1. Hari Pernikahan

1928 Kata
Hari ini akan menjadi hari paling bahagia bagi Lody. Butuh waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan baginya untuk mempersiapkan segalanya terutama mental untuk menghadapi kehidupan baru dengan Nadip, kekasih hatinya. Lody telah mempertimbangkan banyak hal sebelum akhirnya menerima lamaran Nadip secara pribadi satu minggu sebelum acara lamaran antar dua keluarga digelar tiga bulan lalu. Sampai kemudian mereka resmi bertunangan di depan dua keluarga besar yang menjadi saksi lamaran mereka hari itu dan hari pernikahan diputuskan akan dilangsungkan tepat di hari ulang tahun Lody yang ke 28. Pernikahan akan digelar di sebuah hotel yang menawarkan konsep pernikahan outdoor. Lody memilih tema Side pool wedding yang menjadi inspirasi untuk acara pernikahannya dengan Nadip. Pernikahan tersebut bertempat di pinggir kolam renang dan diberi hiasan serta properti lainnya untuk menambah keindahan dekorasi pernikahan. Akad nikah dan pesta pernikahan akan digelar di lokasi yang sama. Sejak pagi hari lokasi pernikahan sudah sangat sibuk oleh para petugas wedding organation yang dipercayai untuk menyiapkan acara sesuai dengan konsep dan tema yang telah ditentukan. Salah satu sudut di sisi pinggiran kolam yang menjadi poros lokasi acara sudah berdiri meja dan kursi yang telah dihiasi dengan property nuansa broken white dan hijau daun. Tempat itulah yang akan menjadi saksi bisu ikrar dan janji suci pernikahan diucapkan oleh calon mempelai pria. Semua orang sedang berbahagia, tak terkecuali Lody yang akan menjadi orang paling menunggu datangnya hari ini. Tanpa ada yang tahu telah terjadi sesuatu yang memilukan, duka cita yang begitu dalam dan air mata yang penuh kesedihan yang harus ditumpahkan di hari yang sama dengan hari bahagia ini. Bahkan sang pengantin wanita pun tidak tahu tentang hal terburuk yang telah terjadi dan menjadi alasan utama di balik wajah dengan senyum terpaksa kedua orang tuanya. Lody yang memilih mengenakan pakaian pengantin adat sunda sudah siap di kamarnya bersama para perias pengantin sejak pukul enam pagi. Sementara akad nikah akan diselenggarakan pukul sepuluh pagi ini dan dilanjut resepsi pernikahan pada saat jam makan siang. Kini Lody sudah tampil dengan kebaya warna putih berhiaskan payet mewah warna serupa khas pengantin wanita dan tentunya riasan wajah yang membuat wajah setingkat lebih berbeda dari biasanya. Rambut panjangnya digelung lalu disanggul, dibelakangnya dihiasi dengan enam kembang tanjung yang melambangkan kesetiaan dan cinta kasih dan tak ketinggalan mengenakan mahkota di kepala yang bernama siger. Sanggul di kepalanya semakin menawan dengan adanya tujuh kembang goyang di atasnya dengan lima menghadap ke depan dan dua menghadap ke belakang. Ronce melati yang menjuntai ke bawah hingga d**a, semakin menyempurnakan penampilan Lody di hari bahagianya. Sesaat lagi Lody akan mewujudkan rencana indah yang telah dirangkainya bersama orang terkasih. Dia yakin sang pujaan hati akan datang di hari bahagia ini sesuai janji yang telah diikrarkan di telepon kemarin. Kini dia tengah membayangkan duduk bersanding dengan Nadip mengenakan setelan pakaian pengantin warna yang sama dengannya. Betapa indahnya angan itu hingga mampu