Bab 10. GGPPM

1234 Kata
Shena menatap seluruh isi club yang membuatnya terpana. Desain club yang klasik tapi berseni, membuat siapapun yang ada di sana merasa nyaman. Di tengah-tengah club ada logo besar dan tulisan Cruash Club. “Wah, bagus banget,” ucap Shena menatap seluruh club Yanan.  “Bagaimana?” tanya Yanan bersedekap dadaa.  “Apanya?” tanya Shena menatap pria yang sudah menculiknya itu.  “Bagaimana di sini? Nyaman kan?” tanya Yanan memperjelas. Shena mengangguk-anggukkan kepalanya tanda memang nyaman.  “Mari berpesta!” teriak Vero disusul dengan teriakan yang lain yang sudah mulai heboh.  Shena menatap mereka yang membawa masing-masing botol bir di tangannya.  “Aku mau pulang saja,” ucap Shena membalikkan badannya. Namun tangannya ditahan oleh Yanan.  “Kita pesta bareng!” ajak Yanan.  “Kamu gila? Aku ini perempuan, baru pertama kalinya ke sini dan kamu mau ngajak aku mabuk-mabukan?” tanya Shena melepas paksa tangan Yanan.  “Vero, Varel, Daren, Maxim, jangan minum!” titah Yanan.  “Siap!” jawab mereka dengan kompak. Shena menatap Yanan dengan mengernyitkan alisnya. Semudah itu kah mereka menuruti Yanan.  “Ayo!” Yanan menarik lagi tangan Shena menuju ke samping clubnya. Vero, Varel dan yang lainnya menuju ke almari pendingin untuk mengeluarkan bahan makanan mereka.  Bahan makanan yang seharusnya bisa untuk satu bulan, kini mereka keluarkan karena kemenangan mereka di turnamen yang baru saja digelar. Itu sudah menjadi tradisi Cruash Club, kalau mereka menang turnamen, maka bahan pokok satu bulan akan dikeluarkan semuanya.  Maxim sibuk menata panggangan untuk memanggang daging, Vero sibuk menyiapkan bumbu, ada juga yang sibuk membawa alat-alat makan dan membersihkan sayur.  “Kamu gak bantuin mereka?” tanya Shena pada Yanan. Yanan hanya mengedikkan bahunya.  “Bantuin gih. Kamu kaptennya, ketua clubnya, tapi malah enak-enakan di sini,” ujar Shena.  “Mereka bisa sendiri,” jawab Yanan.  “Bantuin sana!” pinta Shena yang mendorong Yanan untuk membantu anggotanya. Sedangkan Yanan yang sedikit terhuyung pun menatap seluruh anggotanya yang sialnya juga tengah menatapnya.  Tidak ada yang bisa berekspresi biasa saja, Vero, Varel, dan yang lainnya menatap tidak berkedip ke arah bosnya. Untuk kali pertamanya ada yang berani mendorong Yanan. Bukan maksud berlebihan, tapi memang itu adanya. Yanan hanya takluk kepada Shena.  “Bantuin sana!” titah Shena lagi.  “Iya iya ini bantuin,” jawab Yanan. Yanan pun segera membantu Maxim menatap pemanggang. Shena bersedekap dadaa melihat para laki-laki di sekitarnya.  “Kapten, gak usah bantuin. Aku bisa sendiri,” ucap Maxim saat Yanan membantunya.  “Biar aku bantu,” ucap Yanan.  “Gak usah. Mending duduk saja.”  Yanan menatap tajam Maxim, pria yang ditatap tajam oleh kaptennya itu pun memilih mundur dan membiarkan Yanan menyiapkan pemanggang. Yanan menatap Shena, sedangkan Shena mengacungkan jari jempolnya. Tanpa Yanan sadari, pria itu sudah kelewat bucin dengan perempuan itu. Hanya saja Yanan tidak menyadarinya.  Kemenangan turnamen sudah membawa angin segar untuk Cruash Club, dan kini saat merayakan kemenangan ada satu perempuan istimewa yang dibawa kapten mereka.  Shena pun yang dulunya jarang mau bersosialisasi dengan banyak orang, kini merasa nyaman saat berada di CC, mereka pun semua baik padanya. Shena baru merasakan perayaan kemenangan yang penuh kehangatan.  Di sana anggotanya memang laki-laki semua, tapi tidak ada satu pun di sana yang Shena lihat bertingkah jahat. Shena melihat mereka hanya laki-laki yang memang mencintai dunia game.  Setelah semua persiapan selesai, mereka pun dengan heboh ingin mulai memanggang. Mereka menggunakan pemanggang arang yang harus dikipas agar matang merata. Cara memasak perempuan dan laki-laki jelas berbeda. Kalau perempuan biasa menggunakan kipas tangan, tapi beda dengan laki-laki. Shena tergelak melihat tingkah duo brondong yang mengambil kipas angin untuk membantu memanggang daging. Alhasil, arang yang mulanya hanya panas biasa kini pun menciptakan api hingga membakar tusuk mereka. “Vero, bisa gak sih yang normal saja?” tanya Lionel menjitak kepala Vero.  Vero dan Varel selalu dinistakan sama kakak-kakak mereka karena duo brondong itulah yang paling kecil.  Namun satu hal yang Shena sadari, meski Vero dan Varel selalu menjadi yang ternistakan, tapi Shena yakin kalau mereka sangat menyayangi Vero dan Varel.  “Bulan depan kita ada Turnamen di Kediri. Bagaimana? Ambil atau enggak?” tanya Maxim.  “Kita tetap kekurangan personil. Tadi aku deg-degan banget,” ucap Vero.  “Kamu hanya tidak fokus, Vero,” tegur Lionel.  “Bagaimana aku bisa fokus kalau aku ditekan sana sini.”  “Siapa yang menekan kamu? Aku hanya bilang lebih cepat,” ucap Daren. Vero hanya mencebikkan bibirnya. “Sudah sudah, jangan ribut!” tegur Yanan.  “Terus bagaimana kalau kita tetap kekurangan personil? Aku tidak rela kalau Duta kembali meremehkan kita,” ujar Lionel.  Yanan menatap Shena, begitupun dengan yang lain. Shena yang merasa ditatap pun memandang mereka dengan kikuk.  “Kenapa natap aku?” tanya Shena.  “Shena, bisakah kamu gabung di club kami?” tanya Yanan.  “Tidak,” jawab Shena.  “Kenapa? Kami bisa mengajarimu. Kamu juga suka dengan gamenya kan?” “Aku tidak ada waktu,” ujar Shena.  “Kamu bisa menulis dan bermain game. Waktunya tidak akan lama dan tidak akan mengganggu kerja kamu.”  “Tapi aku perempuan sendiri. bagaimana bisa aku bermain dengan kalian,” ucap Shena tetap keukeuh.  “Lagian di luar sana banyak gamers yang bisa kalian rekrut,” tambah perempuan itu lagi.  “Tidak sesimpel itu, Mbak. Dulu kami pernah merekrut orang, tapi dia penghianat. Membocorkan strategi kita ke tim lawan,” ucap Lionel.  “Memangnya kalian tidak takut kalau strategi kalian aku bocorkan ke tim lawan?” tanya Shena.  “Karena kamu berbeda, Shena,” timpal Yanan tiba-tiba.  “Ta … tapi. Aku baru mengenal kalian tidak lama ini, dan kalian sudah mengajakku bergabung di club. Apa ini tidak berlebihan?”  “Karena kapten telah memilih, maka kami setuju,” ucap anak buah Yanan dengan kompak sampai membuat Yanan dan Shena mengernyitkan dahinya. Yanan berdehem sebentar, pria itu menatap Shena dengan lekat.  “Aku harap kamu bisa memikirkannya, Shena,” ucap Yanan.  “Kenapa harus aku? Kamu bertemu denganku pun juga dengan cara maksa.”  Yanan tidak punya jawaban akan pertanyaan Shena. Hanya saja ia ingin Shena dan tidak ingin ada yang lain.  Di sisi lain, Duta tengah meminum alkohol seraya menatap seluruh anak buahnya yang sama saja tengah meminum minuman yang memabukkan itu.  “Tidak apa-apa, kita bisa mencobanya lagi saat di kediri,” ucap Duta pada anak buahnya.  “Tapi, Kapten. Sepertinya perempuan yang di samping Yanan itu calon player baru,” ucap Arya, kaki tangan Duta.  “Tidak akan aku biarkan perempuan itu masuk di tim Yanan,” jawab Duta dengan wajah yang memerah tanda ia sedang tersulut amarah.  Duta mempunyai dendam kesumat pada Yanan. Ia tidak akan membiarkan perempuan itu masuk di tim Yanan. Yanan sendiri juga sudah mendeklarasikan timnya bahwa timnya tidak akan menerima player perempuan. Yanan mendeklarasikan enam bulan lalu. Kini Duta akan menghalangi siapapun perempuan yang akan masuk di tim Yanan.  “Ayo main lagi!” ajak Duta mengambil hp dari kantung celananya. Minuman alkohol sudah biasa ia minum, hanya setengah botol tidak akan membuat Duta teler.  Duta, pria yang penuh ambisi untuk mengalahkan Yanan. Saat ini GSP pun menjadi club dengan player terkuat. Namun belum bisa menyaingi Cruash Club.  Duta memainkan gamenya, pria itu dengan penuh emosi menekan ikon di layar data hpnya. Di Turnamen kali ini Yanan tidak sepenuhnya kalah, karena ia pun mendapatkan piala dengan tulisan juara dua. Bagi Duta, juara hanya ada satu, kalau dua itu akan sangat memalukan. Dan untuk ke sekian kalinya ia hanya berhasil menempati posisi nomor dua.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN