Maung Kantor

1894 Kata
Merasa sedikit tenang karena Prakoso sedang ada diluar Negara, jadi Papahnya juga tidak mengganggunya lagi. Mikha menghabiskan akhir pekan di apartemennya sendirian, sambil melamunkan bagaimana jika dirinya mendapatkan masalah karena telah memperkosa bosnya sendiri. TING TONG! Suara bel mengganggunya, Mikha segera memunguti pakaiannya karena sedang bertelanjang. Dia membukanya dan kaget. Itu Sonya dan anaknya; Nura. “Ngapain kalian kesini?” “Adik kamu mau ketemu kakaknya. Emang gak boleh?” bertanya sambil melangkah masuk dan menabrak bahu Mikha. “Kakak, Nura mau minta barang yang kakak endors semalam. Yang videonya baru di upload ituloh. Ada gak ya?” Tanpa tahu malu dia masuk ke dalam apartemen, Sonya mencari sesuatu di dapur sedangkan Nura pergi ke kamar Mikha. “Heh! Lu mau ngapain?! Enak aja masuk ke kamar gue!” “Kan udah bilang kalau Nura mau barang yang kakak pake. Apasih namanya? Sunscreen spray ya?” “Itu video lama, baragnya udah gak ada.” “Ihhh kok gitu? Aku mau loh, Kak!” “Keluar dari kamar gueee!” teriak Mikha kesal dan menarik rambut Nura, membuat adiknya menjerit hingga Sonya datang kesana dan memukul punggung Mikha. “Aww!” “Jangan kasar sama adik kamu, Mikha. Ibu udah berusaha buat baik ya ke kamu.” “Kalian itu gak punya sopan santun, datang seenaknya kesini terus minta-minta hah?” Untungnya diwaktu bersamaan, Vita datang dan mendengar suara teriakan. Dia langsung memahami keaadan Mikha dan langsung pergi ke kamar. “Heiii, mohon maaf semuanya. Mikha ada acara dulu, saya harus bawa dia pergi.” “Siapa kamu?” “Saya managernya, Bu. Permisi ya, saya mau bawa Mikha siap-siap.” “Ibuuu…,” rengek Nura. “Mau sunscreen yang kayak Kakak juga, Buuuu…” “Yaudah beli aja ayok. Kita laporan ke Papa kamu kalau Kakak kamu itu gak punya belas kasihan.” Mikha mengacungkan jari tengah yang langsung disembunyikan oleh Via. “Jangan gitu, nanti mereka laporan ke Bokap lu.” “Mbak ngapain kesini?” “Mau ngajak lu refreshing lah. Kemaren malam lu dibawa sama si Prakoso, pasti pusing kan?” “Banget, tapi gue lagi males keluar.” “Ayolahhhh… ada café yang mau minta lu endors, di post di feed instaagram doang. Nanti kita makan siang gratis sama dapet duit. Nanti kalau udah kerja kan lu sibuk, Mikha… Yuk.” Vita menarik Mikha ke walk in closet, memaksanya berganti pakaian dan membawa keluar dari apartemen. Saat keluar dari mobil, Mikha langsung memasang wajah segar. Tidak mengantuk seperti sebelumnya. Dia tampak bersemangat, karena itulah yang harus dia lakukan sebagai public figure. Apalagi banyak orang mengenali dan menyapanya. “Iya hallo juga… hehhehehe.” “Baguslah lu masih waras.” “Yakali gue rubuhin image yang gue bangun sendiri, Mbak,” ucap Mikha kesal. Café tampak ramai karena hari sabtu, beberapa orang mengajaknya berfoto bersama. Mikha mendapatkan pelayanan terbaik, semua menu andalan dikeluarkan. “Terima kasih sudah mau menerima penawaran kami, Kak.” “Saya juga suka makanan yang manis-manis. Jadi semangat banget ke café ini ya.” “Nanti boleh minta di post di story juga ‘kak?” “Tergantung rasa ya, ekspresi saya gak bisa bohong soalnya.” Karena Mikha akan merekam dirinya sendiri yang sedang makan. “Kak Mikha, boleh minta foto?” “Ih, aku pengikut kakak di tikotok lohhh, walaupun akun kakak masih baru tapi banyak followersnya termasuk aku. Boleh foto terus aku bikin jedag jedug?” “Hai, aku penggemar kamu, Kak Mikha.” Begitulah beberapa orang yang mendatanginya. “Nanti kalau lu udah mulai sibuk kerja, bakalan susah yang kayak gini.” “Atur aja waktunya, Mbak. Lagian gue juga tetep butuh pemasukan. Tapi harus imbang sama duitnya sih. kalau live doang kayaknya masih bisa.” Ketika sibuk membicarakan jadwal Mikha ke depannya, focus mereka teralihkan oleh suara gelas pecah. Seorang wanita melemparnya ke lantai. Sambil menghadap pria yang duduk dengan wanita lainnya. “Tega