Bab 9. Cerita Hidup Ezra

1849 Kata
Dan apa yang Ezra khawatirkan pun terjadi. Mantan istri dan mertua bangsatnya itu benar-benar memberitahukan keberadaannya ke keluarga Baskara. Dia bukan takut. Ezra hanya mencemaskan keselamatan para anak buahnya di studio, jika Helmi membuktikan ancamannya. Tidak, orang tua angkat keparatnya itu memang pasti akan menghancurkannya tanpa ampun. Tapi, apakah setelah menerima pesan ancaman itu Ezra langsung pulang? Tentu saja tidak. Dia hanya menghubungi pegawainya untuk mengosongkan studio tatto miliknya, hingga menunggu dia kembali nanti. Sementara Liam bergerak cepat mengerahkan anak buahnya menjaga ketat tempat itu. Salah kalau Helmi Baskara pikir masih bisa menggertak Ezra seperti dulu. Enam tahun setelah dia lari dari cengkraman tua bangka itu, sekarang Ezra lebih dari mampu untuk melawannya. Terlebih dia dikelilingi orang-orang yang levelnya jauh di atas mantan orang tua angkatnya itu. “Selesaikan prewedding kalian! Tidak ada perubahan rencana. Kita tetap akan balik lusa. Kalau dia berani bertingkah, maka kita juga akan membalasnya!” tegas Ibra sore itu ketika mereka berkumpul untuk membahas permasalahan Ezra. Lengkap dari keluarga Wijaya, Ibra dengan para sekutunya, juga Ezra ditemani para sahabatnya. Helmi Baskara pemain lama di dunia hitam. Kalau dia masih punya otak, sudah pasti mikir seribu kali untuk gegabah menyerang Ezra. Karena Hanum dan papanya sudah pasti juga memberitahu siapa saja orang-orang di belakang Ezra sekarang. “Iya, Om,” angguk Ezra. “Pras dan Nova sudah mengamankan studio. Jack dan anak buahnya juga mulai mengawasi pergerakan para tangan kanan Helmi Baskara. Kalau mereka mau bertingkah, harusnya kita sudah bisa mengantisipasinya lebih dulu!” lontar Liam. “Untuk sementara kamu juga jangan keluyuran dulu, Ra! Yakin mereka juga sudah tahu kamu calon istrinya Ezra. Itu berarti kamu pun dijadikan salah satu sasaran targetnya, untuk memaksa Ezra berlutut!” Xena mulai mengkhawatirkan keselamatan anaknya. Hera memang bisa jaga diri, tapi beda urusannya karena lawannya b******n tua yang terkenal licik dan tidak punya hati. “Hm.” Hera manggut-manggut. “Sebenarnya kasus apa yang membuat Niko dipenjara, setelah kamu kabur tidak mau dijadikan tumbalnya?” tanya Cello. Semalam keasikan ngobrol malah jadi belum sempat mendengar cerita Ezra. “Pembunuhan perempuan yang dikencani Niko. Mereka pesta obat di apartemennya. Tidak tahu bagaimana ceritanya, perempuan itu sudah mati di bak mandi. Tengah malam aku ditelpon Helmi Baskara, diminta untuk datang kesana membereskan kerusuhan anaknya. Aku pikir Niko cuma mabuk dan ribut memukuli orang. Kalau sudah seperti itu biasanya aku yang menjemputnya pulang.” “Terus?” tanya Cello makin penasaran. “Saat aku sampai sana ternyata sudah ada Lucas, salah satu orang kepercayaan Helmi Baskara. Niko setengah sadar ngoceh kalau sudah membenamkan perempuan itu ke bak mandi. Sialnya ternyata aku dipanggil disuruh untuk menggantikan Niko menjadi pembunuhnya. Aku tentu saja menolak dan berniat pergi. Sayangnya aku dibuat tidak berdaya dengan disuntik obat.” Ezra menghela nafas kasar. Wajahnya tampak kaku menahan marah, saat ingatannya dipaksa kembali ke malam terlaknat dia dijebak dengan cara kotor. Hera meringis menggenggam tangan si om yang mengepal. “Aku ditinggalkan dengan kondisi teler, bersama mayat perempuan itu di bak mandi. Beruntung sebelum kesana aku memasang kamera di kancing jaketku, karena merasa ada yang tidak beres. Susah payah aku akhirnya bisa kabur dari sana. Hanya beberapa saat sebelum polisi datang. Helmi murka tahu aku kabur. Setelah itu aku juga sempat jadi buron polisi. Sampai kemudian aku minta tolong ke salah satu teman mendiang papaku yang jadi polisi, untuk menyerahkan bukti rekaman. Itu awal mula aku kabur dan Niko dipenjara. Hingga keluarga Baskara terus memburuku!” urainya menceritakan semua ke mereka asal mula dia jadi buron Helmi Baskara. “Heran! Dia punya banyak anak buah. Kenapa harus kamu yang dijadikan tumbal?” sahut Satria Lin, mertua Daren. “Saya juga tidak paham, Om. Tadinya saya juga tidak ambil pusing. Cuma sejak disuruh menggantikan Niko menikahi Hanum yang sudah hamil anaknya, saya jadi mulai punya firasat buruk. Calon bayi yang darah daging sendiri saja mereka sanggup setega itu, apalagi saya yang hanya anak angkat dan tidak berstatus hukum,” jelas Ezra. “Maksudnya kamu tidak sah secara hukum jadi anak keluarga Baskara?” lontar Johan, papa Hera. “Iya, Helmi Baskara hanya mengakui saya sebagai anak angkat, tapi tidak diurus secara hukum.” angguk Ezra. “Kenapa?” Ganti Deva yang bertanya. “Aku juga tidak tahu. Sejak keluargaku meninggal aku dibawa tinggal di rumah mereka. Tetap disekolahkan, tapi seiring waktu mulai dilibatkan dalam bisnis kotor mereka. Kadang disuruh membantu mengurus tempat judi, mengawasi serah terima mobil curian, maupun mengamankan nightclub yang juga jadi tempat transaksi prostitusi.” Miris, mereka tidak menyangka jika cerita hidup Ezra juga sepahit itu. Ditinggal mati seluruh keluarganya. Diangkat anak mantan bos papanya dikira nasibnya terselamatkan, tapi ternyata justru dirusak masa depannya. Pantas saja dia menutup rapat kehidupan pribadinya. “Kita pertama kali bertemu di bandara saat mau berangkat ke Amerika. Kamu lari ke luar negeri?” tanya Vian. “Bukan lari, tapi aku bekerja sebagai pengawal pribadi orang penting. Tidak mudah mendapat kepercayaannya. Aku digembleng lebih dulu di tempat pelatihan khusus, juga wajib mengikuti kemanapun dia pergi. Termasuk wilayah perang, karena dia punya bisnis gelap penjualan senjata. Kalau kalian pernah melihat bekas luka di punggungku, itu karena aku pernah tertembak di perbatasan Rusia sampai hampir sekarat.” Mereka melongo. Pantas saja kemampuan tarung Ezra tak kalah dari Liam dan Jingga yang juga telah lulus gemblengan dari tempat Bimo. Respon otaknya saat menghadapi situasi rawan juga cepat tanggap dan jeli, tapi penuh perhitungan. Ternyata dia sudah terlatih oleh pengalamannya di medan berbahaya. “Sekarang kalian tahu kan, kenapa kakek Hera tidak keberatan cucunya dekat dengan dia!” Ibra menyeringai meraih cangkir kopinya. “Jadi Opa sudah tahu semua soal Om Ezra?” Hera meringis menatap kakeknya yang malah terkekeh. “Menurutmu?” tanggapnya gemas dengan cucu kesayangannya yang paling bisa bikin mereka ketar-ketir itu. Bibir Hera mencebik menggelendot memeluk lengan Ezra. Menyebalkan ketika ternyata kakek dan orang tuanya tahu semua soal Ezra, tapi bungkam tidak memberitahunya sama sekali. “Kamu masih berhubungan dengan bosmu yang dulu?” tanya Bian, omnya Hera. “Masih, Om. Sesekali kalau dia sedang di sini, saya diminta datang menemuinya untuk membantu sedikit urusannya. Beberapa hari lagi anaknya juga akan datang minta dibikinin tatto di punggung.” Ok, sekarang mereka paham siapa klien penting yang Ezra maksud tadi pagi. Ternyata anak mantan bosnya. “Sekarang aku tanya, kapan rencanamu menikahi cucuku?” cecar Herman Wijaya sontak mendapat protes dari anaknya. “Ayah kenapa terus mendesak Ezra gitu? Dikiranya nanti kita yang ngebet mau dia menikahi Hera! Lamarannya saja juga baru semalam, Yah. Tidak usah buru-buru. Hera juga harus mengurus kuliahnya dulu!” seru Johan sewot. “Masalahnya sekarang mereka sudah muncul, Jo! Aku mau secepatnya Ezra mengambil tanggung jawab penuh menjaga Hera! Menurutmu sendiri bagaimana, Xena?” tanya Herman ke menantunya. “Saya setuju,” angguk mama Hera. “Xenxen …” Johan lagi-lagi protes. “Kamu percaya ke aku sama ayah nggak, sih?!” tegas Xena menoleh ke suaminya. “Tentu saja percaya,” jawab Jo. “Ya sudah, tinggal ikuti!” Bian, sahabat sekaligus ipar Johan terkekeh merangkul pria bermuka kalem yang duduk di sebelahnya itu. Mana pernah menang dia kalau berdebat dengan istrinya. “Tidak apa, Jo. Biar sebentar lagi punya cucu. Masa kalah sama aku yang sudah punya tiga cucu!” “Halah, dulu juga kamu yang paling ribet waktu Dirga mau menikahi Keyra! Giliran dikasih cucu kembar tiga, kamu sampai rela pakai kolor nyeker ke kantor!” dengus papa Hera menepis rangkulan iparnya yang tertawa ngakak. Iya, Keyra sepupu Hera juga bersuamikan duda. Malah terpaut umur dua puluh tahun. Bian menentang keras sampai nyaris bercerai dengan istrinya. Sekarang mereka hidup bahagia. Apalagi dikaruniai anak kembar tiga. Mungkin ini juga yang jadi pertimbangan keluarga Wijaya memberi restu Ezra mendekati Hera. Terlebih tahu Ezra memang pria yang dianggap cocok untuk Hera yang punya sisi liar. “Gimana, Zra?” tanya Herman lagi. “Terserah Opa saja. Kapanpun saya siap menikahi Hera,” jawab Ezra mantap. “Bagus! Setelah kembali dari sini nanti kalian ijab kabul dulu. Resepsi akan diurus secepatnya! Tinggal dulu di rumah kami! Sampai keadaan benar-benar aman, baru kalian menempati rumah yang sudah kamu persiapkan itu!” titah Herman. Kalau Hera melongo mendengar keputusan kakeknya, maka Ezra malah tersenyum senang. Yang lain tertawa terkekeh. Entah siapa yang diuntungkan dalam hal ini. Meski terdengar masuk akal, tapi mereka tidak bodoh untuk paham maksud Herman Wijaya yang terkesan ngebet menikahkan cucunya dengan Ezra. “Modusmu itu lho, Man! Herman! Bilang saja ingin cucumu secepatnya menikah.” cibir Bimo, sahabat kakek Hera. “Baskara sudah berani mengancam Ezra, meski hanya lewat pesan. Itu berarti dia juga sudah punya rencana sendiri untuk menyeret Ezra, apapun caranya. Cucuku akan jadi sasaran b******n tua itu, karena sekarang hanya dia kelemahan Ezra! Daripada nanti mereka wira-wiri dan jadi celah mengusik Hera maupun Ezra, lebih baik aku nikahkan dulu supaya bisa tinggal serumah!” jelas Herman. “Kamu nggak keberatan kan ijab kabulnya dipercepat? Pesta resepsinya tetap akan dipersiapkan sesuai keinginanmu.” Ezra menoleh ke Hera yang seperti masih syok, tiba-tiba pernikahannya akan disegerakan. “Tidak apa-apa. Gimana baiknya saja. Dipercepat kan juga atas pertimbangan keselamatanku,” jawabnya. Ezra mengangguk meremas lembut genggaman tangan mereka. Merasa bersalah, karena baru dilamar langsung membuat Hera terseret dalam permasalahan dendam masa lalunya. “Maaf, kalau saya sudah membuat Hera terbawa-bawa dalam masalah ini,” ucap Ezra ke kakek dan juga calon mertuanya. “Sejak pertama kamu muncul bersama Vian, kami sudah mulai mencari tahu latar belakangmu. Ibra mana mungkin semudah itu membiarkan orang luar masuk, jika belum memegang semua kartumu. Apalagi saat kamu mulai mendekati cucuku. Xena lebih dalam lagi menggali masa lalumu. Jadi perihal Hilmi Baskara yang kemungkinan akan kembali memburumu, itupun sudah kami perhitungkan sebelumnya. Cuma masalahnya sekarang dia datang saat kalian belum sah menikah. Aku cuma ingin kami bisa totalitas membantumu, sedang kamu juga lebih maksimal menjaga Hera. Paham!” “Iya, saya paham,” angguk Ezra. Jingga nyengir melirik bestienya yang kemungkinan beberapa hari kedepan akan menikah. Bibirnya berkedut menahan geli, membayangkan akan sekonyol apa kehidupan pernikahan mereka nanti. Yang satu om-om duda matang, satunya bocah oneng yang hobi petakilan. Untung saja Ezra orangnya luar biasa sabar dan sayang ke Hera. “Ezra ….” panggil Xena, “Iya, Tan.” “Aku sudah minta bantuan Om Bimo untuk mendalami lagi kasus kematian keluargamu. Ada info penting yang Om Bimo dapatkan dari temannya dan seratus persen bisa dipertanggungjawabkan keakuratannya. Ini perihal papamu!” ucap mama Hera itu seketika membuat jantung Ezra berdegup kencang. “Tentang papa saya? Info apa?” tanyanya dengan suara berat. “Papamu, Rama Albiansyah adalah seorang polisi intelijen. Sebelumnya sudah beberapa kasus berhasil dipecahkan berkat hasil kerjanya. Karena itu dia dipercaya menyusup jadi anak buah Helmi Baskara, untuk mengungkap bukti kejahatannya.” Tubuh Ezra seketika kaku. Darahnya berdesir cepat sampai kepalanya pening dengan telinga berdenging. Apa mungkin ini yang dimaksud mamanya saat malam menjelang kejadian, supaya papanya tidak lagi menantang bahaya? “Ada banyak kejanggalan di kasus kematian keluargamu. Kita masih telusuri lagi dan berusaha mendapat bukti, apakah mereka benar-benar bunuh diri atau dibunuh? Kalau ternyata benar dugaan kami soal kematian mereka yang tidak wajar, maka kamu sendiri pasti tahu siapa pelakunya yang patut dicurigai!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN