Setelah melihat taksi yang ia tumpangi berlalu bukannya membawa langkahnya masuk kedalam rumahnya malah ia melangkah kearah taman yang ada di kompleks perumahan ini, melihat jam baru menunjukkan pukul 4 lewat 20 menit mungkin sedikit berbaur dengan masyarkat sini ataupun anak-anak akan membuat lelahnya terobati.
Sambari berjalan manik mata hijaunya menatap jalanan yang cukup ramai mungkin sebagian masyarkat yang tinggal di kompleks ini sedang merayakan sesuatu atau kedatangan tamu.
"Ehh Nak Bellva ya?"
Bellvania menghentikan langkahnya sedikit menepi lalu berjalan kearah kumpulan ibu-ibu yang sedang berkumpul. Mereka sepertinya sedang melakukan arisan atau acara lainnya karena dari pakaiannya bisa Bellvania simpulkan sebagai acara formal.
"Iya Bu." jawabnya setelah tepat berada didepan seorang ibu-ibu bergaun biru
"Wah... Mama kamu mana?" tanya wanita paruh baya bergaun tosca
"Lagi kerumah Tante dan Om saya Bu." jawabnya lagi.
"Ini kamu mau kemana?" tanya wanita berpakaian santai mungkin seumuran dengan umminya
"Mau ketaman Bu, kalau begitu saya duluan. Mari." kumpulan ibu-ibu itu hanya tersenyum sebagai balasan ajakan Bellvania. Setelah mengatakan hal itu Bellvania melanjutkan langkahnya menuju taman.
Tinggal beberapa langkah lagi suara kumpulan anak-anak sudah terdengar. Tawa mereka seakan menggema cukup menjadi penghapus lelah setiap orang, Bellvania memang sangat suka dengan anak-anak apalagi jika mereka tertawa ataupun berceloteh panjang tentang sesuatu pasti ia tanpa sadar akan menarik pipi anak itu walaupun tidak chubby sekalipun.
"Nak! Jangan lari-lari dong."
"Ayo kejar aku..."
"Hahaha... Kamu kalah."
"Ihh ini mainan aku."
"Nama barbie aku jeni terus yang ini koko."
"Wlee... Aku menang."
"Sayang... Nanti kamu nangis loh kalau berantem terus."
Suara anak-anak yang sedang bermain dan para ibu mereka yang cerewet seakan menyambut kedatangan Bellvania, hatinya menghangat saat betapa lepasnya tawa mereka seakan bermain adalah hal paling penting yang terus menerus ingin mereka lakukan biarpun ibu mereka melarang ini itu.
Tanpa sadar dibalik cadar kain coklatnya Bellvania tersenyum pelan merasa ikut bahagia saat seorang ibu sedang menatap sayang anaknya padahal sang anak sedang sibuk bermain dengan anak-anak yang lain. Mereka itu lucu terkadang menjengkelkan saat susah diatur tetapi menjadi pusat kebahagiaan bagi seorang ibu bagaimanapun mereka dalam bersikap.
"Hai." Bellvania tersentak karena tiba-tiba saja ada seorang ibu yang menyapanya.
"Ayo sini duduk." panggilnya lagi sambil menepuk bangku kosong disampingnya.
Bellvania berjalan pelan kearah sana lalu duduk disamping ibu yang tadi memanggilnya,
"Namaku Pelita dan itu anakku yang berkepang dua sedang main boneka barbie."
Bellvania menatap kearah Pelita tunjukkan disana terdapat anak perempuan cantik yang rambutnya dikepang dua, memakai dress princess berwarna pink.
"Hari ini dia tidak mau kalau tidak memakai pakaian itu padahal aku sudah menyiapkan pakaian lainnya. Tidak papalah yang penting dia happy." Pelita menutup ucapannya sambil menatap sayang anaknya sebuah malaikat kecil yang sang pencipta berikan padanya.
"Wajah-nya tidak mirip denganmu." gumam Bellvania.
"Memang tidak mirip hanya bibirnya saja. Ayahnya lebih dominan memilki kesamaan lainnya yang kadang membuatku sakit hati diwaktu yang sama saat melihatnya." kerutan di dahi Bellvania tercipta karena merasa tidak ada yang salah dengan kemiripan wajah itu.
"Kamu pasti bertanya kenapa aku harus sakit hati? Ayahnya memilih perempuan lain daripada aku padahal pernikahan kami sudah berjalan selama 2 tahun dan lagi! Sebelumnya kami sudah berpacaran selama 5 tahun? Bukankah itu sudah sangat lama sekali? Tapi hanya karena perempuan itu lebih cantik dariku, lebih seksi dariku dan tentu pakaiannya tidak sepertiku yang setiap hari memakai jilbab sampai siku seperti ini."
Bellvania menatap wajah Pelita sejenak, perempuan didepannya ini sangat cantik apalagi dengan bibir tipis serta hidung mancung impian sebagian perempuan. Ia bahkan sangat cantik dengan balutan jilbab walaupun tidak setertutup dengannya.
"Memang sewaktu pacaran aku termasuk perempuan sangat suka akan fashion rata-rata pakaianku sangat mengundang semua, rasanya sangat malu saat mengingat kejadian itu." Pelita menghentikan ucapannya sejenak lalu tertawa pelan.
"Tetapi setelah menikah salah satu keluarga mantan suamiku menyarankanku untuk menutup aurat setelah berpikir sepertinya tidak salah dengan hal itu. Tetapi ternyata mantan suamiku menentang dan tidak suka tetapi aku tetap kukuh lagian dalam pandanganku tidak ada yang salah dengan memakai jilbab. Semuanya berjalan dengan semestinya sampai saat kehamilanku berusia 8 bulan semuanya terungkap dia punya perempuan lain tentunya pecinta fashion sepertiku dulu..."
"... Tentu keluarganya sangat malu kepadaku apalagi keluarganya yang menyarankanku untuk menutup aurat tetapi mereka menganggap karena aku menutup aurat dia selingkuh. Tapi aku tidak berpikir demikian semuanya sudah takdir dan alhamdulillah sampai sekarang aku masih mampu bertahan tanpa kendala sama sekali."
Bellvania merasa kagum dengan ketabahan Pelita padahal jika sekilas ia lihat sepertinya mereka berdua seumuran.
"Aku bahagia sekarang dengan hadirnya anakku walaupun wajahnya sangat mirip dengan dia tetapi tidak papa mungkin memang Allah ingin aku sabar dalam hal ini." Pelita menatap sayang anaknya, merasa bangga karena bisa sampai dititik ini. Semuanya harus tetap pada semestinya.
"Saranku... Seberapa besarpun masalahmu tetap pilih Allah sebagai pilihan utama, tetap pilih peraturan agama karena Allah selalu ada didalam hati hamba yang taat padanya. Jika mengingat betapa kacaunya sikapku dulu rasanya tidak menyangka bisa sampai dititik ini, sebagian teman-temanku malahan tidak menyangka jika aku bisa berpenampilan seperti sekarang ini."
"Terimakasih atas motivasimu. Aku merasa bangga bisa bertemu perempuan sehebat dirimu yang rela meninggalkan yang dulu demi menyempurnakan agamanya." ucapan itu membuat hati Pelita menghangat, merasa sangat senang karena ada orang yang begitu bangga akan keputusannya berpenampilan seperti ini.
"Kamu sudah menikah?" tanya Pelita
"Belum." jawab Bellvania pelan
"Kenapa belum menikah? Aku kira tadi kamu kesini ingin menjemput anakmu makanya kupanggil kemari untuk duduk sambil menunggu mereka lelah dan ingin pulang atas keinginannya sendiri, apalagi tadi aku lihat kamu melihat kumpulan anak-anak itu dengan pandangan kasih sayang yang sangat besar."
"Belum menemukan yang cocok saja." jawab Bellvania lagi
"Sebelum memutuskan menikah kamu harus merasa jika pilihanmu itu benar-benar atas keinginanmu sendiri walaupun pada dasarnya kamu di jodohkan. Aku dulu ragu saat dia melamarku tetapi mengingat kami sudah berpacaran lama makanya kuputuskan untuk menerimanya." perempuan berjilbab motif bunga sakura itu menatap anaknya dengan pandangan hampa, ia tidak pernah menyesali kehadiran malaikat kecilnya tetapi ia merasa gagal karena pernikahannya harus berakhir sedang sang anak masih sekecil itu.
"Pastikan dulu dia memang ingin mendukung apa yang kamu lakukan setelah menikah nanti takutnya nanti malah saling salah paham. Usahakan taulah tentang dia sekitar 50% agar kamu tidak kecewa setelah menikah nanti."
"Aku hanya akan menikah dengan laki-laki yang berhasil membuatku yakin jika pernikahan memang adalah yang terbaik untuk kelanjutan sebuah hubungan. Aku hanya ingin menemukan laki-laki yang memang saat berada dengannya aku merasa aman dan nyaman. Bukankah itu akan sulit kutemukan?"
Pelita tersenyum pelan saat mendengar keinginan perempuan bercadar disampingnya. Merasa bersyukur bisa bertemu dengan perempuan sebijak ini dan tentu saja ia merasa sangat tenang saat berbincang dengannya.
"Jika memang dia diperuntukkan untukmu mau sejauh apapun bahkan jika nantinya kalian berbeda keyakinan pasti akan ada jalan yang Allah perlihatkan untuk kalian. Mungkin akan suka dukanya tetapi takkan sebanding dengan apa yang nantinya kalian dapatkan."
"Sampai saat ini kamu masih sendiri?" tanyanya hati-hati takutnya menyinggung perempuan itu.
"Aku sudah menemukan pengganti dia dan tentu saja menerima anakku dengan senang hati." wajah murung Pelita kini tergantikan dengan wajah bahagia, sangat bahagia.
"Kali ini aku tidak meragu, aku merasa seolah-olah dia memang ada hanya untukku. Rasanya mendengar namanya saja sudah sangat membahagiakan kini aku percaya mengenai sebuah pepatah yang mengatakan jika dia memang untukmu maka dia akan datang dengan sendirinya. Walaupun harus jatuh dulu sebelum bertemu dengannya tetapi aku bahagia, pernikahan kami sudah berjalan selama 4 bulan memang masih baru tetapi keseharian kami terasa terus dilingkupi kebahagiaan."
Bellvania menatap wajah bahagia Pelita, begitu bahagia seakan senyum cerah itu tidak akan luntur sama sekali.
"Kedatangannya tidak akan kamu sangka, bahkan saat aku bertemu dengannya pertama kali aku merasa gelisah entah kenapa."
Bellvania mematung, pikirannya melayang kearah kejadian ditoko tadi siang. Apakah gelisah yang dirasakannya sama dengan apa yang Pelita rasakan dulu?
Apakah pertemuan mereka tadi adalah keinginan takdir ataukah hanya sebuah kebetulan semata? Tetapi apakah secepat ini? Atau mungkin Bellvania yang terlalu sibuk dengan dunianya sampai tidak bisa merasakan kedatangan dia yang memang diperuntukkan untuknya?
"Kamu mau berkenalan dengan anakku?" lamunan Bellvania buyar saat mendengar ucapan Pelita
"Cerry... Sini dulu." Pelita melambaikan tangannya memanggil putri cantiknya.
"Napa?" tanya anak itu setelah sampai didepan Pelita, dengan suara khas anak kecil tentunya
"Kenalan sama tante..."
"Bellvania." potong Bellvania karena memang sadaritadi ia belum pernah menyebutkan namanya.
"Halo ante Va." Bellvania mengulurkan tangannya mencubit pipi gembul anak kecil didepannya yang membuat anak itu merengek meminta dilepaskan.
"Angan Va. Epas!" dengan tertawa pelan Bellvania melepas cubitan gemasnya.
"Kamu main apa tadi?"
"Belbie."
"Barbienya namanya siapa?"
Pelita menatap keduanya yang saling berbincang, ia berharap perempuan bercadar didepannya tidak mengalami seperti apa yang ia rasakan kemarin.
"Kamu udah sekolah engga?"
"Udah dong Ante, celli punya anya temen."
"Wahh. Ma syaa Allah kamu gemesin banget sih." karena merasa gemas Bellvania ingin mencubit pipi Cerry lagi tetapi anak itu refleks mundur dan bersembunyi bersama mamanya, Pelita.
"Terimakasih pujiannya tante Bellvania." bukan Cerry yang menjawab tetapi Pelita.
"Yaudah kamu main lagi. Ingat! Sebentar lagi ayah jemput." anak dengan rambut berkepang dua itu hanya mengangguk pelan kemudian berlalu bergabung bersama anak-anak yang lain.