Bab 4 Cemburu

1653 Kata
Arsen berusaha bersikap biasa saja saat ia tengah berdua didalam mobil bersama dengan Cherry, yah meskipun hatinya berkata lain, namun Arsen selalu menepis segala perasaan anehnya itu. Lihatlah gadis itu, dia begitu cantik jelita seperti boneka, meski hanya mengenakan make up tipis, namun Cherry tetap terlihat luar biasa dengan pakaian branded yang ia kenakan. Maklum iakan artis, apapun yang dikenakan pasti akan terlihat sangat mencolok. "Om!" Panggil Cherry pada Arsen yang langsung menoleh kearahnya. "Ya?" "Boleh aku tanya sesuatu?" Tanya Cherry. "Boleh, silahkan saja." Balas Arsen. "Om udah resmi cerai dari Tante Becca ya? Terus sekarang... Dia dimana?" "Itu..." "Kalau nggak mau jawab nggak apa-apa, maaf kalau pertanyaan aku agak aneh." "Tidak masalah. Saya akan jawab. Jadi benar jika saya dan Rebecca sudah resmi bercerai sebulan yang lalu. Dan sekarang dia sudah pergi entah kemana, mungkin bersama selingkuhannya saya juga tidak tahu dan saya sudah tidak mau tahu lagi tentang Rebecca." Jelas Arsen pada Cherry. "Aku turut prihatin om, aku nggak nyangka kalau Tante Becca bisa berbuat sejahat itu sama om Arsen, padahal yang aku tau om Arsen itu baik, om nggak pernah aneh-aneh, ya kan?" "Hm." Arsen pun tersenyum miris. "Mungkin memang sudah takdirnya seperti ini Cherry, sebaik apapun saya, jika takdir saya memang diselingkuhi, saya bisa apa?" "Ngomong-ngomong... Om nggak pengen nikah lagi?" Pertanyaan Cherry membuat Arsen terdiam cukup lama. "Eum... Saya belum memikirkannya." Arsen menggeleng pelan. "Setelah mendapatkan pengkhianatan dari Rebecca, saya masih merasa trauma. Lagipula usia saya sudah enam puluh tahun, saya... Saya seperti sudah lelah untuk mencari-cari. Lebih baik begini, saya hidup sendiri." Imbuh Arsen. 'Om, kamu nggak usah cari-cari lagi, wanita itu saat ini ada dihadapan kamu om, aku siap jadi istri om Arsen.' gumam Cherry dalam hati. "Setelah ini om harus mementingkan kesehatan om, baik itu kesehatan fisik maupun kesehatan mental. Wanita didunia ini bukan cuma tante Becca aja, kalau om terus terpuruk kayak gini, dia sekarang pasti kegirangan terus karena melihat om menderita. Om harus buktikan sama dia kalau om juga bisa lebih dari dia." Tutur Cherry pada Arsen. "Lebih dari Rebecca? Maksudnya?" Tanya Arsen tak mengerti. "Nanti om akan paham." Cherry tersenyum manis, dan Arsen masih terdiam dengan kebingungannya. Beberapa saat kemudian mobil mereka akhirnya telah sampai dirumah sakit. Cherry dan Arsen pun segera turun dari mobil. Cherry segera menghampiri Arsen dan memegang lengan kanannya. "Cherry?" Arsen yang kebingungan, ia tampak t***l karena terkejut dengan ulah Cherry. "Ayo masuk! Memangnya kenapa? Ada yang salah? Om salah tingkah ya?" Goda Cherry namun Arsen langsung memalingkan wajahnya yang memerah. Manis sekali. "Bu-bukan begitu." Bahkan pria tampan itu sampai tergagap. "Udah ayo!" Cherry pun segera mengajak Arsen masuk ke dalam rumah sakit seraya memeluk lengan kanan pria tinggi itu. *** Tanpa Cherry duga sama sekali, ternyata ia dan Arsen langsung menjadi pusat perhatian banyak orang. Bahkan saat menunggu antrean didepan salah satu poli, beberapa wanita paruh baya langsung melirik-lirik Arsen dan membicarakannya. "Itu pak Arsen kan? Dia sama siapa?" "Iya, mungkin sama anak atau cucunya." "Nggak mungkinlah, mereka beda banget, yang satu bule, yang satunya lagi kayak artis Korea." "Sugar babynya kali." "Ck, bikin patah hati aja." Cherry memang diam, tapi ia mendengar semuanya. Beberapa saat fokusnya malah teralihkan ketika melihat Arsen malah mengobrol dengan seorang wanita paruh baya juga, tapi sepertinya usianya jauh lebih muda dari Arsen. Cherry tampak kesal, bagaimana mungkin pria itu malah mengobrol dengan wanita lain sedangkan Cherry malah dibiarkan sendiri seperti ini? "Saya kesini diantar oleh anak saya, tapi dia masih pergi ke kantin." Ujar wanita itu. "Oh begitu." Balas Arsen. "Anda sendiri kesini dengan siapa? Apakah dia anak anda?" Tanya wanita itu membuat Cherry yang mendengarnya merasa begitu kesal. "Dia-" "Om! Om kok keringetan sih? Om ngerasa nggak enak ya?" Sahut Cherry sembari mengusap dahi Arsen yang berkeringat menggunakan tissue. Arsen tentu saja merasa terkejut, ia gelagapan saat menerima perhatian seperti ini dari Cherry. Sedangkan wanita yang ada disebelah Arsen juga merasa aneh saat melihat Cherry begitu perhatian pada Arsen. "Sa-saya baik-baik saja Cherry. Badan saya masih agak meriang, mungkin karena itu." Jelas Arsen. "Minum teh hangat dulu ya? Tadi aku bawain dari rumah." "Kamu membawa teh?" Arsen tak menyangka sama sekali Cherry bisa seperhatian ini, bahkan sampai membawa teh segala dari rumah. "Iya, buat jaga-jaga, daripada beli nanti kelamaan. Nunggu antrean kadang lama, om bisa kehausan nanti." Arsen merasa tersentuh, tentu saja, siapa yang tidak akan tersentuh bila mendapatkan perhatian seperti ini. "Ayo minum dulu!" Cherry menyodorkan satu cup teh hangat yang aromanya sungguh menenangkan, Arsen pun menerimanya dan meminumnya, sensasi hangat langsung membuat perutnya terasa nyaman. "Tuan Arsen Sebastian Naratama!" Seru perawat yang tengah berdiri didepan poli penyakit dalam. "Udah dipanggil ayo!" Ajak Cherry seraya menarik lengan Arsen. "Kamu-" "Aku ikut masuk, aku mau tau penyakit om dan cara merawatnya nanti. Aku harus bicara sama dokternya." Sahut Cherry. "Ayo!" Cherry pun kembali menarik lengan Arsen. Arsen yang tak mungkin menolak pun segera berdiri. "Maaf saya duluan!" Ujar Arsen pada wanita yang berada disampingnya tadi. "Ah, iya pak Arsen." Wanita itupun mengangguk dan memberikan senyuman termanisnya. Setelah Arsen dan Cherry masuk ke dalam ruangan, senyum wanita itupun langsung luntur. Ia merasa aneh dengan sikap gadis yang bersama dengan Arsen. Ada perasaan tidak rela yang ia rasakan. Arsen adalah atasannya di kantor dan ia sangat mengangumi sosok laki-laki itu sejak lama. Ia adalah janda beranak dua yang sejak lama menaruh rasa kagum terhadap Arsen. Setelah mendengar kabar perceraian Arsen, wanita bernama Gina itu mulai berani mendekati Arsen. *** Dokter menjelaskan penyakit Arsen secara detail pada Cherry. Cherry bahkan sampai membawa buku catatan untuk mencatat makanan dan minuman apa yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi oleh Arsen. Arsen sendiri sungguh tak menyangka jika Cherry akan sampai seperti ini, namun pria itu masih menganggap jika Cherry melakukannya karena memang benar-benar ingin merawatnya, Cherry menyayanginya seperti gadis itu menyayangi Gerry. "Setiap pagi usahakan olahraga, Olahraga kardio atau aerobik bisa membuat kantung udara di dalam paru-paru bekerja dengan cepat untuk menukar oksigen dengan karbondioksida. Itulah yang akan membuat paru-paru semakin sehat dan kuat secara fungsi. Semakin rutin melakukan kardio, semakin efisien pula kerja paru-paru." Dokter ahli penyakit dalam itu menjelaskan secara detail kepada Cherry. "Selalu berikan makanan yang hangat, minuman hangat dan jangan berikan gorengan ya!" "Tapi kalau semisal ikan yang digoreng?" Tanya Cherry. "Boleh tapi minyaknya harus pakai olive oil atau coconut oil ya!" "Baik dok." "Sejauh ini... Kondisinya bisa dikatakan stabil, kalau obatnya sudah habis tapi pak Arsen masih batuk, pak Arsen nanti harus kontrol lagi ya pak!" "Iya dok." Balas Arsen. "Semalam dia masih batuk terus dok." "Ya karena dia memakan apa saja, dia tidak benar-benar memperhatikan kesehatannya. Dia selalu datang kesini sendirian tanpa membawa pendamping yang bisa saya ajak berdiskusi seperti ini." Jelas dokter tersebut membuat Cherry merasa miris. Cherry lalu mendekat kearah Arsen dan menyentuh tangannya. "Kak Aiden sama kak Leo kemana? Kenapa mereka berdua nggak pernah antar om untuk check up?" Tanya Cherry pada Arsen. "Mereka sibuk Cherry. Saya sudah biasa sendirian." Balas Arsen membuat Cherry merasa sedih. Orang yang ia cintai kenapa nasibnya sungguh miris seperti ini. "Kalau nanti aku ketemu sama mereka, aku bakalan omelin mereka habis-habisan. Mereka berdua bisa sukses kayak gitu karena siapa? Karena ayahnya. Sekarang ayahnya sakit, tapi mereka malah lupa. Kenapa sih om itu pasrah banget kayak gini? Kerasin dikit kenapa? Anak kayak gitu kok malah dibiarin aja, heran deh." Arsen tersenyum geli, wajah Cherry lucu sekali kalau sedang kesal seperti ini. Mulutnya sangat bawel dan comel sekali. "Cherry, kamu lucu sekali." Gumam Arsen yang masih tersenyum gemas melihat kebawelan Cherry. Ya Tuhan baru kali ini Arsen bisa tersenyum dan tertawa seperti ini setelah bertahun-tahun, dan semua itu karena siapa? Karena gadis muda seperti Cherry. *** Arsen dan Cherry sudah akan masuk ke dalam mobil, sejak tadi Cherry terus menuntun Arsen, menempel pada lengan Arsen seperti permen karet. Arsen sendiri sudah tidak kaget lagi karena sekarang ia malah sudah mulai terbiasa dengan kelakuan Cherry. "Pulang ke rumah nanti langsung minum obat terus istirahat. Mulai sekarang om nggak boleh makan sembarangan atau minum sembarangan. Om harus cepat pulih dan memulai hidup baru lagi, om harus semangat, jangan pernah menyerah ya!" Tutur Cherry pada Arsen. "Iya Cherry." Arsen sendiri hanya mengangguk dan tersenyum manis karena perhatian Cherry. "Om harus panjang umur, om harus hidup lebih panjang lagi untuk aku." Gumam Cherry membuat Arsen langsung menatap kearahnya. "Apa?" Tanya Arsen tak mengerti. "Bukan apa-apa." Cherry pun menggeleng pelan dan tersenyum manis. Namun senyuman itu tiba-tiba luntur ketika ia melihat kehadiran Gina dibelakang Arsen. "Pak Arsen!" "Oh, Gina? Ada apa?" Tanya Arsen yang tampak terkejut melihat kedatangan Gina. "Axel buru-buru mau mengajar di kampus pak, dia tidak bisa mengantar saya pulang, apakah saya boleh menumpang dimobil pak Arsen? Maafkan saya kalau saya merepotkan." Pinta Gina dengan penuh sungkan. Sedangkan Cherry yang melihat itu merasa begitu kesal. "Tentu boleh Gina, silahkan saja. Saya akan mengantarkan kamu sampai rumah, kamu sedang tidak sehat, kasihan kalau sampai naik taksi sendirian." Astaga ya Tuhan, apa yang Arsen katakan barusan? Sok perhatian sekali sih, Cherry kan jadi semakin kesal dibuatnya. Pria itu bahkan selama ini tak pernah seperhatian itu padanya. Tapi kenapa pada orang lain Arsen malah... "Terimakasih banyak pak, bapak selalu baik sama saya." "Sudah menjadi kewajiban saya sebagai atasan Gina." Ingat itu Gina ingat, hanya atasan saja, tidak lebih. "Mari masuk!" Arsen mempersilahkan Gina masuk ke dalam mobil, dan setelah Gina masuk ia pun turut masuk dan duduk disebelah Gina. "Cherry ayo!" Seru Arsen pada Cherry yang terlihat begitu kesal dan marah. 'Apa? Jadi aku disuruh duduk dekat supir sedangkan dia duduk disamping wanita tua itu? Yang bener aja?' ungkap Cherry dalam hati dengan penuh rasa tak suka. Kenapa sih ada saja rintangannya, padahal Cherry begitu menunggu momen-momen ini bertahun-tahun. Menunggu Arsen bercerai dari Rebecca dan ia bisa dengan segera memiliki Arsen. Tapi Cherry juga tidak tahu jika Gina memang sudah sejak lama mengincar Arsen. Gina lima puluh tiga tahun dan Cherry dua puluh lima tahun, kira-kira siapa yang akan mampu mendapatkan hati Arsen nantinya? Entahlah, kita lihat saja nanti.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN