08
Protes dan omelan Jewel sama sekali tidak menggoyahkan niat Trevor untuk mengantarkannya ke Bandung. Perempuan bermata cukup besar akhirnya memukuli lengan dan d**a Trevor yang hanya menepis tanpa membalas.
Pada satu kesempatan, pria beralis tebal mencekal kedua pergelangan tangan Jewel, kemudian mendorong perempuan berhidung mancung agar diam di kursinya. Kala Jewel hendak memprotes, Trevor menatap tajam padanya sembari mengacungkan telunjuk.
Kendatipun pria bermata sipit tidak mengeluarkan kata-kata, tetapi aura ketegasannya muncul maksimal dan berhasil mengintimidasi Jewel. Perempuan berbibir penuh akhirnya terpaksa diam sembari menenangkan napasnya yang memburu karena emosi.
Levin dan Terren yang mendengar perdebatan kedua penumpang di belakang, saling melirik sesaat sebelum sama-sama mendengkus pelan. Puluhan tahun menjadi saudara Trevor, keduanya sangat memahami karakter cucu laki-laki-laki kedua di keluarga Aryeswara.
Sepanjang sisa perjalanan, Jewel mengunci mulutnya rapat-rapat. Dia enggan menoleh ke kanan dan menyibukkan diri memandangi suasana di luar.
"Ter, Jumat depan ada pertemuan dengan tim empat perusahaan gabungan. Kamu yang mewakili saya," tutur Trevor seusai membaca jadwal di email yang dikirimkan Andien, sekretarisnya.
"Di mana?" tanya Terren tanpa menoleh.
"Kantor PG."
"Waktunya?"
"Jam tiga."
"Ehm, oke. Apa ada hal khusus yang harus dilaporkan?"
"Tidak. Kemungkinan akan diadakan perombakan."
"Maksudnya?"
"Pertukaran area kerja."
"Jadi Mas nggak pegang Sumatera lagi?"
"Ya. Saya sudah minta area baru pada ketua tim."
"Ke mana?"
"Jawa Barat, Tengah dan Timur."
"Jakarta?"
"Itu dipegang Januar. Dia sulit ke luar kota karena istrinya sedang hamil."
"Ehm, ya. Jadi Ayah siaga."
"Betul, dan saya juga akan begitu kalau Jewel mengandung."
Perempuan yang disebut spontan mendelik pada lelaki yang tengah mengulum senyum. Bibir Jewel sudah siap untuk mengeluarkan berbagai umpatan, tetapi harus diurungkan karena ponsel Trevor berdering dan pria itu segera mengangkatnya.
Pembicaraan yang diselingi dengan gelakak lelaki bertubuh tinggi, menjadikan Jewel tanpa sadar mengamati Trevor. Raut wajah serius yang beberapa hari itu ditunjukkan sang CEO, telah berubah penuh senyum. Percakapan santai yang dilakukan pria tersebut melalui sambungan telepon, menyebabkan sosoknya sangat berbeda.
Jewel terus mengawasi gerak-gerik pria yang sempat meliriknya sekali. Dia terkesiap ketika Trevor menyebutkan hendak melamar calon istri. Pekikan orang di seberang telepon menjadikan Jewel menjengit karena kaget.
"Mas Benigno dan Ethan, protes waktu saya bilang akan menikah," ujar Trevor, sesaat setelah menutup sambungan telepon.
"Mas Ben pasti senewen karena kelewat lagi," seloroh Levin.
"Nungguin dia nikah, kita kapan gilirannya?" tanya Terren.
"Ya, saya juga pernah bilang begitu," tambah Trevor.
"Benigno dan Ethan, itu siapa?" celetuk Jewel. Dia benar-benar penasaran karena belum pernah mendengar kedua nama itu.
"Sepupu kami, anaknya Tante Ursula," jelas Trevor. "Nama lengkap mereka, Benigno Griffin Janitra dan Ethan Bradlee Janitra. Cucu pertama dan keempat dari keluarga kami." Trevor menunjuk dirinya. "Saya, cucu kedua. Levin, ketiga. Terren, kelima. Dan, satu lagi, the only perempuan. Namanya, Levanya Liezel Aryeswara. Dia adiknya Levin," lanjutnya.
Jewel mengangguk paham. "Sepertinya kalian cukup dekat."
"Aku terpaksa dekat, karena jadi adiknya," sela Terren.
"Dan aku tidak bisa menghindar jadi sepupunya," sambung Levin.
"Jangan begitu. Kalian harus terima saya apa adanya," ungkap Trevor. "Seperti halnya kamu, Honey. Harus memahami saya sebaik-baiknya," lanjutnya sembari memandangi perempuan berambut panjang yang refleks berdecih.
Trevor meraih tangan Jewel yang langsung menepisnya. Perempuan bergaun biru tua motif abstrak menggeser badan ke kiri untuk menjauhi jangkauan sang lelaki. Jewel mengomel dan memaki Trevor dalam hati ketika pria tersebut melepas sabuk pengaman, kemudian menggeser badannya hingga menempel pada Jewel yang sudah tidak bisa menghindar.
Sisa perjalanan dihabiskan Jewel dengan menggerutu tanpa suara. Terutama karena tangan Trevor melingkari pundaknya dan memeluk dari samping. Jewel ingin menjerit, tetapi dibatalkan karena dia tahu hal itu akan sia-sia.
Setibanya di Kota Bandung, Jewel mulai deg-degan saat membayangkan reaksi keluarganya. Perempuan bermata cukup besar benar-benar takut jika ayahnya akan mengamuk. Begitu pula dengan Rayner, Adik Jewel.
Mereka sampai di kediaman keluarga Narapati lewat dari pukul 22.00 waktu Indonesia bagian barat. Jewel turun terlebih dahulu, kemudian menguatkan mental untuk mendatangi rumah masa kecilnya dan menekan bel.
Tidak berselang lama pintu terbuka dan seorang pria muda keluar. Dia langsung memeluk Jewel sembari mencecarnya dengan pertanyaan bertubi-tubi. Ternyata Febiola telah menelepon untuk mencari Jewel yang sudah beberapa hari tidak masuk kerja.
"Kita bicarakan di dalam saja," tukas seorang pria berkumis yang muncul dari dalam rumah. Dia memeluk sang putri yang menghambur memeluknya tanpa mengatakan apa pun.
Sebastian Narapati mengalihkan pandangan pada kelima pria yang tengah berdiri di dekat undakan tangga. Pria tua mengenali dua orang di depan sebagai anak bos Aryeswara Grup, yang merupakan rekan bisnis calon menantunya, Marcellino Sanjaya.
"Mari, silakan masuk," ajak Sebastian.
"Baik, Pak," sahut Trevor sembari maju dan menyalami lelaki tua.
Sebastian melepaskan diri dari pelukan putrinya. Dia mengarahkan tangan kanan untuk mempersilakan para tamu masuk. Helga, Ibu Jewel yang mengintip dari ruang tengah, segera meminta Parmi, asistennya untuk membuatkan minuman buat tamu-tamu.
Perempuan bermata serupa sang putri merapikan rambut dan pakaiannya terlebih dahulu sebelum mengayunkan tungkai menuju sofa ruang tamu. Dia menyalami kelima pria muda sembari bertanya-tanya dalam hati, bagaimana mereka bisa mengantarkan putri keduanya.
"Mohon maaf sebelumnya, Pak, Bu. Kalau kedatangan kami mengganggu waktu istirahat," ujar Trevor dengan sangat tenang.
"Tidak apa-apa. Kami belum tidur," jawab Sebastian.
"Sebetulnya maksud kedatangan saya, selain untuk mengantarkan Jewel. Saya juga ingin meminta izin menikahinya."
Sebastian dan Helga sama-sama terperangah. Demikian pula dengan Rayner. Sedangkan Jewel menunduk sembari memejamkan mata. Jantungnya berdegub kencang saat menunggu kelanjutan ucapan Trevor.
"Mohon maaf. Tapi, Jewel telah bertunangan dengan Marcell," papar Sebastian setelah bisa mengatasi keterkejutannya. "Anda pun hadir dalam pesta pertunangan beberapa waktu lalu, bukan?" desaknya.
"Ya, saya memang hadir." Trevor memandangi pasangan tua yang menatapnya tajam. "Tapi setelah itu, saya dan Jewel menjalin hubungan," akunya yang menjadikan keluarga Narapati kembali terkejut.
"Bohong!" seru Jewel sembari menengadah. "Dia bohong, Yah. Kami nggak punya hubungan apa-apa!" tegasnya.
Trevor menaikkan alisnya. "Sayang, kamu melupakan perjanjian kita di kantormu."
"Itu urusan pekerjaan. Bukan tentang hubungan yang tadi Mas sebutkan!" ketus Jewel.
"Dan setelah itu kami berkencan."
"Enggak ada!"
"Lalu, saya mengajaknya ke mansion. Kemudian kami melakukan hubungan intim atas dasar suka sama suka."
"Bukan begitu ceritanya! Mas nyulik aku!"
"Tidak, kamu ikut dengan sukarela, Je!"
"Enggak! Aku sama sekali nggak sadar!"
"Kamu yang menyerahkan diri. Tidak ada pria yang akan menolak."
Jewel berdiri dan jalan cepat ke depan Trevor. Satu tamparan keras mendarat di pipi kiri sang lelaki yang mengeraskan rahangnya untuk menahan emosi.
"Kamu memperkosaku!" geram Jewel sembari menangis. "Sekarang kamu bilang aku menyerahkan diri. Dasar, b******n!" umpatnya sambil hendak menampar pria di hadapannya sekali lagi.
Akan tetapi, Trevor telah berdiri dan mencekal pergelangan tangan Jewel. Dia memelototi perempuan yang balas mendelik tajam.
"Ya, saya memang memperkosamu. Tapi hanya yang pertama. Selanjutnya, kita sama-sama menyukai aktivitas fisik!" desis Trevor.
"Enggak! Kamu bohong!" pekik Jewel.
Tiba-tiba sebuah tinjuan keras mendarat ke rahang kanan Trevor yang spontan terdorong hingga cekalannya terlepas. Pelakunya maju dan menarik Jewel menjauh. Kemudian Rayner memukul dan menendang Trevor yang hanya menangkis tanpa melawan.
Teriakan Helga tidak digubris keduanya yang masih melanjutkan perkelahian. Levin dan yang lainnya benar-benar hanya menonton. Mereka tahu, jika Trevor berniat membalas maka bisa dipastikan Rayner akan kalah.
Suasana makin kacau kala Sebastian memegangi dadanya sembari meringis. Helga menahan tubuh suaminya bersama Jewel. Joshua dan Levin membantu mengangkat pria tua yang tengah megap-megap.
Terren dan Victor melerai Rayner serta Trevor. Meskipun masih emosi, tetapi Rayner memutuskan meninggalkan Trevor untuk mengejar keluarganya yang tengah memasuki mobil milik Joshua.
Victor menarik Trevor agar mengikutinya keluar. Terren menyempatkan minum teh bawaan Parmi yang belum sempat disajikan. Setelahnya, pria berparas manis mengejar yang lainnya ke mobil Trevor.
Joshua yang menjadi pengemudi mobil pertama, memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi agar bisa segera tiba ke rumah sakit. Levin yang menyetir mobil kedua, menyusul dengan kecepatan yang sama sembari berdoa dalam hati agar Ayah Jewel bisa diselamatkan.