Matahari masih belum nampak. Suara adzan subuh pun belum terdengar. Sayup – sayup terdengar lantunan doa dari jauh. Ara segera bangun. Dia segera membangunkan Fira dan Nesa.
“Bangun guys. Uda mau subuh.” Ucap Ara sambil menepuk – nepuk mereka. Tapi mereka masih saja merem tak menghiraukan Ara. Ara meninggalkan mereka berdua. Segera dia merapikan barang – barangnya dan menuju ke basecamp.
Disana masih terlihat teman – temannya tidur dengan pulas. Lelah jelas terlihat diwajah mereka. Ada yang tidur mojok sambil bertutupan sarung. Ada yang dempet – dempetan bertiga. Ada pula yang tidur telungkup sambil ngiler. Ara tak tega membangunkan mereka. Dia segera beralih ke toilet. SegAra bersih – bersih dan bersiap pulang.
“Mau kemana?” Tanya mas awan.
Mas awan adalah ketua HMJ matematika. Lelaki berbadan tegap dan tinggi. Kukit putih, hidung mancung dan rambut cepak. Kreatif juga pintar. Sungguh idaman para wanita. Tapi sudah ada satu wanita dihatinya.
“Mau pulang kak.”
“Jam segini mau pulang? Sama siapa?”
“Sendiri.”
“Aku antar saja ya? Masih gelap loh sekarang.”
“Gapapa kak, aku sendiri saja pulangnya.”
“Mendingan nanti deh, habis subuh pulangnya kalau ga mau dianter.”
“Kelamaan kak.”
“Serius. Nanti aja.”
“Yah udah jam 3 juga ini. Nunggu subuh masih sejam lagi.”
“Makanya aku antar aja kalo mau pulang sekarang.”
“Kalo pulang sama kakak jam segini takutnya jadi omongan orang nanti.”
“Kalo kamu pulang sendirian jam segini malah bahaya. Gimana kalo ada apa – apa dijalan. Udalah, nurut saja kenapa sih.”
“Yaudah yaudah aku ga pulang.”
Ara melengos. Dia masuk lagi ke dalam basecamp. Segera dia merapikan bekas pekerjaan teman – temannya yang masih terlelap. Tanpa sengaja Ara menyenggol kaki Ken.
“Eh. Ada apa ra?”
“Maaf ga sengaja.”
“Jam berapa ini?”
“Masih jam 3, tidur aja lagi.”
“Oh masih belum subuh ternyata.” Ucap ken sambil mengucek matanya. Sesekali dia menguap.
“Ra, kok kamu uda melek jam segini?
“Iya tadi kebangun. Kan uda hampir subuh. Ga enak kalo masih tidur di mushola.”
“Yang lain uda pulang ya?”
“Kayaknya sih semalem pada pulang.”
“Terus kok kamu ga pulang?”
“Uda ijin kok.”
“Uda biarin aja itu berkasnya. Kamu ga istirahat lagi?”
“Uda kok, gapapa aku beresin dikit lagi. Kalo uda kelanjur bangun ga bisa tidur lagi.”
“Kalo gitu aku tidur lagi ya.”
“Yaudah sana tidur.”
Setelah membereskan berkas yang tercecer, Ara mengambil hapenya. Sambil rebahan dia membua aplikasi chat di hapenya.
“Tidur ya?”
Send.
Read.
“Engga.”
“Loh kok ga tidur?”
“Tadi temen minta ganti jaga. Kamu kok uda bangun?”
“Iya uda hampir subuh.”
“Kangen aku ya?”
“Pede amat.”
“Buktinya kamu chat aku jam segini.”
“Gabut aja sih.”
“Oh jadi chat aku kalo lagi gabut aja nih?”
“Ya mau chat siapa lagi jam segini.”
“Emangnya cuma aku yang bisa kamu chat ya?”
“Jam segini sih, iya cuma kamu.”
“Oh jadi kalo di jam lain chat yang lain gitu?”
“Bisa jadi.”
“Kok ngeselin ya.”
“Biasa aja.”
“Yaudah sana chat yang lain, sapa tau dibales.”
“Oke.”
“Kok oke sih?”
“Ya kan disuruh chat yang lain.”
“Ya tapi kan.”
“Kan aku cuma melakukan yang kamu suruh.”
“Ya ga gitu juga.”
“Terus gimana?”
“Ini beneran kamu apa orang lain sih? Udah seneng di chat duluan. Eh bikin kesel aja dari tadi.”
Read.
“Malah dicuekin.”
“Katanya kesel.”
“Astaga sayang, kamu tuh ya. Deket uda aku uyel – uyel kamu.”
“Btw, kapan kamu pulang?”
“Kenapa? Mau ketemu?”
“Nanya aja.”
“Masih lama. Beberapa bulan lagi.”
“Oh.”
“Aku bener – bener gemes deh sama kamu. Kalo aku turun kapal, kita ketemu ya?”
“Kapan?”
“Ya masih belum tau pastinya. Tapi mau kan?”
“Boleh.”
“Yeay, ntar aku bawain oleh – oleh.”
“Boleh milih ga oleh – olehnya?”
“Minta apa?”
“Oleh – olehnya bawa mertua ke rumah ya. Hahahaha.”
“Seriusan kamu?”
“Becanda. Astaga. Seriusan amat. Masak baru mau ketemu dah bawa mertua sih.”
“Kamu punya pacar?”
“Kenapa?”
“Kok kenapa?”
“Kenapa baru nanya sekarang?”
“Ya karena aku tahu kamu jomblo kan. Hahahaha.”
“Kalo tahu ngapain nanya?”
“Mastiin aja.”
“Oh.”
“Aku boleh telpon ga?”
“Sekarang?”
“Iyalah. Kan nanti kamu sibuk seharian.”
“Boleh.”
Ara segera berjalan keluar ruangan. Ken mengintipnya sebentar, lalu tidur lagi. Ara memilih duduk dikursi depan ruang kelas. Tak lama hapenya pun berdering.
“Halo.” Ucap Ara.
“Assalamualaikum dulu dong.”
“Waalaikumsalam.”
“Jam segini biasanya kamu ngapain?”
“Tidurlah.”
“Kok ini sudah bangun?”
“Ga enak kalo kelamaan tidur di mushola.”
“Iya bentar lagi subuh. Kamu pulang jam berapa?”
“Tadi jam 3 mau langsung pulang. Tapi ga boleh sama kak awan.”
“Yaiyalah ga boleh. Jam segitu kok mau pulang. Bahaya tau cewek pulang sendirian jam segini.”
“Uda rame kok jalannya. Kan banyak yang ke pasar.”
“Ya tapi kan kamu sendirian. Bahaya lah, bener tuh kak siapa tadi?”
“Kak awan.”
“Apa ra?” kak awan menyahut. Ara kaget, hampir saja dia teriak karena melihat buntelan hitam bergerak disampingnya. Ternyata sedari tadi kak awan ada di kursi sebelah Ara. Ara mengelus dadanya, dia kaget hingga deg – deg an kencang.
“Kok kak awan disini?”
“Aku emang disini dari tadi.”
“Oh maaf kak uda ganggu tidurnya.”
Ara segera pindah. Dia berjalan menuju pelataran mushola. Dia menengok kedua temannya. Mereka masih lelap dalam tidurnya.
“Maaf, ada gangguan. Hehe.”
“Kenapa tadi?”
“Aku kan duduk di depan kelas. Eh ternyata disampingku ada ketua HMJ lagi tidur. Padahal tadi dia ngotot mau nganterin pulang, ternyata tidur lagi.”
“Kan bagus dianterin.”
“Bunuh diri namanya kalo dianterin dia. Dikira abis ngapain pulang jam segini dianterin cowok. Ya kali tinggal di kota gede. Ini mah cuma dikampung. Yang ada diomongin ngalor ngidul sama tetangga.”
“Bener juga sih. Yaudahlah abis subuh aja pulangnya. Temenin aku telponan sampe puas dulu ya hehe. Kan nanti ditingal.”
“Astaga, kamu nih aneh – aneh aja sih.”
“Ya gimana dong, kangen.”
“Kangen? Kangen siapa? Ketemu aja belom.”
“Ya kangen kamulah pokoknya.”
“Btw, kerjamu selain berurusan sama oli. Ngapain lagi?”
“Ya ngecek mesin. Kalo ada masalah sama mesin, ya aku yang betulin. Sama temenku juga sih.”
“Emangnya mesin kapal biasanya bermasalah karena apa?”
“Banyak faktorlah. Kadang kalo terlalu panas ya bisa konslet. Atau belum panas bener tapi uda dijalanin. Ya gitu – gitulah. Kalo kamu di kampus ngapain aja?”
“Kemarin sih ngerjain banyak hal. Urus macem – macem barang, nata barang, cek sound, cek dekor, banyak deh.”
“Emang kamu tuh bagian apa kok semuanya dikerjain?”
“Bagian sie repot. Hahahaha.”
“Mending sama aku, kamu ga bakal repot.”
“Halah pret. Ya saling ngisilah sama temen – temen. Mana yang kurang ya dilengkapi. Jalan sama – samalah.”
“Jaga kesehatan ya.”
“Siap.”
“Nanti jangan lupa beli vitamin, sama makanan yang banyak.”
“Nyuruh beli ini itu, mana duitnya? Hahahaha.”
“Mana nomer rekeningmu.”
“Eh engga kok, bercanda aja.”
“Gapapa, seriusan. Kirim sini aku transfer.”
“Ga usah, aku beli sendiri aja.”
“Yaudah nanti uangnya aku ganti pokoknya.”
“Ga usah. Aku bisa beli sendiri. Ada kok uangnya.”
“Ya udah iya. Eh uda hampir subuh ya disana?”
“Iya, bentar lagi subuh disini.”
“Yaudah, sekalian sholat dulu baru pulang. Hati – hati dijalan.”
“Iya. Aku sholat dulu ya. Kamu juga sholat gih.”
“Iya sayang, selamat beraktifitas. Jaga kesehatan ya.”
“Iya.”
“Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Tut.
Telepon tertutup. Ara segera masuk ke mushola dan membangunkan kedua temannya yang masih terlelap disana.
“Fir fira, bangun fir uda hampir adzan nih.” Fira yang emang dasarnya ngebo banget masih saja merem.
“Nes nesa, bangun nes.” Sedangkan Nesa dia langsung duduk sambil nguap. Kemudian dia melemparkan biji salak tepat dijidat Fira.
“Aduh.” Fira mengaduh.
“Bangun woi. Uda subuh nih.”
“Iya iya aku bangun. Sakit tau.”
“Yaudah kalian cepet beres – beres. Palingan bentar lagi uda adzan.” Ara menyela pertengkaran mereka sebelum semuanya menjadi runyam. Bukannya adzan yang kedengeran di toa, malah pertengkaran mereka nantinya.
Ara sampai di rumah tepat jam 05.00. Diparkirkan motornya lalu segera masuk.
“Assalamualaikum.” Ucapnya sambil membuka pintu.
“Waalaikumsalam. Nyenyak tidurnya?” tanya ibunya.
“Lumanyan.”
“Kasur ini bawa aja ke kampus ra, eman – eman ga pernah ditempati.” Sindir ibunya.
“Kan Ara di kampus juga ngerjain tugas buk, ga main, ga macem – macem. Tidur juga ramean kok, di mushola.”
“Iya ibuk percaya. Mandi sana.”
“Siap bos. Masak apa buk? Mau nasi goreng selimut dong.”
“Iya nanti dibikinin.”
“Sekarang aja. Bentar lagi langsung balik ke kampus.”
“Heleh heleh, cah wadon ragil kok yo kampas kampus terus sih.”
(Heleh heleh, anak gadis terahir kok ya ke kampus terus sih.)
“Kan nanti acaranya buk. Ya jelas harus balik ke kampus lah. Yaudah Ara mandi dulu. Nasi gorengnya sekarang ya buk.” Ucapnya sambil berlalu menuju kamar mandi.
Ibunya sudah mempersiapkan bekal Ara. Ibunya sudah hafal. Pasti minta dibungkus. Ada aja nanti alasannya kalau disuruh makan dirumah. Kelamaanlah, takut telatlah, dimakan sama temenlah.
Ara sudah bersiap pergi, bekalpun sudah masuk di tas dengan aman. Setelah berpamitan, Ara langsung menggas motornya menuju kampus.
Di kampus.
Suasana sudah mulai ramai. Para panitia satu persatu sudah hadir. Membagi tugas – tugas dan segala persiapannya. Ara tersenyum pada mereka dan melewatinya begitu saja.
“Guys, ayo sarapan.” Ucapnya pada teman – temannya yang tidak pulang karena lokasi rumahnya cukup jauh dari kampus.
Mereka sarapan, menyela sibuknya berkas dan peralatan yang wajib dibagi per ruangan. Tangan, kaki, mulut dan mata mereka bekerja bersamaan. Dengan mulut yang masih mengunyah nasi goreng buatan Ibu Ara, mereka juga merapikan berkas dan segala persiapannya. Bisa dibilang, sarapan nyuri – nyuri.
Di gedung acara.
Banner dengan ukuran 8 x 12 meter itu terlihat begitu megah. Sound system pun menggema dengan merdunya. Kursi para tamu undangan dan kursi peserta berjajar rapi. Ada beberapa kudapan di atas meja untuk para tamu. Mimbar dengan mic yang siap menyalakkan suara semangat. Juga kolam lempung hasil karya Ara dan teman – temannya. Ikan – ikan kecil berenang didalamnya.
Pukul 07.30.
Panitia begitu sibuk mengurus registrasi peserta. Menyerahkan Id card dan peralatan tulis. Mengarahkan mereka masuk dan duduk di kursi peserta.
