“Sudah, Jang. Malu dilihat tetangga.” Asmi menenangkan sembari menyusut air matanya dengan sapu tangan. “Ke depannya, Ujang jangan sembarangan bicara. Ucapan itu doa. Mardi, tolong bawa Ujang.” Mardi mengangguk. Ujang masih sesegukan sampai rasanya sesak kehabisan napas. Semua yang datang melayat menyangka Ujang menangisi kepergian Pak Gunawan. Seperti kata seorang wanita tua, begitu Ujang melintas di hadapannya dia bergumam, “Sudah, jangan ditangisi. Allah lebih sayang pada pak Gun.” Ujang bergeming. Tidak berusaha menyanggah jika dia tidak menangisi Pak Gunawan. Dia berbaur bersama bapak-bapak dan pelayat yang bersiap menyalatkan jenazah. Pedih, pemuda itu melihat Asmi dan kedua anak perempuannya berpelukan. Kematian adalah salah satu kepastian. Bicara atau tidak Ujang pada saat itu