Berusaha Sadar

1793 Kata
Mikha berdecak dan menatap heran pada Jack. “Kemaren juga pernah liat kan? Ngapain sekarang bengong gitu?” Dalam setengah sadar, Mikha juga kesal karena terus diabaikan. “Mau mandi aja deh.” Berdiri dengan tubuh yang masih lemas. Sepersekian detik, Jack menarik tangannya dan mendorongnya ke atas ranjang. Dia menindih tubuh Mikha dan langsung melahap buah daadanya. Mikha memekik kaget, tapi pada akhirnya dia mendessah kuat juga saat tangan Jack bermain dibawah sana. Kepalanya pening, tubuhnya terasa panas dan menginginkan sentuhan lebih dari Jack. Pinggulnya ikut bergerak ketika jemari itu masuk menusuk. “Diem, Mikha,” ucap Jack mensejajarkan wajah keduanya. “Buka mulutnya.” “Aaaa…” Mikha sampai menjiilati jempol tangan Jack yang merangkup pipinya. Membuat pria itu terkekeh. “Sial,” umpatnya menyatukan bibir keduanya. Tubuh mereka berdempetan, Mikha merasakan daadanya ditekan kuat. Terasa panas dan juga geli karena tubuh Jack memiliki banyak bulu. Begitu merasakan sesuatu yang keras dibawah sana, Mikha langsung menunduk. “Eungghh?” “Kenapa, sebelumnya juga muat.” Jack menekan di depan mata Mikha hingga perempuan itu menyaksikan sendiri bagaimana mereka bisa satu tubuh. “Angghhh!” tubuhnya melengkung hingga Jack bisa menggigit ujung daadanya sambil tersenyum miring melihat Mikha yang menahan ngilu. “Kegedean… anghhh… bentar… kempesin dulu… angghhh gak suka.” “Kempesnya kalau udah keluar nanti.” Jack menekan semakin dalam. Pikiran Mikha terasa kosong, kedua tangannya meremat bantal. Buku jarinya sampai memutih saat semuanya berhasil masuk. Sesak dibawah sana. sampai Mikha bisa merasakan tubuhnya ikut tertarik ketika Jack mengeluarkannya lagi setengah sebelum menghentak kuat. Melihat pemandangan dibawah sana, membuat Jack semakin menggila. Efeknya, Mikha terhentak-hentak dengan suara yang parau. “Waitt! Waittt!” mikha bahkan tidak diberi kesempatan menikmati pelepasannya. Jack bererak lebih cepat sampai napas Mikha terengah-engah. Menyadari itu, Jack langsung menariknya untuk bangun dan duduk di pangkuannya. “Napas, Mikha… napas…” “Hah… hah… hahh…” terengah-engah dan membuang napas kuat sampai rambut Jack bergerak. Serasa mendapatkan angina Himalaya, untung napas Mikha wangi. Jack maalah candu dan inin melahap lidahnya. Malam itu, Mikha benar-benar dibuat lelah oleh Jack. Lebih baik dari malam sebelumnya karena Mikha tidak sesensitive ini dan cepat tumbang. “Tahan lama juga obatnya,” gumam Jack melihat Mikha yang masih kuat menopang tubuhnya yang sedang membungkuk. Perut Mikha terasa penuh, Jack tidak mengeluarkan miliknya ketika mendapatkan pelepasan. Rasanya lengket dibawah sana, dengan bunyi caabul yang membuat tubuh Mikha terasa lebih panas. Hingga menjelang dini hari, Mikha akhirnya terlelap dalam dekapan Jack. Sementara itu, Prakoso yang pingsan terbangun. Melihat keberadaannya yang masih terkapar di dalam koridor kamar. “Anda sudah bangun, Tuan Prakoso?” seorang pelayan bertanya. “Hah? Kenapa gak ada yang bantu saya?” “Saya baru saja tiba untuk memastikan kondisi bapak. Ajudannya Tuan Jack berkata kalau dia mabuk dan tidak sengaja memukul anda. Maka dari itu, dia mengirimkan sejumlah uang sebagai gantinya.” Melihat uang di kasur membuat Prakoso langsung tersenyum seketika. “Eh, perempuan yang datang bersama saya itu kemana?” “Dia pulang, Pak. Jika bapak berkenan, hotel kami menyediakan jasa pijat jika pinggangnya sakit.” “Perempuan atau laki-laki yang pijitnya?” “Perempuan, Pak.” Prakoso semakin senang, dia merebahkan dirinya di atas tumpukan uang. “Suruh dia kesini.” Tidak mempedulikan Mikhaila lagi, dia akan bersenang-senang sendirian disini. Sang pelayan keluar dan kembali ke loby untuk menelpon Liam yang ada di salah satu kamar hotel. “Tuan, saya sudah melakukan apa yang anda inginkan.” “Bagus, sudah dapat perempuannya?” “Iya, anda meminta pekerja s*ks jalanan kan?” “Ya, kasih dia yang kayak gitu.” Karena tugas Liam adalah menuruti keinginan Tuan Besarnya. *** Jack yang bangun pertama kali saat merasakan daadanya sesak. Baru sadar Mikha ini tidur di atas tubuhnya. Semalam Jack sudah memakaikan baju dan membersihkan tubuhnya saat Mikha tidak sadarkan diri. “Eunghhhh…” perempuan itu menguap dan bangun menduduki Jack yang masih terbaring. Mata mereka saling menatap sejenak. “Loh, tumben udah bangun?” tanya Mikha dengan santai, melihat tubuhnya yang sudah mengenakan pakaian. “Om yang pakein.” “Menyingkir dari tubuh saya. Kita harus segera pergi.” “Emang kenapa?” Mikha yang kebingungan itu malah focus menggaruk daadanya yang terasa gatal. “Ih Om ini pakein aku merk apa sih? kok iritasi gini.” Tanpa tahu malu, dia membuka kancing kemeja dan mengeluarkan buah daadanya. “Ujungnya merah.” Telinga Jack terasa panas, padahal jelas Mikha ini tidak berniat menggodanya. “Itu karena kamu berkeringat semalam. Saya Cuma lap kamu aja, sekarang kamu harus mandi.” “Aaaaa!” Mikha menjerit saat Jack mengangkat tubuhnya, diturunkan saat sudah di kamar mandi. “Coba mandi lagi, bajunya ada di laci.” BRUK! Menutup pintunya kencang, Jack mengetatkan rahangnya. Sialan sekali dia melihat pemandangan menegangkan itu di pagi hari. Mikha menelan salivanya kasar. “Lu ngapain sih?” gumamnya merutuki diri sendiri. “Dia boss di tempat magang, bukan cowok bayaran.” Dipikiran Mikha, masih teringat Jack sebagai laki-laki bayaran hingga dia bisa bertingkah seenaknya. Tapi siapa yang tidak tertarik dengan pria bertubuh besar seperti Jack yang memberikan pengalaman indah pada Mikha. Tapi dia ingat kalau mereka seperti itu karena kesalahan juga. “Ck, tau ah. Males debat sama diri sendiri,” gumamnya keluar hanya memakai celana dalam dan kaos pendek saja. “Kenapa kamu gak pake celana?” Jack melotot. “Anu… punya saya sakit. Semalem kegeseknya agak kasar, jadi gak mau pake celana. Lagian…. Om kan udah pernah liat ‘kan?” Jack memijat keningnya. “Duduk, kamu pasti lapar.” “Lapar sih enggak, Cuma lemes soalnya semalem sampe diteken terus di perut kerasa tetednya.” Mikha menatap Jack yang menatapnya datar. “Itu fakta ‘kan?” “Kamu udah tahu ada kesalahan waktu di klab kan?” “Hmmm… saya salah masuk kamar ‘kan?” “Dan kamu juga sadar yang terjadi semalam ‘kan?” Mikha kembali mengangguk pelan, memang dia yang menawarkan diri karena gairah yang tiba-tiba saja sudah di ubun-ubun. Dia menikmati keduanya kok. Kalau boleh jujur, Mikha tertarik pada Jack. Tapi tertampar dengan kenyataan. “Makasih udah bawa saya pergi dari aki-aki peot itu. dan saya minta maaf untuk malam sebelumnya.” “Jadi kamu tunangan sama Prakoso?” “Dijodohin Ayah saya, dia punya banyak utang.” “Bukannya kamu selebgram yang bisa menghasilkan uang banyak?” “Belum sebanyak itu juga kali,” ucapnya mulai menusuk daging dan memakannya. Mikha menghela napasnya dalam, apa yang akan dia lakukan dengan Prakoso? “Tunangan kamu itu juga sama perempuan bayaran semalam, jadi dia gak akan nyari kamu.” “Iya? Om yang bantu saya? Ihh makasih banyak, yang kemaren juga saya dianterin ajudannya Om loh. Makasih banyak.” Jack berpaling saat melihat wajah Mikha yang tersenyum. “Kamu calon pegawai magang, saya peduli terhadap karyawan saya.” “Ohhh… iya…” Mikha mengangguk-anggukan kepalanya. “Terus, sekarang gimana?” “Nanti kamu diantarkan sama supir saya, sekarang makan dulu.” “Om gak makan?” “Saya mau mandi,” ucapnya melangkah pergi dari sana. Begitu sampai di kamar mandi, Jack langsung menyalakan shower dan menurunkan celananya. Sialaannnn! Kenapa sudah berdiri lagi?! Jack mengusap wajahnya kasar. “No, Jack. No…. jangan main-main sama pernikahan, jangan berurusan sama wanita. Cukup hidup sendiri dan penuh ketenangan.” Begitu Jack menenangkan dirinya sendiri. Sementara itu, Mikha menyantap sarapannya dengan penuh ketenangan. Jack tidak terlihat jahat, jadi Mikha nyaman di dekatnya meskipun hubungan mereka ini tidak jelas. Partner tidur tidak terduga atau penolong atau mungkin bos dan bawahan? Bodo amat, yang penting Mikha nyaman di depannya meskipun tidak berpakaian. “Loh, ponsel si Om bunyi.” Berulang kali sampai Mikha mengambilnya, tertulis nama kontak ‘Sekretaris Tara.’ Mikha segera mengangkatnya. “Tuan, maaf saya mengganggu di pagi hari. Pak Agus tidak bisa masuk karena penyakit DBD-nya semakin parah. Kemarin dia juga memaksakan diri karena Tuan menginginkan proyek selesai di minggu ini. Kali ini dia benar-benar tidak bisa datang, Tuan.” Mikha diam, katanya dia peduli pada karyawannya. Tapi memperlakukan mereka seperti pekerja Romusha. TUT. “Tau ah, mending biarin aja.” *** Jack ingin menghindari dirinya yang kehilangan kendali. Jadi dia meminta sang sopir yang mengantarkan Mikha sedangkan dia pulang bersama dengan Liam. “Sampai jumpa lagi di kantor nanti, Om Jack.” “Yahh… sampai jumpa lagi. Jangan panggil saya Om kalau di perusahaan nanti.” “Enggaklah, hehehehe.” Itu percakapan mereka sebelum berpisah. Mereka pergi ke arah yang berlawanan. Mengalihkan pikiran dengan melihat foto anak-anak Bintang. Jack melihat sang anak update status whatssapplikasi yang memperlihatkan dirinya ada di toko cokelat. “Kita ke toko cokelat biasa dulu, mau ketemu anak saya disana.” “Baik, Tuan.” “Gimana si Prakoso?” “Dia menikmati wanita pinggir jalan itu, dan semua laporan perusahaannya sudah saya kirimkan ke email anda.” Jack memeriksanya juga. “Tuan, bukankah terlalu berbahaya jika Nona Mikha berada di dekat laki-laki semacam dia? Apalagi ayahnya adalah orang yang temperamental.” “Kenapa saya harus peduli?” “Oh… anda terlihat peduli, mungkin butuh arahan untuk melakukan langkah selanjutnya.” “Tidak, saya mau hidup dalam kedamaian.” Kemudian menunduk melihat pangkal pahanya yang mengembung. Karena dia selalu tidak damai jika memikirkan dan bersama dengan Mikha. Jack merasa buruk terus membayangkan adegan ranjang bersama perempuan yang usianya lebih cocok sebagai anaknya. “Nggak, gak boleh,” ucapnya tidak mau berdosa. “Maksud anda bagaimana, Tuan?” “Cepet nyetirnya, anak saya udah nunggu di depak toko katanya. Dia pasti mau peluk saya.” Ketika pikirannya focus pada karma dari Tuhan, otomatis miliknya mulai melempes lagi. jangan sampai memikirkan Mikha lagi. Di mata Mikha, Jack itu tidak bisa ditebak. Ekspresinya selalu datar, dia tidak menunjukan ketertarikan ataupun penolakan. Ini membuat Mikha galau. “Mikha, saya denger kamu pulang duluan ya? Gak sopan ninggalin calon suami yang pingsan. Kali ini saya maafkan kamu. Jangan sampai kamu ulangi lagi ya. saya mau berangkat ke New Mexico, jangan sampai kamu masih keras kepala waktu saya pulang.” Ditambah pesan dari Prakoso yang membuatnya mual. “Pak, boleh puter balik nggak? Saya mau cokelat yang ada di toko Cristal Choco?” “Baik, Nona.” “Ngebut ya tolong.” Seharian ini Mikha berencana makan banyak cokelat sambil mempersiapkan diri masuk magang. Namun rencananya berubah ketika melihat sosok Jack sedang memeluk seorang perempuan di depan toko tersebut. Karena mobil yang ditumpangi Mikha belum menyebrang, jadi dia tidak bisa melihat siapa perempuan itu. Tubuh Jack yang besar juga menghalanginya, tapi Mikha tahu itu bukan perempuan biasa. Dia memakai baju yang terlihat mahal. “Kenapa gue bisa lupa kalau dia mungkin aja punya istri,” ucapnya menghela napas dalam. “Nona bilang apa?” tanya sang sopir yang tidak focus. “Puter balik deh, rencana saya berubah. Mau nangis di apartemen seharian.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN