Bab 12. Obsesi Bukanlah Cinta

1179 Kata
# Banyu baru saja selesai berolahraga ketika dia melihat seorang gadis muda yang sedang duduk di halaman belakang dekat taman yang menjadi kesayangan ibunya. Gadis itu memang tidak secantik gadis-gadis yang selama ini pernah menjadi kekasihnya tapi jelas gadis itu sangat menarik perhatiannya karena wajahnya yang manis. Perlahan Banyu melangkah mendekati gadis itu. “Siapa kau?” tanya Banyu. Gadis yang tadinya sedang melamun itu tampak kaget dan juga bingung dengan teguran Banyu kepadanya. Matanya yang bulat tampak meneliti penampilan Banyu yang saat itu hanya mengenakan celana pendek, kaos olahraga dan juga sepatu lari karena memang dia baru selesai jogging. “Aku tanya, siapa kau? Ini adalah kediaman pribadi keluarga Rakesha, tidak seharusnya orang asing masuk dengan sembarangan ke rumah ini,” ucap Banyu lagi. Pupil mata gadis itu tampak bergetar. Terlihat jelas kalau dia merasa terkejut dan langsung bisa menebak siapa sebenarnya Banyu. Baru saja gadis itu menggerakkan bibirnya yang mungil untuk berbicara, mendadak terdengar suara seseorang memanggil. “Sha.” Gadis itu menoleh ke arah suara yang memanggilnya dan Banyu harus menahan rasa kesal karena gagal mendengar seperti apa suara yang keluar dari bibir mungil gadis di depannya itu. Dia belum pernah merasa begini tertarik pada gadis biasa dengan penampilan sederhana seperti yang ada di depannya itu. “Bapak.” Gadis itu akhirnya berbicara. Suaranya halus seperti bunyi lonceng angin yang tidak nyaring namun enak untuk didengar dan itu membuat Banyu merasa jantungnya berdegup kencang karena senang. Dia belum pernah merasa seperti ini sebelumnya pada semua gadis yang pernah dekat dengannya. Namun dahi Banyu langsung berkerut dalam saat menyadari bagaimana gadis bernama ‘Sha’ itu memanggil sopir di rumahnya dengan panggilan ‘Bapak’ karena itu artinya kalau ‘Sha’ adalah anak dari sopir dan pembantu di rumahnya. Sopir keluarga Rakesha, Abdi Adiguna dan istrinya yang bekerja sebagai pembantu di rumah keluarga Rakesha bernama Bik Nilam adalah pasangan yang dipekerjakan di rumah keluarga Rakesha karena Kakeknya Banyu mengenal ayah dari Abdi Adiguna. Lebih tepatnya ada hubungan hutang budi antara Kakeknya Banyu dan Ayah dari Abdi Adiguna karena dulu nyawa Kakeknya pernah diselamatkan oleh ayah dari Abdi Adiguna. Menurut Kakek, dulunya keluarga Adiguna adalah keluarga yang cukup tersohor di sebuah perkampungan dan memiliki banyak tanah serta ladang dengan warga sekitar yang menjadi pekerjanya. Namun entah karena apa, seluruh harta mereka lenyap, menyisakan sepetak rumah mungil yang sangat sederhana. Abdi Adiguna kemudian memutuskan untuk merantau ke Jakarta bersama istri yang baru dia nikahi saat itu dan anak mereka yang masih bayi. Sayangnya Jakarta tidaklah seramah yang mereka kira. Keluarga kecil itu luntang-lantung di Jakarta selama beberapa waktu hingga akhirnya takdir membawa mereka bertemu kembali dengan Kakeknya Banyu. Singkatnya, tidak ada seorang pun dalam keluarga Rakesha yang bisa memprotes karena Kakek Banyu sendiri yang membawa keluarga kecil itu ke dalam rumah mereka serta mempekerjakan Abdi Adiguna sekaligus istrinya. Saat itu Banyu masih sangat kecil, dia sempat melihat bayi mungil dalam gendongan Bik Nilam ketika wanita itu mulai bekerja di rumahnya. Siapa sangka bayi kecil lusuh itu akan tumbuh menjadi wanita manis dan menarik seperti ini? “Maaf Den, ini anak saya, Prisha. Dia tidak tahu kalau Aden akan terganggu melihatnya menunggu di taman kesayangan Nyonya. Dia tidak tahu kalau tidak boleh sembarangan masuk ke taman ini,” ucap Pak Abdi meminta maaf. Prisha yang melihat bagaimana ayahnya meminta maaf pada Banyu dengan segara menundukkan kepalanya dengan wajah yang terlihat khawatir dan menyesal. “Maafkan saya,” ucap Prisha dengan suara pelan. Banyu menyukai cara Prisha berbicara dan gerak gerik gadis itu yang terlihat lembut serta tenang. Entah dia yang sudah bosan pada jenis wanita yang agresif dan seksi sehingga sekarang dia merasa kalau hatinya begitu tertarik pada sosok gadis muda anak dari pembantunya sendiri. Ataukah itu semua karena dia memang belum pernah bertemu dengan jenis wanita seperti Prisha. Banyu yakin kalau ini hanya sebuah perasaan sesaat. Dia mungkin akan melupakan Prisha dengan segera begitu dia bertemu gadis cantik yang sesuai seleranya. Namun tetap saja Banyu akhirnya mengulurkan tangannya lebih dulu. “Banyu Putra Rakesha, putra pertama sulung keluarga Rakesha,” ucap Banyu memperkenalkan diri sambil tersenyum bangga dengan statusnya yang jelas-jelas di atas Prisha. Prisha dan Pak Abdi saling berpandangan saat Banyu bersikap demikian namun akhirnya Pak Abdi akhirnya mengangguk mengizinkan Prisha balas menjabat tangan Banyu yang terulur. Bagaimanapun yang ada di hadapan mereka adalah anak dari majikan dan akan tidak sopan kalau Prisha menolak untuk sekedar berkenalan. “Prisha Awahita,” ucap Prisha memperkenalkan dirinya. Banyu menatap jemari lentik Prisha yang kini berada di dalam genggamannya. Tidak menyangka kalau gadis seperti Prisha, yang kedua orang tuanya hanyalah pembantu dan sopir di rumahnya bisa memiliki tangan sehalus ini. Tampaknya Pak Abdi dan Bik Nilam memang memperlakukan anak mereka satu-satunya itu seperti mutiara di telapak tangan. Banyu tersenyum tipis. “Bukan Adiguna?” tanya Banyu kemudian. “Adiguna adalah nama Kakeknya Sha, hanya dipakai oleh anak lelaki dan karena Sha anak perempuan, maka saya menggantinya dengan Awahita, sekaligus menyematkan harapan ke dalam namanya agar dia memiliki nasib yang baik.” Kali ini Pak Abdi yang berbicara. Banyu mengangguk pelan dan kembali tersenyum saat itu. Diam-diam matanya meneliti penampilan Prisha dari ujung rambut hingga ujung kaki seperti pemburu yang diam-diam mengintai calon mangsanya. Saat itu, baik Prisha maupun kedua orang tuanya tidak akan pernah mengira kalau awal perkenalan tersebut akan menjadi awal dari kemalangan dalam hidup Prisha yang tidak hanya memupuskan harapan kedua orang tuanya untuk melihat anaknya hidup bahagia. * Banyu tersentak dari lamunannya saat mendengar ponselnya berbunyi. Perlahan dia meraih ponselnya dan melihat nama ibunya yang tertera di layar pemanggil. “Ck, merepotkan saja,” ucap Banyu sambil mematikan ponselnya dan melempar benda pipih itu ke kursi penumpang di sampingnya. Dia sudah hampir seharian di depan rumah mungil itu. Tanpa diketahui oleh keluarganya, Banyu sengaja menyewa orang untuk mengetahui di mana Prisha tinggal sekarang dan apakah mantan istrinya itu sudah memiliki kekasih saat ini. Tentu saja dia tidak bisa menahan rasa senangnya saat mengetahui kalau setelah mereka bercerai Prisha sama sekali tidak menjalin hubungan dengan pria mana pun. “Sha, kau tidak akan pernah bisa melupakanku. Akulah pria pertama dan terakhir dalam hidupmu,” gumam Banyu pelan. Dia berpikir kalau Prisha sesungguhnya masih memendam perasaan kepadanya dan menyangkal kemungkinan kalau sesungguhnya Prisha justru merasa trauma menjalin hubungan baru setelah semua yang pernah dilakukannya pada mantan istrinya tersebut. Banyu memang orang seperti itu. Dia tidak hanya arogan tapi juga narsistik dan obsesif, sedangkan Prisha adalah objek dari sikapnya itu. Sejak pertama Banyu berkenalan dengan Prisha, dia sudah menetapkan Prisha sebagai targetnya dan itu tidak akan pernah berubah bahkan sekalipun dia dulu terpaksa mengikuti kemauan Prisha untuk bercerai karena tekanan dari keluarganya sendiri setelah kematian anaknya dan Prisha. “Cepatlah pulang Sha, aku sangat merindukanmu dan aku ingin melihatmu meski hanya dari jauh karena pembatasan untuk mendekatimu. Kali ini aku janji akan mendekatimu dengan benar dan membuatmu bahagia,” ucap Banyu sambil tetap memandang ke arah rumah mungil yang menjadi tempat tinggal mantan istrinya itu dengan tatapan penuh kerinduan. Banyu tidak bisa membedakan kalau yang dirasakannya kepada Prisha sangat jauh dari cinta yang didambakan Prisha selama ini. Yang dirasakannya adalah obsesi bukannya cinta.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN