“Apa yang Mbak lakukan di sini?” tanya salah satu OB yang bekerja di lantai ini.
“Saya mau bertemu dengan pemiliknya.” Adrena menjawab.
“Mbak kan sudah sering kali kemari, dan memang pemiliknya sudah pindah.”
“Apa Mbak tahu dimana mereka pindah?”
“Mana saya tahu, Mbak, saya bukan keluarganya.”
Adrena mengangguk, memang benar yang OB itu katakan, OB itu bukan keluarganya dan dia tidak tahu apa-apa, jadi Adrena salah jika bertanya pada OB itu. Adrena mendesah napas halus dan menunduk sesaat. Ia hanya ingin memastikan sendiri apakah benar Agung dan Fitria pindah dari sini? Bukankah ia harus berusaha mendapatkan apa yang ia miliki? Seperti tabungan dan apartemennya yang di sita?
OB itu lalu meninggalkan Adrena yang kini berdiam diri di tempatnya. OB itu hanya menggeleng karena usaha Adrena terus sia-sia.
Adrena melangkah memasuki lift dan lift membawanya ke atap apartemen. Adrena tidak mungkin terus menerus tinggal di apartemen Gama. Sementara Gama bukan siapa-siapanya.
Sesampainya di sana, Adrena duduk di tembok pagar dan melihat pemandangan di depannya. Adrena harus kuat, Adrena harus melupakan semuanya, meskipun itu akan sulit. Adrena harus bangkit dari keterpurukan ini, ia harus bertemu dengan keluarganya.
Adrena menitihkan airmata, ia langsung menyekanya buru-buru, ia tidak boleh mengabaikan ajaran Gama yang memintanya berhenti menangis, menangislah jika memang sesak, namun jangan terlalu dibiasakan menangis.
Sebenarnya Adrena ingin melupakan semuanya, namun cukup sulit untuk bangkit dari keterpurukan ini, selama 7 tahun ia berharap dan selalu bermimpi akan hidup bersama seseorang yang ia cintai, seluruh usaha dan pengorbanan telah ia lakukan namun mengapa semuanya sesulit ini?
Terserah jika seseorang menganggapnya manja, menganggapnya cengeng, menganggapnya lemah, namun inilah yang ia rasakan. Tidak semua orang akan bisa kuat di posisinya saat ini, apalagi demi mempertahankan seorang laki-laki, ia harus kehilangan keluarganya dan banyak hal.
Adrena memeluk kedua betisnya menumpuk wajahnya di atas lututnya. Sedih terlihat jelas, air matanya luruh, namun dengan cepat menyekanya, semakin kuat ia berusaha melupakan namun sekuat itu juga bayang-bayang kenangan selalu hadir.
Adrena lalu meraih ponselnya yang ada di kantong celananya, lalu mengaktifkan ponselnya tersebut, karena sudah dua hari ini ia sengaja mematikan ponselnya.
Ketika menyalakan ponselnya banyak sekali notif yang masuk ke ponselnya, salah satunya notif dari buku tabungannya yang sudah ditarik habis oleh Agung.
Adrena mengabaikan dan memilih mendial nomor seseorang.
Seseorang itu adalah Adrian, saudara kembarnya.
Mereka dilahirkan hanya beberapa detik saja, hanya saja Adrian memilih mengikuti keinginan keluarganya dibandingkan harus memilih jalannya sendiri.Sementara Adrena memilih jalannya yang pada akhirnya mengecewakannya.
Sesaat kemudian Adrian mengangkat telepon Adrena.
***
"Ponsel Rena sudah aktif, seluruh pesanku sudah terskirim," kata Yumi berseru.
"Apa dia sudah membalas pesanmu?" tanya Yoyo, sang suami.
"Dia tidak membalasnya," geleng Yumi.
"Tunggu saja dia pasti akan membalas."
"Tapi kenapa anak ini baru aktif ya? Apa dia marah sama aku?" Yumi berandai-andai.
"Dia nggak mungkin marah sama sahabatnya sendiri."
"Kamu lupa yang menyebabkan Rena kehilangan segalanya adalah kita? Karena kita menganggap Agung adalah pria baik yang tidak mungkin meninggalkan Rena. Namun nyatanya kita yang sudah membuat ini terjadi." Yumi kembali menyalahkan diri.
"Kenapa kamu selalu menyalahkan diri sendiri? Sementara yang jalanin adalah mereka bukan kita."
"Jujur saja aku merasa bersalah pada Rena, karena aku yang berkoar-koar menganggap bahwa Agung adalah pria yang baik, ternyata sifat manusia memang bisa berubah kapan saja."
"Kamu nggak usah merasa bersalah, kamu itu nggak salah, Sayang. Semua ini karena Agung saja yang tidak bersyukur memiliki Rena, dia terlalu serakah sehingga menyebabkan semua ini terjadi."
"Apa kamu nggak ada uang? Berikan uangmu sedikit untuk Rena, supaya dia bisa dapat tempat tinggal baru."
"Rena itu udah dua hari nggak ada kabarnya. Sudah pasti dia punya tempat tinggal lain. Lagian kita nggak punya uang, uang kita kan semuanya kita pakaikan modal juga dan kalau kita ambil uang itu sama saja kita membawa usaha kita kembali merangkak dari bawah."
"Apa nggak bisa ya disisihkan untuk Rena? "
"Udahlah sayang kamu nggak usah khawatirin Rena. Rena itu udah dua hari nggak ada kabarnya dia nggak mungkin kan di jalanan."
"Gimana kalau dia di jalanan?"
Yoyo terdiam ia tidak bisa melawan perkataan istrinya karena ia pasti akan kalah dari Yumi.
"Kamu tahu sendiri kan kondisi keuangan kita kayak gimana? Kamu juga paling tahu apa yang aku lakukan ketika kita kehilangan banyak modal karena ditipu, kita sedang berusaha untuk kembali ke awal usaha kita yang ramai-ramainya kalau kamu kasih uang ke Rena artinya kamu harus mengorbankan usaha kita." Yoyo berusaha memberi pengertian kepada sang istri.
"Jadi kita nggak punya uang simpanan?"
"Kita nggak punya uang simpanan semua uang simpanan kita buat tambahin modal kafe."
"Terus gimana sama Rena?"
"Dia bisa ka usaha mungkin, dia juga kerja kan? Dia sudah dewasa. Kenapa kamu mengkhawatirkan Rena seperti anak kecil?"
***
Adrena duduk sendirian di salah satu cafe yang ada di dekat apartemen Gama, ia akan bertemu dengan seseorang yang tidak lain tidak bukan adalah saudara kembarnya.
Adrena sudah sejam menunggu di sini namun Adrian tidak kunjung datang.
Adrena melihat jam tangan yang melilit di pergelangan tangannya, ia benar-benar sudah lama berada di sini, ia dan Adrian janjian akan bertemu di sini.
Tak lama kemudian Adrian datang ia terlihat begitu keren mengenakan pakaian kasual mahal dengan celana jeans juga kacamata rayband, wajahnya bersinar dan ketampanannya di atas rata-rata, bahkan ketampanan Adrian lebih di atas Agung bahkan Adrian sempat bertanya kepada Adrena apa yang ia sukai dari Agung dan Agung adalah pria yang beruntung mendapatkan saudarinya yang begitu cantik.
"Macet sekali," kata Adrian. "Tumben sekali kamu menelponku?"
"Aku kehilangan semuanya."
"Kamu kehilangan semuanya? Lalu? Urusannya denganku apa?" geleng Adrian berharap ia tak mendengar itu dari saudara kembarnya.
"Kamu gak ada kasihan sama aku?"
"Aku kan sudah katakan kepadamu untuk tidak percaya kepada Agung, tapi kamu malah benar-benar membelanya tanpa memperdulikan kami sebagai keluarga."
"Rian, maafkan aku. Aku tahu aku salah, tapi ini tak sepantasnya menyalahkanku. Aku tahu, aku wanita bodoh."
"Kamu tahu sendiri kan tidak akan semudah itu. Selama ini, aku mengira selama 7 tahun, kamu sudah punya anak dan bahagia."
"Apa yang harus aku lakukan di luar sini? Aku benar-benar nggak tahu mau ke mana." Adrena menitihkan airmata.
"Kamu kan punya apartemen."
Adrena menceritakan semuanya kepada Adrian bahwa dia sudah kehilangan segalanya, termasuk apartemennya. Agung sudah membawa kabur semua itu termasuk tabungannya, Adrena menceritakan apa yang terjadi pada dirinya dan Agung sementara Adrian mendengarkannya dengan baik. Meskipun saat ini ia kesal dan tanduknya meradang.
"Jadi dia sudah memunculkan wajah aslinya?" tanya Adrian menghela napas halus.
"Aku harus bagaimana?"
"Aku juga tidak tahu, kamu harus bagaimana. Karena ini pilihan kamu, mau menghindari semuanya pun tidak mungkinkan? Jujurly aku masih kecewa sama kamu, tapi melihat kondisimu saat ini ya aku tentu kasihan."
"Rian, aku memanggilmu kemari karena ingin meminta tolong."
"Apa yang kamu inginkan? Kamu minta uang? Aku bisa memberikan uang kepadamu. Lagian bisnisku sedang sukses."
"Aku tidak butuh uang, yang aku butuhkan aku ingin bertemu dengan Nenek, Mami dan Papi."
"Jadi kamu menyuruhku untuk mempertemukan kamu dengan mereka?"
"Kamu bisa kan melakukannya?"
"Jujur ya, Rena, aku benar-benar kecewa sama kamu, aku benar-benar nggak pengen ketemu kamu hari ini, tapi aku tahu kamu sepertinya sedang kesusahan makanya aku datang tapi kamu tidak akan pernah menghilangkan perasaan kkecewaku."
"Bisa tidak kita nggak usah membahas masa lalu?" tanya Adrena.
"Aku akan mencari Agung di manapun dia berada, aku akan membuatnya menyesal telah meninggalkan kamu."
"Kamu nggak usah merepotkan diri karena aku tidak mau ada masalah di kemudian hari. Biarkan saja dia pergi sesuka hatinya. Meskipun aku belum ikhlas, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa juga. Aku mau kamu pertemukan aku dengan mereka."
"Aku gak bisa janji."
Adrena selalu saja berkata bahwa ia ikhlas, namun di dalam hatinya hal itu tidak terjadi. Dia benar-benar belum ikhlas dan dia masih berusaha mencari Agung sampai dapat dan mengambil semua miliknya lagi.