“I love you too, Gary,” balas Megi. “Lo makan ya? Lo belum makan dari siang.” “Oke.” “Tadi sore gue beli sapo tahu, ayam saus telur asin dan cumi goreng tepung. Tapi udah dingin, kalaupun dipanasin lagi rasanya ga akan seenak tadi. Lo mau gue pesenin apa?” “Yang ada aja, Gi. Ga apa-apa, sayang kalau ga dimakan. Indomie ada?” “Adanya ramyeon.” “Ga apa-apa itu juga enak.” Megi berdiri dari duduknya, melangkah menuju dapur, mencari stok pakan daruratnya. Mie instan khas Korea itu berada di kabinet dapur yang paling tinggi, tentu saja Megi tak akan bisa mengambil bungkusan itu. Ia berjinjit, menggapai-gapai, terlalu malas mengambil tangga pijakan yang ia letakkan di balkon. Gary yang melihat Megi kesulitan segera mendekat, melingkarkan satu tangannya di pinggang Megi, sementara s