1 - Namanya Bellvania

1105 Kata
"Ada laki-laki yang menyukaimu!" Perempuan yang tadinya sibuk memotret pemandangan senja didepannya kini berbalik menatap pahlawannya dengan pandangan bertanya. Dibalik cadarnya ia mengerutkan keningnya bingung karena selama ini ia jarang sekali bertemu dengan laki-laki. "Katanya, jika kamu bersedia bertemu maka dia akan datang kesini." lanjutnya lagi. "Abi... Selama ini aku jarang bertemu laki-laki jadi jangan ngomong ngasal dong." gumamnya pelan kemudian kembali mengarahkan kameranya pada objek didepan sana. "Bellvania... Abi serius tentang ini lagian umurmu sudah 24 tahun sudah sangat dewasa untuk pernikahan." "Jadi abi memaksaku unjuk menerimanya?" tanyanya tanpa berbalik menatap orang dibelakangnya. "Selama ini Abi dan Ummi kamu engga pernah maksain kamu akan sesuatu. Sudah berapa orang yang tidak kamu terima tawarannya untuk kenal lebih dekat." Menghela napas pelan perempuan yang bernama Bellvania itu kembali membalikkan badannya. Menatap lembut ayahnya yang saat ini sedang frustasi karenanya. Jemarinya meraih tangan ayahnya kemudian menggenggamnya pelan. "Aku hanya ingin menikah dengan seseorang yang berhasil membuatku terpukau abi. Aku ingin menikah dengan seseorang saat mendengar dia mengajakku berkenalan hatiku langsung senang bukan kepalang walaupun aku tidak tau siapa namanya. Abi tidak perlu khawatir bukankah tiap orang mempunyai pasangannya masing-masing?" Frans menatap lembut Putri cantiknya. Manik mata yang berasal dari Zahra itu benar-benar Indah. Ia hanya tidak ingin putrinya terlalu lama seperti ini sedang waktu terus menerus berjalan karena rasa takut akan kejadian di masa lalu terus saja menghantuinya. "Yaudah. Abi masuk dulu kamu jangan terlalu lama di luar udah mau maghrib juga." setelah mengucapkan hal itu Frans berlalu meninggalkan perempuan bercadar itu sendiri didepan rumah. Bellvania menatap hamparan senja didepannya bukan ia sedang menunggu seseorang atau sedang mencintai laki-laki lain. Bukan karena itu. Hanya saja hatinya tidak pernah tergerak menyetujui hal itu jika ada yang meminta. Mungkin sudah beberapa laki-laki yang ia kecewakan tetapi apa yang bisa Bellvania katakan jika kenyatannya memang seperti ini? Selama ini Bellvania tidak pernah dekat dengan siapapun karena menurutnya Cinta itu harusnya datang saat kata SAH menggema. Cinta itu anugerah yang harus dijaga dalam bahtera rumah tangga yang Indah. Bukan Bellvania tak ingin menikah hanya saja semuanya masih buntu untuknya. "Kak? Ngapaian seperti orang galau didepan rumah?" "Memangnya kamu tau galau itu seperti itu?" "Kak Bellva ini. Kebiasaan sekali kalau ditanya pasti nanya balik bukan menjawab pertanyaan." anak remaja berumur 19 tahun itu berlalu dengan wajah kesal. Bukannya membujuk adiknya Bellvania malah tertawa kecil dibalik cadarnya merasa gemas melihat wajah kesal adiknya itu. Manik hijaunya menatap suasana Indah yang selalu ia tunggu setiap sore, salah satu keadaan yang Allah ciptakan sungguh membuat Bellvania berdecak kagum atas keindahannya. Tak lupa ia mengucap syukur atas nikmat yang Allah perlihatkan walaupun sebagian manusia menganggap senja itu adalah hal biasa. "Aku tak pernah berburuk sangka atas takdir yang kamu peruntukkan untukku, karena aku tak pernah ragu selama itu masih berada di lingkup agama islam-mu. Keindahan takdir yang sedang berproses adalah rasa syukurku atas semuanya." dibalik cadarnya ia tersenyum pelan, kemudian membalikkan badannya melangkah pelan masuk kedalam rumah ternyaman-nya. *** "Kenapa sih Dek, disuruh panggil kak Bellva malah cemberut gitu." samar-samar suara umminya terdengar dari ruang keluarga, hatinya menghangat mendapatkan seorang ibu sangat luar biasa. "Kak Bellva... Menyebalkan." "Aku baik loh Dek!" sesampainya di ruang kelaurga ia langsung suara membuat sang adik semakin kesal saja. "Udah... Jangan ganggu adik kamu terus, jadi gimana soal yang Abi bilang? Kamu terima?" "Tidak Ummi." balasnya tenang yang ditanggapi helaan napas lelah oleh sang malaikat Indah. "Yaudah. Sana gih kekamar kamu, shalat maghrib ya!" sebagai jawaban Bellvania hanya mengangguk pelan kemudian berdiri berjalan pelan masuk kedalam kamarnya menghiraukan wajah kesal itu. Sesampainya didalam kamarnya, ia membuka cadarnya terlihat wajah cantik nan Indah dipandang. Manik mata hijau itu sedikit termenung karena lagi dan lagi membuat ummi-nya berpikir keras. Bukan karena menolak hanya saja hatinya belum tergerak sama sekali untuk sebuah pernikahan. Ia menyimpan cadarnya didepan meja riasnya kemudian membuka jilbab sepanjang lutut itu, menggantungnya di tempat yang seharusnya, membuka kaos kakinya serta berjalan pelan kearah lemari mengambil pakaian ganti. Matanya menarik pakaian tidur berlengan panjang serta memanjang sampai mata kaki berwarna coklat bercampur hitam. Setelah menutup pintu lemarinya kembali Bellva berjalan kearah kamar mandi untuk berganti pakaian serta berwudlu dilanjutkan dengan shalat magrib nantinya. *** "Bellva... Kamu sudah tidur?" perempuan dengan balutan jilbab sampai siku itu berjalan pelan kearah pintu menemukan ummi-nya disana setelah ia memutar knop pintu tersebut. "Ummi belum tidur? Ini sudah jam 10 malam loh?" ujarnya "Ummi mau bicara sama kamu sebentar karena besok pagi-pagi ummi sama abi akan ke rumahnya Tante Renata sama Om Arham. Maunya kamu ikut juga tapi kayaknya engga bisa. Studio foto kamu pasti terbengkalai karena Ummi seminggu lebih disana." Bellvania mengerutkan keningnya bingung, "Disana ada acara Ummi? Kok lama?" tanyanya "Sepupu kamu! Andita. Dia mau dilamar dan tante Renata sangat berharap sebelum acara resmi tiba jauh-jauh hari Ummi sudah disana. Setelah berbincang dengan abi kamu alhamdulillah dia setuju dengan syarat adik kamu ikut sama kita." "Kalau adik juga ikut bagaimana dengan sekolahnya Ummi?" "Kamu lupa ya? Kalau saat ini adik kamu lagi libur semester?" Bellvania tertawa pelan atas perkataan umminya itu, kenapa ia bisa lupa kalau sang adik lagi libur semester? "Kamu jaga diri ya! Ingat... Kamu punya penyakit maag akut jadi engga boleh telat makan." Bellvania maju selangkah lalu memeluk umminya pelan, memejamkan matanya merasakan betapa nyamannya berada dipelukan seorang ibu dan tentu ia bersyukur karena kedua orangtuanya masih ada disisinya sampai saat ini. "Ingat loh peringatan ummi tentang pekerjaan kamu." "Iya ummi... Engga boleh foto mahluk hidup cukup pemandangan, suasana, dan lain-lain." senyum Zahra tercipta mendengar perkataan Putri cantiknya. "Terimakasih ummi... Karena sudah menjadi yang terbaik untuk Bellva, tanpa ummi mungkin Bellva akan salah arah." Zahra tidak menjawab, ia mengelus pelan kepala anaknya melalui jilbab coklat yang dipakainya. "Tidur yaa... Sudah malam." Zahra menguraikan pelukannya mencubit gemas pipi putrinya membuat empunya memberenggut kesal. Sebagai respon ibu dua anak itu hanya tersenyum pelan sebagai jawaban kemudian berlalu dari kamar anaknya. Melihat siluet tubuh Umminya tidak terlihat lagi Bellva kembali menutup pintu kamarnya. Tadinya ia sedang sibuk memeriksa foto-foto yang akan ia pajang di studio selama seminggu kedepan tetapi tertunda karena Zahra datang menemuinya. Mengingat tentang studio fotonya, sebenarnya tidak terlalu besar tetapi sudah sangat cukup untuk menyalurkan hobinya dan tepat didepan studionya terdapat beberapa karangan bunga yang tentu saja ia jual. Karena ia Juga sangat suka merangkai bunga sambari menunggu para pecinta fotografi datang. Melihat jam sudah menunjukkan pukul 10 lewat 20 menit maka ia memutuskan mematikan laptopnya kemudian berjalan kearah kamar mandi untuk mengambil air wudhu setelah sebelumnya membuka jilbabnya. Ini memang sudah menjadi rutinitasnya yaitu sebelum tidur mengambil berwudhu terlebih dahulu kemudian membaca doa lalu menjemput mimpinya. ---
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN