Terjatuh Tapi Tak Luka

1128 Kata
Kamar yang rapi cantik bernuansa peach berkombinasi putih tampak indah terlihat. Seorang wanita masih tertidur pulas di atas nakasnya. Ada sebuah kalender duduk di atas meja samping tempat tidur, lingkaran hitam di tanggal yang nampak jelas tulisan hari ke 365 adalah tanda yang dibuat Jenifer hari di mana dia lepas tugas sebagai seorang istri. Dia digugat cerai oleh mantan suaminya atas tuduhan yang tidak pernah dia lakukan. Hingga perceraian benar-benar terjadi pada hubungannya. "Kak Jen. Cepat bangun!" teriakan Nia di balik pintu terdengar keras. Teriakan dan ketukan pintu membuat Jenifer menggeliat bangun dari tidurnya. "Kenapa anak ini tidak pernah membuat hidupku tenang?" keluh Jenifer. "Kak Jen, antar aku jemput Yoga!" teriak Nia lagi. "Dia suamimu untuk apa aku harus ikut menjemputnya?" gerutu Jenifer. "Buka dulu pintunya, aku lapar ini!" Meski malas, Jenifer tetap turun dari atas tempat tidur berjalan hendak membukakan pintu. Terlihat Nia menatap kesal pada kakaknya yang masih kusut padahal matahari sudah berada di atas kepalanya. "Cepatlah, kita sudah terlambat!" Nia menarik tangan kakaknya masuk ke dalam kamar mandi. Jenifer hanya patuh kosong masuk kamar mandi. "Tidak boleh lama-lama." "Setelah nikah, Kau semakin brisik," balas Jenifer berbalik hendak mandi. Nia hanya tersenyum mendengar keluhan kakaknya, dia memperhatikan kontrakan yang baru saja 2 hari di tempati Jenifer. "Dia tetap mencintai kebersihan," ucap Nia merasa nyaman duduk di atas kasur sang kakak. Sebuah pesan masuk membuat Nia bergegas membuka ponselnya. Dia tersenyum saat Yoga mengabar dirinya sudah hampir sampai di bandara. Suaminya juga mengajak Nia untuk bertemu di restaurant saja sekaligus memperkenalkannya dengan teman kerja Yoga. "Kak, cepat!" teriak Nia lagi. Jenifer keluar dengan handuk melingkar di tubuhnya, dia berjalan melihat Nia sedang memilih pakaian untuk dikenakan kakaknya. "Sudah punya suami masih haruskah pinjam bajuku?" "Ini bukan untuk aku, tapi Kau yang pakai," balas Nia masih memilih beberapa pakaian. "Untuk aku pakai sampai membongkar isi lemari?" tatap Jenifer kesal. Baru kemarin dia merapihkannya, sekarang dengan mudahnya Nia membongkar tanpa rasa bersalah. "Ini saja, Kau cantik dengan ini. Aku pernah melihat di acara lamaran," ucap Nia mencocokan stelan baju kedepan tubuh kakaknya. "Hanya jemput suamimu tapi aku harus serapih ini?" tanya Jenifer. "Cepat pakai!" Nia mendorong Jenifer untuk segera memakai pakaiannya. Dia tersenyum puas saat kakaknya yang putus cinta menjadi seorang penurut selalu melakukan apapun yang dia minta. Biasanya sangat sulit bagi Nia dengan keras kepala kakaknya apalagi mengatur-atur style pakaiannya. Jenifer tidak bertanya lagi kenapa adiknya memaksa dia untuk ikut keluar sambil menjemput suami adiknya. Dia hanya tahu, Nia sedang berusaha menghiburnya termasuk mengajaknya untyk tinggal di kota tanpa mengingat masalahnya yang sudah menjadi luka di hati. Perceraian yang tidak jelas alasannya membuat Jenifer mengurung diri, keluarga yang tidak memihaknya malah menyalahkan dia yang tidak becus menjadi seorang istri. Hanya Nia sang adik yang selalu berusaha menyemangatinya, cinta pertama yang begitu besar Jenifer tumpahkan untuk Bara, sang mantan suami yang tiba-tiba saja menceraikannya tanpa alasan jelas. Keduanya sudah dalam perjalanan kali ini, Jenifer merasa ada yang salah ketika jalan yang di tuju bukan ke bandara melainkan mereka datang ke sebuah restaurant mewah dimana hanya ada kalangam elit yang berkunjung. "Restaurant Jepang begini, apa muat di mulutmu?" ejek Jenifer. "Makanya Yoga ngajak kita ke sini Kak," balas Nia. "Kakak kira Kamu jemput dia di bandara?" "Yoga sudah bersama temannya, makanya dia nyuruh aku jemput dia di sini saja. Sambil nyicip makanan mahal," jelas Nia bersemangat. Terlihat jelas, Nia juga baru pertama masuk restaurant elit itu. Sepanjang perjalanan masuk setiap lorong restaurant terkenal dia mengagumi pemandangan dan dekorasinya. Jenifer hanya mengikuti langkah kaki adiknya, dia merasa jauh lebih baik setiap kali berhadapan dengan adiknya yang tidak pernah absen pertanyaannya. "Ga, ini aku sudah sampai?" Jenifer melihat Nia yang bicara dengan suaminya di telepon. Dia juga tidak memungkiri dekorasi mewah restaurant itu hingga Nia menarik tangannya untuk memasuki lift naik ke lantai atas. Nia sempat khawatir kakaknya akan menolak ajakannya, tapi ternyata dia tahu setiap kali putus cinta, Jenifer akan menuruti apapun yang di katakan orang lain tanpa protes. Dia juga tidak akan menolak ajakannya. "Yoga sudah ada di lantai atas, dan memesan meja," ucap Nia. Jenifer hanya mengangguk, dia tahu Nia berusaha menghiburnya untuk melupakan rasa sakit yang menjalar selama ini. Padahal dari kemarin, dia sudah memutuskan untuk melupakan semuanya tentang masa lalu jika sudah menginjak hari ke 365 untuk melupakan mantan suaminya. Pintu terbuka, sudah ada dua pria menyambut kedatangan mereka. Nia berpelukan rindu dengan suaminya, seorang pria lagi berdiri bersalaman sapa dengan Nia termasuk Jenifer. "Sayang, aku kangen sekali sama Kamu!" seru Nia duduk di samping Yoga. "Aku hanya pergi dua hari berasa sangat lama, Sayang," balas Yoga. Jenifer menggelengkan kepala mendengar perbincangan sepasang suami istri baru itu. Dia melihat menu makanan di atas meja yang asing baginya. "Oh ya Dim, ini kenalkan kakak aku namanya Jenifer!" Nia memperkenalkan kakaknya pada Dimas yang mengangguk. "Senang berkenalan denganmu." Dimas mengulurkan tangan untuk berkenalan. "Jenifer," angguknya. "Restaurant ini juga rekomendasi Dimas, Kak. Makanya Yoga ngajak kita kesini," ucap Nia menyanjung. Tidak ada tanggapan dari Jenifer begitupun Dimas, Nia hanya menikmati makanan bersama dengan Yoga. Dunia tentang cinta pengantin baru hanya dirasakan mereka saja dan yang lainnya hanyalah penonton yang merasa terpaksa harus melihatnya. "He, Dim. Bagaimana dengan usahamu, apa masih ada tempat untuk Kakak aku bekerja disana?" tanya Nia. "Hmm," angguk Dimas. "Kerja?" Jenifer bertanya. "Iya, kalau ada ajak Kakak aku saja. Dia sudah cari kerjaan kemana-mana tapi masih belum ada yang cocok," ucap Nia lagi tidak menghiraukan pertanyaan kakaknya. "Datang saja ke perusahaan, aku akan merekomendasikannya," ucap Dimas. "Kalau boleh aku merekomendasikan istri apa bisa?" canda Nia. Jenifer tertegun mendengarnya, Dimas hanya tersenyum menanggapi ucapan Nia. "Sayang, kita tidak ke arah sana," sambung Yoga memecah kecanggungan suasana dari pertanyaan Nia. "Kalau boleh halalkan saja, Dim!" ucapan Nia semakin meracau membuat Yoga menutup mulut istrinya menggunakan makanan hingga tidak sempat bicara lagi. Jenifer menatap tajam Nia yang menyadarinya. Dia tidak percaya tujuan adiknya kesana adalah untuk maksud yang lain bukan menjemput Yoga. "Apa sudah selesai? Aku sudah bisa pulang lebih dulu," tanya Jenifer merasa tidak berselera tinggal. "Makanannya enak Kak, kenapa tidak habiskan saja dulu?" balas Nia. "Aku akan menghabisimu jika bicara lagi," tatap Jenifer. "Kakak bisa pulang di antar Dimas ya?" pinta Nia. "Mungkin aku harus mengunci rapat kontrakanku kedepannya," tatap Jenifer lagi. Nia menyadari jika Jenifer sudah tidak bisa dia kendalikan. "Kak, aku belum bisa pulang mengantarmu. Biar Dimas saja yang antar ya?" bisik Nia memohon. Jenifer masih diam menoleh ke arah Dimas yang masih terlihat tenang meski Nia meracau tentang mereka. "Kamu tidak salah menyuruh orang kantoran begitu mengantarku?" balas Jenifer. "Dia teman Yoga, tidak akan macam-macam!" tambah Nia. "Kau meracau, aku akan pulang naik bus saja." "Dimas juga harus kembali, dia bisa sekalian antar Kakak," sambung Yoga. Jenifer merasa canggung, dia tidak berani menerima juga menolaknya. Dimas berjalan lebih dulu dari Jenifer setelah berpamitan di ikutinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN