Yohan memandang wajah Aurora lekat, dia bahkan memiringkan duduknya dan menaikkan sebelah kakinya agar dapat berhadapan dengan Aurora. Yohan memegang tangan Aurora dan menggenggamnya.
“Kamu tahu? Ini pertama kalinya aku terbuka tentang masalah keluarga aku kepada orang asing. Rasanya aneh namun lega di saat yang bersamaan, aku harap ceritaku tak membebani kamu,” ucap Yohan. Aurora melihat jemarinya yang digenggam Yohan dan mendongak menatap mata Yohan yang tampak sangat jernih, dia pun tersenyum seraya mengangguk.
“Kamu jangan pernah memendam masalah lagi sendirian ya, aku siap kapanpun kamu butuh teman cerita,” ucap Aurora.
“Kamu cantik,” ujar Yohan. Aurora menunduk malu, pipinya bersemu merah, hingga Yohan memegang dagunya agar Aurora kembali mendongak, dia pun memajukan wajahnya, menepis jarak di antara mereka. Bibirnya mengecup bibir Aurora dan Aurora membalas kecupannya sambil memejamkan mata, menikmati kelembutan dari bibir pria yang selama ini hanya mampu berada di hayalannya, dan kini secara nyata berhadapan dengannya dan mengecup bibirnya.
Jika ini benar-benar mimpi, Aurora tak ingin terbangun. Dia sangat menikmati moment ini, dia bahkan membuka mulutnya agar Yohan bisa menyesapnya, ciumannya sangat lembut dan menenangkan, tak ada penuntutan di sana sehingga Aurora tetap merasa nyaman. Dan mereka melepas ciuman itu, Aurora menunduk untuk mencoba menetralkan jantungnya yang berdetak dengan sangat cepat.
“Kamu mau menginap disini?” tanya Yohan dengan suaranya yang berat dan seksi. Aurora pun menggeleng.
“Tidak baik, kedua orang yang belum menikah tidur di tempat yang sama,” kekeh Aurora.
“Ah aku sampai lupa kamu berasal dari Indonesia, dimana tinggal bersama adalah hal yang masih tabu,” kekeh Yohan. Aurora ikut tersenyum lebar dan menggangguk.
“Dan aku termasuk yang mempertahankan budaya itu,” ucapnya seraya memperhatikan jam dinding. Yohan mengambil ponselnya di meja dan menyerahkan ke Aurora agar wanita itu mengetik nomor ponselnya, dia telah berjanji untuk menjadi pendengar setia dari Yohan kan?
Yohan kembali mengambil gitarnya dan mulai memetik senar untuk memainkan lagu yang lain dan dengan senang hati Aurora membantu membuat beberapa lirik yang mungkin nanti akan ditambahkan oleh anggota lainnya, mengingat biasanya sebelum proses rekaman mereka akan memilah lagu dan merevisi beberapa lirik hingga didapat lirik yang sesuai dengan karakter mereka.
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh kst di Korea Selatan. Aurora pun diantar pulang oleh Yohan dengan mobilnya.
“Kamu sampai berapa kapan di Korea?” tanya Yohan.
“Lusa aku akan terbang ke Jepang untuk lanjut liburan,” jawabnya lirih.
“Besok ada rencana kemana?”
“Mau ke Namsan tower, terus jalan-jalan aja sih, cari oleh-oleh dan pernak pernik,” jawab Aurora, menoleh ke arah Yohan yang tampak serius memperhatikan jalanan, malam ini kendaraan tak terlalu padat, mungkin para penduduk sudah beristirahat di rumah masing-masing setelah seharian menjalani rutinitas.
“Maaf sepertinya besok aku tidak bisa menemani, ada shooting variety show,” ucap Yohan membuat Aurora tertawa.
“Iya tidak apa-apa, lagian aku juga tidak mau, nanti heboh diciduk paparazi,” kekeh Aurora membuat Yohan ikut tertawa.
“Yah, itulah yang membuat Idol lebih sering berkencan di luar negeri.”
“Ya aku paham, jangankan di Korea, di negaraku sendiri aja kalau lihat artis di jalan pasti heboh.”
“Hmmm, beberapa fans aku mengirim surel, atau surat, sebagian mengembalikan photo card limited edition yang mereka beli,” ucap Yohan.
“Lho kenapa? Aku tahu banget untuk mendapatkan itu tak mudah,” ucap Aurora yang memang mencintai Photo Card dan mengoleksinya sejak dulu kala.
“Mereka bilang mereka akan menikah, mereka tetap akan mendukung aku tapi mungkin tak sebanyak dukungan yang mereka berikan sebelum menikah. Karena mereka juga ingin fokus pada keluarga mereka, aku senang, mereka mendapatkan kebahagiaan mereka,” ucap Yohan tulus.
“Banyak diantara kami, mengidolakan kalian lebih dari sekedar idola, sejujurnya ... diantara kami memikirkan kemungkinan untuk menikah dengan idola kami, hahaha lucu ya? Namun, itulah yang terjadi, sering diantara kami bertindak sangat posesif, melarang idola kami berkencan dan menikah karena merasa memiliki, padahal kalian juga butuh kehidupan nyata, butuh cinta yang nyata dan membentuk keluarga kalian sendiri,” kekeh Aurora.
“Ya aku tahu, beberapa diantara mereka bahkan menamai aku suami, saat aku live mereka akan mengatakan chagiya, yeobo, honey, my husband dan lain sebagainya. Terkadang ... hal itu membuatku takut, aku takut jika aku menyukai wanita lain, itu akan menyakiti hati mereka,” ucap Yohan dengan perasaan getir, tak hanya dirinya karena teman-temannya pun berpikir demikian.
Mereka sadar, banyak sekali fans yang memikirkan mereka sebagai ‘pria’ yang dapat dimiliki, bukan idola, membuat mereka khawatir bahwa para fans itu membuang kehidupan di dunia nyatanya dan terus berkutat pada dunia bentukan dari pikirannya.
“Penggemar sejati, akan selalu mendukung kalian apapun yang terjadi, usia kalian sudah diatas tiga puluh tahun, banyak juga diantara kami yang ikhlas mendoakan pernikahan kalian, termasuk aku,” ucap Aurora.
“Serius? Jadi kalau aku menikah dengan wanita lain, kamu nggak akan sakit hati?” goda Yohan.
“Mungkin aku akan menangis seminggu lamanya, dan setelah itu mulai perlahan mengikhlaskan,” kekeh Aurora.
“Mata kamu akan sebesar bola kasti jika terus menangis,” ucap Yohan sambil tertawa.
“Menangis bisa menyalurkan emosi, dari pada ditahan nanti kena penyakit hati,” kekeh Aurora.
“Jangan menangis lagi, kalau mau menangis telepon aku,” ucap Yohan sambil memutar kemudi ke arah lobi hotel tempat Aurora menginap.
“Dan aku akan mengacaukan malam pertama kamu dengan istri kamu?” rutuk Aurora sambil memajukan bibirnya membuat Yohan tertawa dan mengusap kepala wanita itu.
“Jangan majukan bibir kamu, atau aku akan mencium kamu lagi?” ucap Yohan.
“Tidak, jangan disini,” kekeh Aurora membuat Yohan ikut tertawa lagi, rasanya sangat menyenangkan berbicara dengan Aurora.
“Sudah malam, langsung tidur ya.” Yohan menghentikan mobilnya tepat di depan lobi, kaca film mobil yang tebal dan gelap tentu menguntungkannya agar tak dapat terlihat dari luar.
Yohan membuka dashboard mobilnya dan mengambil dua Photo Card, berisi foto dirinya dengan tanda tangan asli yang mempunyai chip khusus, foto itu jika dirupiahkan bisa bernilai belasan juta karena hanya dicetak dalam jumlah yang sedikit. Dia menyerahkan ke Aurora yang menerimanya dengan mata membelalak.
“Kamu yakin ini untuk aku? Aku bahkan tidak pernah dapat kesempatan memilikinya meski telah lama memesan,” ucap Aurora dengan wajah penuh haru, tak menyangka dia akan mendapatkan dari Yohan sebuah benda yang bagi para fans adalah benda paling berharga.
“Iya, dijaga ya, ini dari mereka, fans generasi pertama yang aku bilang sudah menikah,” ucap Yohan.
“Terima kasih banyak, Oppa. Aku akan menjaganya dengan sangat baik. Hati-hati mengemudinya ya dan semangat untuk besok,” ucap Aurora sambil bersiap membuka pintu.
“Ya, kamu juga, tetap berkirim kabar ya, meskipun aku mungkin akan telat membalasnya karena kesibukan,” tutur Yohan sembari tersenyum membuat wajahnya semakin tampan. Aurora mengangguk dan mengucap salam perpisahan lalu keluar dari mobil itu. Yohan meminta Aurora segera masuk dan dia pun melajukan mobil itu meninggalkan Aurora.
Aurora melangkah dengan sangat riang, di tangannya terdapat dua foto Yohan yang terlihat sangat tampan, dia mendekapnya erat seolah nyawanya tersimpan disana untuk selalu dilindunginya. Dia sangat bahagia hari ini, dan tak sabar menceritakan kepada Aresta.
Membuka pintu kamar hotelnya, ternyata Aresta sedang menonton televisi yang menyiarkan acara musik, padahal tangannya berada di atas keyboard laptop, pasti dia sedang menulis cerita yang belum diselesaikannya. Tak seperti Aurora yang menyelesaikan ceritanya sebelum berangkat ke Korea dan mengatur waktunya agar bisa di update setiap hari.
“Pakai sistem kebut semalam lagi?” sindir Aurora. Aresta hanya terkekeh.
“Sudah selesai, tinggal kirim. Mandi dulu sana,” ucap Aresta.
“Iya iya, oiya kamu sudah makan?” tanya Aurora.
“Sudah, diantar sama pelayan restoran dibawah,” ucap Aresta.
“Pesannya bagaimana?” goda Aurora.
“Pakai google translate,” kekeh Aresta membuat Aurora tertawa, pasti pelafalannya terdengar lucu karena dia jarang berlatih pengucapan bahasa di negara ini.
Aurora mengambil handuknya dan masuk ke kamar mandi, memutar kran air hangat dan membasahi tubuhnya, sesaat dia tersenyum dan memegang bibirnya seolah bibir Yohan masih tertinggal disana. Dia mengentakkan kakinya dengan bahagia dan menari di bawah pancuran kran shower sambil terus tersenyum ceria. Dia akan mengenang hari ini untuk selamanya menjadi salah satu hari yang paling membahagiakan dalam hidupnya seolah semesta sangat mendukungnya dan dia benar-benar menemukan kebahagiaan yang dia impikan.
***