08.00.
6 orang penari yang mempersembahkan tari piring begitu memukau. Indah dan sangat luwes. Lalu acara dibuka dengan dipukulnya gong sebanyak 3 kali pukul
Gong. Gong. Gong.
Acara resmi dibuka. Peserta berhamburan menuju ruang kelas untuk olimpiade mereka masing – masing.
Sementara peserta mengerjakan soal, para guru pembimbing diarahkan untuk mengikuti acara seminar di gedung. Selain untuk mengisi kekosongan waktu, hal itu juga mengantisipasi agar guru tidak berkeliaran disekitar kelas.
Siang itu begitu melelahkan, Ara dan teman – temannya sangat sibuk hingga tak sempat mengisi perut lagi. Beruntung tadi pagi sempat menyuap beberapa sendok nasi goreng buatan Ibu Ara.
Peserta telah keluar dari ruang olimpiade. Mereka berlarian menuju guru dan orang tua mereka. Dengan antusias mereka bercerita tentang soal yang telah mereka kerjakan. Ada juga peserta yang langsung berlari ke stand makanan dan minuman. Sepertinya mengerjakan soal olimpiade begitu menguras tenaga dan menjadikannya dahaga.
Sementara Ara dan teman – temannya sibuk menyerahkan lembar jawaban dan mengawal pengoreksian itu dengan ketat. Tempat untuk pengkoreksian lembar jawaban atau disebut ruang Tim Koreksi, sengaja diposisikan di tempat yang jauh dari jangkauan para peserta. Mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan.
14.15
Semua lembar jawaban telah selesai dikoreksi. Nilai juga sudah diinput dan langsung di print. Tim koreksi segera bersiap memberikan hasil kepada ketua panitia. Ketua panitia segera mengeceknya dan segera mengumumkannya.
Master of ceremony sudah mempersilahkan padanya untuk mengumumkan hasil babak penyisihan. Ketua panitia segera naik ke mimbar dan mulai berbicara
“Tes. Tes. Satu, dua, tiga. Yang disana jangan makan cilok saja.” Ucapnya bernada pantun. Sontak seluruh ruangan tertawa terbahak – bahak. Dia menunggu sampai tawa mereka mereda, lalu melanjutkan lagi
“Bagaimana adik – adik, mudahkan soalnya tadi?”
“Suliiiiiiiit.” Teriak para peserta.
“Wah sulit ya? Kalau gampang namanya latihan dik, bukan olimpiade. Hehe.”
“Hahahahaha.” Peserta tertawa.
“Hasil babak penyisihan sudah ada ditangan kakak. Mau dibacakan?”
“Mauuuuuuuu”
“Dibacakan besok ya?” Ucapnya menggoda.
“Sekaraaaaaaang.”
“Baiklah baiklah, dengar baik – baik ya. Kakak tidak akan mengulang pengumumannya. Jadi letakkan dulu ciloknya, bakpaonya, es nya. Aduh kakak ngiler nih lihat makanan kalian.”
“Hahahaha”
“Oke baik. Kakak akan umumkan. Siapa saja yang lolos masuk babak semifinal. Nama – namanya adalaaaaaaaah.”
Semua tenang. Tak ada suara sedikitpun. Mempengaruhi anak – anak memang sangat mudah. Mereka akan lebih mudah diatur daripada yang sudah SMP – SMA. Biasanya anak – anak remaja itu akan jaim dan cenderung diam tak bersuara.
“Kalian bisa lihat di papan pengumuman. Sekian dan terimakasih.”
“Huuuuuuuuu.” Seru anak – anak sambil berlari menuju papan pengumuman.
***
Lega, babak penyisihan hari itu selesai dengan lancar. Berharap hari esok akan bisa lancar juga. Acara selesai. Tapi para panitia masih sibuk menyiapkan segala hal untuk babak semi final dan final keesokan hari. Ara dan teman – temannya puas akan keberhasilan hari itu. Semua lancar tanpa kendala. Tapi mereka belum bisa pulang. Masih banyak yang harus dilakukan.
“Persiapan untuk besok sudah beres?” tanya Nesa.
“Sudah nes, tadi sudah aku cek. Tinggal distribusi aja besok pagi ke panitia pengawas ruang kelas.” Jawab Ara.
“Hadiah sudah disiapkan?” lanjutnya.
“Coba tanya fira. Tadi dia sibuk nyari figura buat ganti yang dia injek kemarin.”
“Apa?” Nesa kaget mendengar penjelasan Ara. Ara lupa, dia seharusnya tak memberitahu nesa. Bisa panjang urusannya jika Nesa tahu. Dan sekarang dia sudah tahu.
Bersambung.