kamu ya! sampai tidur sama perempuan ini disaat anak-anak kamu kesakitan dirumah! Kamu malah seneng-seneng!” “Jaga ucapan kamu!” “Kenapa emangnya?! Kamu pikir aku gak tau kalau kalian pesen motel yang deket kali itu hah?! Kamu tega abai ke anak-anak gara-gara perempuan ini hah?!” si istri sah tampak marah dan mengambil botol kaaca di meja sebelah kemudian memukul kepala selingkuhan suaminya. “Aaaaaa!” Mikha menjerit kuat membayangkan itu adalah dirinya. “Mau pulanggg!” teriaknya syok. **** “Mikha lu kenapa sih?!” Vita sampai menepuk punggung Mikha yang berjalan dengan tatapan kosong. “Mikha?!” “Gak papa, gue Cuma mau istirahat. Besok gue mau tidur seharian ya, Mbak. Buat jadwal upload video udah gue kasih bahannya sama admin.” “Okedeh. Lu harus persiapan ya buat magang?” “Iya.” Singkatnya Mikha takut dirinya harus berurusan dengan istri sahnya Jack. Sampai di apartemen, Vita memutuskan untuk membuatkan makan malam dulu. “Seenggaknya biarin gue disini sampai malem ya.” “Bolehlah.” Mikha juga perlu pengalihan, mereka makan malam sambil menonton TV bersama. “Mbak, kenapa gak Netflix-an aja sih?” “Bentar, hari ini belum nonton berita. Laki gue itu selalu update tentang apapun, gak mau kalah ini.” Untung saja makanan buatan Vita enak, jadi Mikha menikmatinya. Berita tentang mahasiswa berprestasi, Mikha jadi iri dengan sahabatnya; bernama Angkasa. “Si Angkasa bisa lulus lebih cepet, mana dia nikah sama Bintang. Ditambah tiga bulan lalu punya anak kembar tiga.” “Kan lu juga mau nikah muda, pasangannya aja yang tua.” “Asuu deh lu, Mbak.” Vita tertawa. “Eh lihat itu, Mikha. Ada selebtok yang… meninggal dibunuh sama istri sah pacarnya. Heuhhh! Aneh sih, harusnya nggak usah jadi simpanan.” Tubuh Mikha menegang. “Dilaporkan selebtok Nida Nuraisa ini hilang seminggu sebelum tubuhnya ditemukan dipotong-potong.” “Aaaaa!” “Mikha lu kenapa sih?!” Sampai keesokan harinya, Mikha tetap ketakutan. Semalaman tidak bisa tidur dan baru terlelap saat dini hari. Sialnya Mikha memimpikan dirinya disiksa oleh seorang perempuan karena telah tidur dua kali dengan Jack. “Tidaakkkkk!” dia berteriak begitu membuka mata. “Hiks… mamakkkk! Udah kayak pemeran film Indosair aja kalau mimpi buruk sampe teriak gini.” Saking frustasinya, Mikha malas memasak. Membuka ponsel pun tidak mau, jadi dia harus pergi ke depan mencari makan. Dia sedang ingin bubur. “Bintang?” “Eh? Kak Mikha?” perempuan itu ada disana bersama dengan Angkasa. “Kakak, matanya kenapa item gitu? Kakak salah pake merk skincare kah?” “Bukan, Bintang… hiks… aku mimpi buruk hueee…” memeluk Bintang dan terisak disana. “Mimpi kenapa, Kak?” Bintang tampak panik disana dan menatap suaminya yang selesai memesan. “Minggir, Mikha. Gue mau pulang sama bini.” “Tega banget lu, lagi mau ngadu nasib sama Bintang juga,” gumamnya kesal. “Bukan gitu, Kak Mikha.” Bintang jadi merasa tidak enak. “Gak papa, sana pulang aja. Kasihan kan si kembar? Kapan-kapan aku mau maen deh kesana ya?” Mikha menyeka air matanya. “Katanya kalau deket sama orang baik, kita bakalan terlindung dari marabahaya.” Bintang hanya terkekeh hambar, tidak tahu harus menjawab apa. Yang pasti dia melihat Mikha yang sedang tertekan. Tapi karena apa? *** “Iya, Pah. Kami masih komunikasi, orang dia juga sibuk kerja di luar Negara sana. Udah deh, Mikha mau magang dulu.” menutup panggilan Faris. Ini hari pertamanya di kantor perusahaan Millers INC. Mikha diberikan id card oleh sang resepsionis. Dia berada dibagian desain yang relevan dengan jurusannya. Mikha mengdarkan pandangan, dia harus apanih? “Anak magang?” tanya seorang wanita blasteran. “Iya, Bu.” “Kamu di team desain, meja kamu disana. Dan saya ketua divisi team ini, kamu kerja dibawah saya.” Mikha segera mengulurkan tangannya. “Saya Mikha, dari Universitas Thribhuana.” “Saya tau, jarang banget nerima anak magang. Jadi karena kamu yang pertama, kamu harus bisa ikuti langkah. Orang yang ada disamping meja kamu yang akan kasih arahan. Sisanya kamu harus siap dengan permintaan bantuan dari semua anggota team.” “Baik, Bu.” Ternyata fakta dirinya menjadi selebgram tidaklah berguna. Sehari di tempat ini, Mikha sudah dibuat lelah dengan permintaan bantuan dari setiap orang di team tersebut. Mikha tidak bisa focus mengerjakan satu hal, “Mbak Mikha, tolong fotocopy ini ya. sekalian kalau mau kamu bisa bawa kopi dari dapur.” Tidak ada intimidasi ataupun senioritas, mereka sangat professional dalam bekerja. Tapi di mata Mikha, dia melihat orang-orang itu tidak punya rasa lelah. “Haduhhhh… baru juga sehari,” ucapnya ketika makan siang. Untungnya menu makan siangnya seimbang dengan semua kelelahan ini. “Enak kan makan siangnya, Mbak?” “Ih manggilnya Mikha aja, Mbak. Biar lebih nyaman,” ucapnya pada pegawai tetap disini. “Emang enak banget, sampai saya mau nambah lagi.” Mikha makan dengan porsi makan yang besar, itu membuat beberapa orang yang mengenali Mikha jadi tertarik. Saat Mikha naik ke dalam lift, dua perempuan mengikuti. “Mikhaila, saya penggemar kamu.” mereka memperkenalkan diri dan dari divisi mana. “Saya lihat kamu tadi makan banyak, apa gak bikin gendut?” “Saya sering olahraga, Mbak. jadi seimbang semuanya.” “Yang saya suka itu pantatt kamu, kok bisa bulet gitu?” “Iya? Ini juga salah satu kebanggaan saya, Mbak. Panttat sama daada,” ucapnya sambil memegang kedua buah miliknya bersamaan dengan pintu lift yang terbuka. Ada Jack disana! sial! “Tuan Jack.” Dua orang lainnya langsung menunduk. Mikha bingung. “Om… eh, Tuan Jack,” ucapnya ikut menunduk hingga belahan daadanya terlihat. “Tuan, liftnya sudah berjalan normal. Mari pindah ke lift yang itu.” Liam mendekat pada Jack. “Ayok.” Tatapannya terpaku sesaat pada tubuh Mikha, kenapa dia datang ke kantor dengan bentuk tubuh yang tercetak jelas? Jack pusing melihatnya, sementara Mikha pusing karena pekerjaan yang banyak dan juga takut dengan istrinya Jack. “Capeeee…,” gumamnya saat harus berada di depan laptop saat jam menunjukan pukul 5. Mereka memilih lembur untuk menyelesaikan pekerjaan, Mikha masih punya malu dan tetap bertahan disana. “Ahhh akhirnya bisa pulang,” ucapnya saat berada dalam lift. Orang-orang yang bekerja disini sungguh luar biasa, kebanyakan dari mereka memilih menyelesaikan dulu kerjaan meskipun menambah jam. Mikha yang tidak terbiasa itu sampai berjalan sempoyongan ketika di lobby. Jack yang sedang duduk di sofa, dia menunggu supirnya membawa mobil dari parkiran. Matanya menangkap Mikha yang memejamkan mata sambil melangkah lemah. Tahu kalau perempuan bohayy itu akan pingsan, Jack segera mendekat. HAP! Dia menangkap Mikha tepat sebelum jatuh ke lantai. “Ung? Sorry, gue pu- Akhhhhh!” teriaknya saat melihat Jack, Mikha langsung mendorongnya hingga Jack kaget dan melepaskan tubuh perempuan itu. BRUK! Sampai tubuh Mikha terbentur lantai. “Ada apa?” tanya Jack kesal, dia menunduk hendak membantu lagi. “Arrghhhhh!” Mikha malah menjerit semakin kuat. Barulah dia sadar kalau banyak karyawan yang belum pulang dan menjadikannya pusat perhatian, mana dirinya terlentang dan berteriak histeris. Ini akan membuat image selebgramnya langsung hancur! Yang terlintas dikepalanya sekarang adalah… “Aing maungggg!” teriaknya menutupi rasa malu. “Rawrr!” Pura-pura kesurupan adalah jawabannya. Jack mengerjapkan matanya dan menghela napas dalam. “Aingg maunggg!” teriaknya panik saat Jack kembali mendekat. Pria itu dengan mudahnya mengangkat tubuh Mikha di bahu kanannya. “Tetangga saya temannya Limbad,” ucap Jack pada karyawan yang menatap heran, berjalan santai membawa Mikha yang kembali berteriak histeris. “Akkhhh! Lepasss! Aing mau lariii! Lepass!” dengan wajah panik saat dibawa masuk ke dalam mobil.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN