Fredo menggulingkan tubuh Zena hingga merubah posisi mereka di mana Fredo di atas dan Zena berada di bawah. Semua makian serta kata umpatan yang keluar dari mulut Zena teredam oleh ciuman yang Fredo lakukan. Melumat kasar lalu melembut secara perlahan, kedua tangan kekarnya masih menahan tangan Zena agar wanita itu tak bisa berontak. Fredo tahu betul akan konsekuensi yang dia dapat jika berani melangkah makin jauh lagi. Namun, sisi liarnya lebih mendominasi hingga tak mau peduli dengan resiko apa yang akan Zena beri.
Zena, wanita itu tak akan sudi menjadi b***k nafsu Fredo sialan. Tujuannya ke sini bukan untuk menyerahkan dirinya melainkan untuk menjalankan misi. Salahkan saja waktu yang tidak tepat bagi kedatangannya saat ini. Dengan sekuat tenaga Zena mendorong Fredo dan tubuh besar milik pria itu berhasil menjauh.
Fredo menggulingkan tubuhnya tidur telentang di sisi Zena. Tawa lepas dari bibirnya mengetahui Zena yang langsung bangkit berdiri dan menatap nyalang padanya.
"Sialan kau, Fred! Berani aku berbuat itu lagi ... akan kutebas milikmu sampai habis tak bersisa!"
"Auw ... Auw ... kejam sekali." Fredo membekap miliknya dengan kedua tangan berekspresi takut menatap wajah Zena. Setelahnya ia kembali bersuara, "Kau tak tahu saja betapa dasyatnya kenikmatan yang dapat dia berikan. Kau belum merasakannya, Zen. Seharusnya kau biarkan saja aku memasukimu agar kau tahu bagaimana nikmatnya saat milikku berada di dalam milikmu."
"Tutup mulut kotormu itu, Fred!"
Bagaimana pun Zena ini tetaplah perempuan yang akan malu mendengar kata-kata kotor yang terucap dari bibir pria mesumm semacam Fredo. Harga dirinya di mana andai Zena benar-benar menyerahkan diri pada pria brengsekk dan b******n yang suka bergonta ganti pasangan demi memuaskan nafsu bejatnya.
Tawa Fredo kembali menggelegar lalu pria itu bangkit dari berbaringnya. Tanpa menghiraukan Zena, justru Fredo menyingkap selimut dan turun dari atas ranjang. Mempertontonkan tubuh setengah telanjangg karena hanya memakai celana dalam di hadapan Zena.
"Pakai celanamu dan jangan mengotori mataku dengan milikmu yang seolah menantangku itu."
Fredo menyambar boxer yang tergeletak di atas sofa lalu memakainya tidak mau terus mendengar suara Zena yang melengking itu. Telinganya sakit sekali mendengar suara nyaring dari teriakan wanita yang kini justru pergi keluar meninggalkan kamarnya.
Memilih menyusul Zena dan rupanya wanita itu telah duduk di atas kursi bar. Tanpa diminta, Fredo mengambil salah satu koleksi minuman beralkohol yang tersimpan di dalam lemari khusus miliknya. Mengambil gelas dan menuangkan separuh isinya. Diserahkan pada Zena yang langsung diterima oleh wanita itu. Pun demikian Fredo juga mengambil untuknya sendiri. Keduanya saling duduk bersisihan pada kursi tinggi sambil menikmati minuman yang sebenarnya terasa pahit di lidah dengan sensasi terbakar begitu melewati tenggorokan.
"Ada apa gerangan sampai kau harus repot-repot mendatangiku, Zen."
"Cih. Jika tak ada hal penting aku juga tak sudi datang kemari. Di mana handphone-mu. Kenapa aku telepon tak kau angkat juga."
"Kau tahu sendiri jika aku sedang tidur tadi. Dan kau dengan seenaknya membangunkanku. Menyebalkan sekali."
"Jangan katakan jika kau sedang mimpi erotis di siang bolong begini."
"Ya, dan kaulah lawan mainku dalam mimpi."
"Sialan!"
"Back to topik. Hal apa yang ingin kau sampaikan."
"Apa kau tahu ada pendatang baru di kota ini?"
"Pendatang baru apa maksudmu?"
"Ya warga baru. Seorang lelaki berperawakan tinggi dengan rambut cepak dan ...." Zena tak melanjutkan penjelasannya. Mengingat betapa dasyat kekuatan yang dimiliki oleh pria yang tadi ia temui.
"Apa pria yang kau maksudkan itu sama dengan orang yang beberapa kali menggagalkan misi kita?"
"Ya. Dan kau tak pernah becus hanya mencari keberadaan pria itu."
"Memangnya kau sudah bertemu dengannya."
"Sudah. Dan tugasmu sekarang adalah mencari tahu siapa sesungguhnya pria itu. Jangan membuatku murka karena kau tak pernah melakukan tugasmu dengan baik."
"Baiklah. Aku akan mencari tahunya."
"Dan satu hal lagi yang perlu kau tahu."
"Apa?"
"Kau harus berhati-hati dengannya karena dia ... memiliki kekuatan super yang membuat semua lawan kalah dalam sekali pukulan."
"Benarkah itu?"
Zena mengangguk.
"Pantas saja anggotamu kalah semua melawannya."
"Dia sangat berbahaya bagi kelangsungan bisnis mobogengs. Singkirkan dia dan jangan lagi beri dia kesempatan tetap berada di kota ini."
"Baiklah. Aku akan mencari tahu siapa gerangan orang itu. Karena aku tak mendapat laporan sama sekali jika ada warga baru di kota ini."
Zena tak lagi mau berlama-lama berada di sini. Turun dari atas kursi mendapat tatapan aneh dari Fredo.
"Kau mau ke mana?"
"Kembali ke markas."
"Untuk apa kau kembali ke markas. Di sinilah lebih lama lagi. Kita bisa bersenang-senang dulu."
"Bersenang-senang kepalamu! Berada lama-lama dengan pria mesumm sepertimu akan membuatku jadi wanita bodohh, sama seperti wanita-wanita yang sukarela kau tiduri."
Fredo tergelak mendengar ucapan frontal dari mulut Zena. Wanita itu sungguh kasar dalam berbicara. Namun, apa yang dia katakan memang benar adanya dan Fredo tak sakit hati sedikit pun dengan semua olokan yang Zena lontarkan.
"Aku pergi."
"Kau berhati-hatilah di jalan." Fredo berteriak sembari memperhatikan punggung Zena yang semakin menjauh dari pandangannya. Hingga detik selanjutnya suara motor milik Zena meraung meninggalkan rumah mewahnya.
Pria itu masih duduk sendiri dalam diam di ruang bar sembari menyesap minumannya. Berpikir dan mengingat siapa gerangan seseorang yang baru saja Zena ceritakan. Seingatnya, anak buahnya juga para staf di kantor tidak ada yang melapor kepadanya jika ada warga baru di kota Graha. Lantas ... siapa pria yang dimaksud? Terlebih pria yang memiliki kekuatan di atas rata-rata. Sejak kapan kota Graha kedatangan orang seperti itu dan kenapa juga dia tak pernah tahu.
Menggelengkan kepalanya. Lalu beranjak dari duduknya dan meninggalkan begitu saja gelas beserta minuman yang belum habis isinya. Nanti ada pelayan yang akan membereskan semua kekacauan yang ia buat. Sekarang Fredo memilih kembali masuk ke dalam kamar. Gara-gara kedatangan Zena telah menganggu tidur nyenyaknya. Tapi ... Fredo menatap jam yang bertengger di dinding kamar. Rupanya sudah sore saja. Tidak mungkin jika ia kembali pergi tidur. Lebih baik dia mandi saja. Ada hal penting yang harus dia lakukan terkait laporan dan tugas yang Zena beri padanya. Entah kenapa sekarang dia kembali dibuat penasaran. Dan misi yang akan dia jalankan kali ini akan dilakukan dengan sungguh-sungguh tidak seperti misi yang Zena perintahkan sebelumnya di mana dia belum percaya seratus persen saat mendapat laporan jika para anak buah Mobogengs banyak dikalahkan oleh seseorang pria tak dikenal. Pun demikian kegagalan human trafficking yang dipelopori oleh pihak militer. Fredo yakin sekali orang yang Zena maksudkan itu pasti ada hubungan dengan pihak militer jika menelisik dari runtutan kejadian akhir-akhir ini.