ruangan itu dengan kekesalan yang sudah di ubun-ubunnya. Melihat Sasha di balik pintu Damian, Lara berkata, "Maaf Sasha, sepertinya aku tak bisa menggantikanmu menyiapkan semua keperluan Pak Damian. Dia sangat membenciku dan tak ingin melihatku. Aku tak tahu kesalahanku, jadi bisakah kau membantuku bekerja tenang di sini dengan tak menyuruhku masuk ke ruangannya lagi? Aku mohon, aku harus lulus magang tahun ini atau beasiswaku akan dicabut," kata Lara dengan wajah memohon. Sasha menghembuskan napas pelan. "Sebenarnya apa yang kau lakukan hingga Pak Damian membencimu, Lara?" ucap perempuan itu dengan kecewa, lalu kembali ke mejanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN