“Nah, balik juga maneh!” ujar Jiro. Setelah bermenit-menit berlalu, akhirnya pemuda bongsor itu kembali ke tempat duduknya, lalu menenggak habis tehnya yang tersisa. Ia kemudian meraih kerupuk Palembang oleh-oleh Ibunya Nando yang minggu lalu datang ke sana, Gary mengunyah gusar. “Eleuh, naon atuh ih?” Kali ini Jiro bertanya, sementara ketiga kawan Gary yang lain hanya menatapnya lekat meski tatapan itu pastinya juga penuh tanda tanya.
Gary enggan menjawab. Ia lebih memilih membuka layar ponselnya dan menunjukkan pesan singkat yang bisa saja memancing pertumpahan darah pada Joru.
“Eleuh! Caduk sia, kehed!” maki Jiro pada layar ponsel Gary. Maksud hati mengumpat Dewangga, namun hanya pesan singkatnya yang mewakili.
“Kenapa Kang? Lihat coba,” pinta Nando seraya mengulurkan tangan. Jiro