membuat Lody mengulas senyum di wajahnya ketika menatap penampilannya di cermin. Lody keluar kamar dengan langkah pelan karena kain batik yang membalut tubuh semampainya menghalangi cara jalannya yang terbiasa cepat. Namun justru jalan yang seperti itu menambah anggun penampilannya dan membuat beberapa pasang mata jadi terkesima ketika menatapnya. Di ruang keluarga sudah berkumpul para orang tua, saudara, kerabat dekat dan sahabatnya yang tengah menanti kehadiran Lody. Mereka takjub ketika melihat orang Lody akhirnya muncul dengan senyum tersipu. Bayu, ayah Lody adalah orang pertama yang melihat kehadiran Lody. Wajahnya tampak tegang tanpa senyum sedikitpun. Pria itu tak sanggup melihat senyum tersipu anak perempuan kesayangannya itu akan berubah menjadi sedih, hancur dan kecewa setelah mengetahui kebenaran yang kini sedang disimpan rapi oleh kedua orang tuanya. Namun demi sebuah janji yang telah diikrarkannya, ia harus kuat menjalani hari ini dan tentunya harus lebih kuat lagi menghadapi anak perempuannya ketika sudah mengetahui kenyataan yang sebenarnya nanti. Lekha, sang istri, yang melihat ekspresi Bayu segera menyentuh tangan suaminya, seolah sedang memberi dukungan dan kekuatan lewat hangat genggamannya. Caca, sahabat Lody, berjalan menghampiri Lody yang masih berdiri terpaku di tempatnya. “Nanti gue aja yang nemenin lo di ruang ganti pas Kak Nadip ijab qobul ya. Gue nggak akan biarkan satu orang pun masuk ke ruang ganti lalu merusak make up lo yang paripurna ini,” celoteh Caca sambil merangkul lengan sahabatnya. “Nggak mau. Kamu bawel. Pasti nanti ngoceh mulu bikin aku nggak konsentrasi dan nggak khusyuk dengerin suara Kak Nadip ngucapin ijab qobul,” protes Lody. Padahal memang itu tujuan Caca menguatkan diri menemani Lody di ruang ganti. Caca adalah salah satu orang terdekat Lody setelah kedua orang tuanya yang kini ikut menyimpan rahasia tentang kondisi Nadip yang sebenarnya. Sebelumnya telah disepakati bahwa Lody hanya akan ditemani oleh perias utama saja di dalam ruang ganti ketika Nadip mengucapkan ijab qobul, baru kemudian Lody akan dijemput oleh Bunda dan Mamahnya dan diantarkan ke kursi yang telah disediakan di samping mempelai pria. Namun ada sedikit perubahan rencana pada rundown acara tadi pagi. “Alana juga mau nemenin Kakak Lody, Bun. Boleh ya?” kata Aluna, adik perempuan Lody tetapi beda ayah dengan Lody, sambil berjalan ke samping Lody. Kini tubuh tinggi semampai Lody diapit oleh sahabat dan adik perempuannya. “Jadi pengen nangis. Aku terharu kalian semua pada mau nemenin aku,” ujar Lody dengan raut wajah sendu. Caca dengan sigap melarang Lody menangis dengan bertingkah lucu untuk mengalihkan memperbaiki suasana hati sahabatnya. Syukurlah Lody bisa tersenyum akhirnya setelah melihat tingkah Caca. Bayu dan Lekha saling pandang lalu tersenyum kikuk menyaksikan pemandangan itu. “Lody diajak ngobrol ya, Ca. Jangan malah asyik sendiri kamu nanti ngobrol sama Alana,” ujar Lekha memperingatkan Caca. “Siap, Tante!” ujar Caca lalu bersikap hormat yang membuat seisi ruangan jadi ikut tertawa. Bayu lalu mengalihkan situasi dengan mengajak semua orang agar bersiap lalu segera berangkat ke lokasi acara. Pelan-pelan semua orang keluar dari rumah menuju mobil masing-masing yang telah disiapkan. “Ca, pegangin aku. Pakai high heels, nih,” keluh Lody sambil memegangi tangan Caca. “Ya, lagian elo aneh-aneh. Udah tau kayak tiang listrik nekat pakai high heels. Pakai teplek aja napa, dah?” “Biar kelihatan anggunly gitu, Ca,” ujar Lody mengambil istilah yang kerap diucapkan oleh Caca untuk mengganti kata terlihat anggun. “Untung Kak Nadip tinggi. Coba kalau pendek, kan lucu kalo ceweknya lebih tinggi.” “Berisik, Caca. Ayo, jalan!” kata Lody disambut gelak tawa dari Caca. Lody memasuki mobil yang dikemudikan sendiri oleh Caca. Mereka hanya berdua saja di dalam mobil tersebut. Sementara itu di depan dan di belakang ada mobil milik orang tua dan keluarga lainnya yang mengiringi mobil pengantin. Di dalam perjalanan itulah Caca menyampaikan sebuah pesan pada sahabatnya. “Gue titip pesan, lo harus menyayangi dan mencintai suami lo dalam situasi dan kondisi apa pun, ya, Si. Karena dialah nanti yang akan menjadi orang yang paling bisa menjaga lo setelah bokap lo.” Lody menatap sahabatnya yang kini tengah berkonsentrasi penuh menatap jalanan di depan mobil yang dikemudikannya. Sahabatnya yang selalu ceria dan suka bercanda itu tiba-tiba melontarkan kata-kata yang mengandung makna begitu dalam padanya. Lody sampai dibuat takjub oleh sikap sahabatnya itu. “Apa semua baik-baik aja, Ca?” tanya Lody curiga. “Iya, baik-baik aja. Kenapa lo tanya gitu?” “Nggak apa-apa. Aneh aja lihat kamu tiba-tiba jadi kelihatan kayak orang bener gini.” “Eh, si kamvret. Jadi selama ini gue nggak bener gitu?” Lody hanya tersenyum mendengar protes Caca. Dia tak ingin berdebat lebih jauh lagi soal perubahan sikap Caca yang terlalu tiba-tiba menurutnya. Dia lebih memilih merapalkan doa agar acara hari ini diberi kelancaran sampai akhir acara. ~ Hari yang seharusnya menjadi hari paling spesial bagi sahabatnya menjadi hari paling berat bagi Levi. Bagaimana tidak, dia yang selama ini tidak pernah memikirkan sebuah pernikahan atau memikirkan pernikahan akan datang ketika usianya melewati angka 30, justru akan menjalani hal yang tak pernah sedikitpun tebersit dalam pikirannya akan datang secepat ini. Levi memandang setelan jas yang sudah disiapkannya untuk menghadiri acara penting sahabatnya dengan tatapan pilu. Dia tidak akan mengenakan setelan itu hari ini. Karena kini dia harus mengenakan setelan pakaian pengantin yang seharusnya dikenakan oleh Nadip, sahabatnya. Setelan pengantin itu berupa beskap putih untuk atasannya. Sebagai bawahan ia menggunakan kain batik yang disarungkan hingga ke kaki bagian bawah. Untuk melengkapi penampilannya Levi mengenakan bendo yang berfungsi sebagai penutup kepala. Tak jauh bedanya dengan Levi, saat ini Arkan dan Melody, kedua orang tua Levi, sudah rapi dengan mengenakan setelan seragam khusus orang tua yang seharusnya digunakan oleh kedua orang tua Nadip saat mendampingi pernikahan anak mereka nanti. Mereka harusnya hanya menjadi tamu undangan saja. Namun setelah melewati kesepakatan dengan kedua orang tua Nadip, kini berganti peran menjadi orang tua sang mempelai laki-laki. Takdir Tuhan memang tidak ada yang tahu. Manusia boleh berencana, tapi Tuhan yang akan menentukan segalanya. Dari tempatnya berdiri Levi menatap sendu ke arah kedua orang tuanya. Bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah untuk meyakinkan kedua orang tuanya beberapa waktu lalu, terutama sang ibu, bahwa dia siap menjalani pernikahan yang tidak pernah ada dalam daftar rencana hidupnya dalam waktu dekat. Semalaman Levi berusaha meyakinkan dan menguatkan kedua orang tuanya bahwa dia ikhlas memenuhi permintaan terakhir sahabatnya sekalipun permintaannya itu adalah sebuah hal yang sangat berat dan tentunya berhubungan dengan masa depan Levi. “Lev? Is this all true?” tanya Melody ketika Levi sudah berdiri di hadapannya. Melody hampir saja menangis lagi, kalau Arkan tidak mengusap pelan punggung istrinya itu. “Mom, ini bukan tentang salah atau benar. Ini semua adalah sebuah permintaan yang harus aku penuhi untuknya,” kata Levi mencoba memberi pengertian kepada ibunya. “Aku berhutang nyawa pada Nadip. Nggak cuma sekali tapi tiga kali. Mungkin dengan cara memenuhi permintaannya itu, bisa membayar lunas semua hutangku sama dia, Mom.” “Iya, Lev. Mommy ngerti maksud dan tujuan kamu. Berulang kali Mommy mencoba ikhlas menerima keputusan kamu, tapi kekhawatiran atas kondisi rumah tangga kamu nanti tetap bikin Mommy nggak tenang.” “Yang aku butuhkan saat ini bukan cuma dukungan supaya aku bisa memantapkan hati atas keputusanku, tetapi juga doa dari Mommy untuk rumah tanggaku nanti.” Levi memeluk erat ibunya. Arkan yang menyaksikan suasana haru ini tak bisa berkata-kata. Pria itu hanya mendekap istri dan anaknya yang tengah berpelukan. “Siapapun perempuan yang nanti akan jadi istri kamu, kamu harus bisa menjaganya dengan baik dan mencintainya dengan sepenuh hati,” ujar Arkan sambil menepuk pundak anak laki-lakinya. “Iya, Pa. Aku akan selalu ingat pesan Papa.” Beda halnya dengan keluarga Lody yang menggunakan beberapa iring-iringan mobil pengantin, Levi tidak menggunakannya. Dia akan datang ke lokasi acara pernikahan menggunakan mobil papanya bersama kedua orang tuanya saja. Pihak keluarga Levi memang sudah diberi kabar soal pernikahan yang akan diadakan hari ini. Namun karena terbilang mendadak, keluarga besar Levi tidak bisa meninggalkan kesibukan masing-masing untuk turut hadir memberikan doa dan restu kepada Levi. Mereka hanya menitip ucapan selamat atas pernikahan Levi lewat kedua orang tua Levi. Jika suasana sudah kondusif barulah keluarga Levi akan memikirkan untuk mengadakan acara pesta pernikahan yang layak untuk Levi dan Lody. Sepanjang perjalanan Levi menghapal lafal ijab qobul yang harus dia ucapkan beberapa saat lalu. Bukan pekerjaan yang sulit karena Levi sangat menghapal nama yang tersemat di rentetan lafal ijab qobul. Kini dia berdoa agar nanti diberi kemudahan dan kelancaran dalam berucap. Sehingga acara akad pernikahan akan berlangsung dengan khidmat. Kalau ditanya apa rasa yang pernah dimiliki Levi untuk Lody masih sama seperti dulu ketika mereka masih duduk di bangku SMA? Jawabannya tentu saja sudah tidak lagi sama. Levi benar-benar telah menghilangkan perasaannya untuk Lody dari sejak lama, bahkan sebelum Lody akhirnya berpacaran dengan Nadip. Dan kini ketika dia sudah berdamai dengan masa lalu Tuhan justru berkata lain. Kepulangannya kali ini justru mengubah takdir percintaannya. ~~~ ^vee^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN