Dengan jantung berdegup kencang dan pikiran yang sejak tadi menebak-nebak seperti apa sosok ibu dari pria tukang perintah di sisinya, Mae memandang pintu kayu cokelat dengan jendela kecil di sisi kanannya dalam diam. Di sisinya Edward pun melakukan hal yang sama. Hal ini membuat Mae sedikit bingung dan kikuk. Bahkan semua materi yang ia pelajari mengenai Edward dalam hitungan detik sirna begitu saja. Suasana ini benar-benar lebih menegangkan dari pada sidang yang dilakukannya di bangku kuliah. "Pegang lenganku." Dua kata itu berhasil membuat Mae menoleh. "Me-mengapa aku harus memegang lenganmu?" tanya Mae kikuk. Edward memandang Mae dengan kesal. "Tentu saja karena kamu adalah calon istriku." "Ah...baiklah." Dengan kaku Mae mengangkat sebelahnya ke udara dan ketika jarinya menyentuh p