Part 2

1920 Kata
Setelah siap siap dan merapikan semua barang bawaan, Ayah dan Ibu bergegas pergi dari rumah untuk menuju rumah Tante Anggi. "Aina kamu tinggal dirumah ya, jaga rumah baik baik jangan keluyuran kamu, dirumah aja." Teriak Ibu dari luar saat akan berjalan masuk kedalam mobil. "Iyaa, Bu nanti kalau udah sampai kabari Aku, jaga diri baik baik, jangan sampai tertipu dengan penampilan luar seseorang." Ucap Aina sambil tersenyum dan menyindir pria yang ada didalam mobil. "Aina!!! Kamu ini ya, yasudah Ibu pergi, hati hati dirumah." Jawab Ibu setelah memukul bahu Aina. Mobil mereka pun melaju menuju jalan lintas. Kini tinggal Aina sendirian dirumah, tidak tau apa yang harus dilakukan sendirian. Karena tidak tau apa yang harus dilakukan, Aina memutuskan untuk menonton televisi sambil makan cemilan yang dibawanya dari kos kemarin. Entah berapa lama dia sudah menonton, Aina ketiduran diatas sofa. Saat dia membuka matanya dan melihat jam di Hp nya, sudah menunjukkan pukul 12.35 WIB. Aina segera menuju kamar mandi dan membersihkan tubuh kemudian mengambil wudhu dan sholat dzuhur. Selesai sholat, Aina mencoba mengerjakan tugas kuliah yang masih terbengkalai karena belum disentuh sedikit pun dari kemarin. Disaat Aina sedang sibuk membuat tugas, Kringg....kring.... "Assalammualaikum Bu." Ucap Aina sambil melirik laptop yang ada dihadapan nya. "Waalaikumsalam, Aina Ibu tidak bisa pulang hari ini, Paman kamu dalam keadaan koma. Jadi Ibu membantu Tante Anggi merawatnya, kasihan keluarga mereka sekarang sedang panik semua, mereka bahkan tidak ingat makan, Ibu dan Ayahmu membantu mereka untuk menjaga Paman mu." Jelas Ibu dengan tergesa gesa dari balik telepon. "Yasudah Bu tidak apa apa, Aina dirumah sendiri aja, Aina gak kemana mana kok, pokoknya nanti kalau ada apa apa kabari aja Aina ya bu." Jawab Aina. "Iya, yasudah kamu tidur jangan kemalaman, lauk nya masih ada tadi kan Ibu sisakan belum habis, kamu makan itu ya." Ucap Ibu. Ibu kemudian menutup teleponnya, Aina tau pasti mereka semua sedang khawatir sekarang dan sangat sibuk. Aina kemudian kembali mengerjakan tugasnya. Aina kemudian masuk ke kamar untuk tidur setelah menyelesaikan beberapa tugas kuliahnya. *** Tokk tokkk tokkk "Aina!!! Ainaaa!!!!" "Ah?." Aina tersentak dari tidurnya dan berlari kecil untuk membuka pintu. "Kamu?" Tanya Aina kebingungan setelah melihat siapa yang datang "Aku disuruh Ibu kamu untuk menjemput kamu kerumah kami, Ibu kamu khawatir karena kamu sendirian dirumah." Jelas lelaki yang sedari kemarin Aina tidak tahu namanya, yang Aina tahu hanyalah bahwa dia adalah anak dari Tante Anggi. "Gak usah, aku dirumah aja nanti aku telepon Ibu." Jawab Aina. "Aina?!" Teriak seorang laki laki muda yang berlari kecil menuju rumah Aina. "Gilang?." Jawab Aina sambil tersenyum kegirangan. "Na, dia siapa?" Tanya gilang. "Oh dia, dia anak teman Ibuku. Oh ya, kamu bisa pulang, bilang sama Ibu aku dirumah aja lagian ada gilang yang baru datang, aku gak enak kalau ninggalin dia." Jelas Aina pada lelaki itu. "Kamu pikir aku supir mu yang bisa diatur atur begitu saja, cepat ikut aku, jangan mempersulit suasana." Jawab Afnan. "Aku tidak mau, aku tidak perduli. Ayo masuk Gilang." Ucap Aina kemudian menutup pintu. Akhirnya Aina dan Gilang masuk ke dalam rumah dan berbincang bincang tentang banyak hal. Gilang tidak lanjut kuliah dikarenakan dia membantu orang tuanya bekerja disebuah pabrik didekat desa. Walaupun begitu, dia termasuk anak yang cerdas. Dari kecil saja nilainya selalu diatas Aina dan dia selalu menyemangati Aina agar nilainya naik terus, dan mengajari Aina tentang pelajaran. Setelah lama berbincang, matahari mulai menepi yang menandakan waktu sore telah tiba. Saat mereka keluar dari rumah, Siapa sangka ternyata pria yang merupakan anak dari Tante Anggi itu tetap menunggu Aina didepan rumah. "Wahhh kamu gak bakal pergi? Atau mau bermalam disini?" Tanya Aina. "Apa kamu pikir aku tertarik tinggal dirumah ini berdua denganmu?" Jawab Afnan ketus. "Gila, yaudah hati hati ya Lang besok main lagi oke." Ucap Aina. "Oke Na, aku balik dulu." Jawab Gilang kemudian berjalan meninggalkan rumah Aina. Tanpa menghiraukan lelaki itu, Aina masuk kedalam rumah. Tapi saat akan menutup pintu,,, "Ikut Aku!" Tegas Afnan sambil menarik tangan Aina. "Aaahhhh sakit!! udah dibilang juga aku gamau ikut kesana, aku bakal dirumah aja kok ngeyel." Teriak Aina kesal. "Jangan buat aku susah, aku sudah ikuti semua kemauan orang tuamu jadi sekarang ayok ikut aku." Ucap Afnan. "Ih gamau, terserah kalau kamu mau pulang atau gak yang penting aku gak bakalan ikut." "Oke kalau begitu ayo tinggal dirumah ini bersama, jangan menyalahkan aku kalau nanti aku menjadi liar." Jawab Afnan sambil menatap sinis ke arah Aina. "Apa dipikirinmu itu hanya ada pikiran jorok? yaudah tunggu aku ganti baju." Ucap Aina kemudian mendorong tangan Afnan untuk melepaskan tangan nya. Dari pada bermalam dengan pria yang tidak dikenalnya bagaimana sifat nya, Aina lebih memilih ikut dengannya ke kota. *** Karena jarak antara kota dan rumah Aina memang lumayan jauh, mereka akhirnya bermalam dijalan. Ketika merasa sedikit lelah, mereka berhenti disebuah SPBU yang letaknya sudah hampir dekat dengan kota. Sambil mengisi bensin dan juga mengisi perut mereka yang sudah mulai kelaparan. Karena merasa kaki nya pegal, Aina tidak bisa bergerak dan mencoba meminta tolong kepada Afnan. "Hmm kamu." Ucap Aina. "Afnan." Jawab Afnan dengan tatapan sinisnya. "Ah jadi namamu Afnan, kaki ku pegal dan aku tidak bisa bergerak, bisa aku minta tolong belikan air minum dan makanan di super market diluar itu? Ini uangnya." Ucap Aina sambil memberikan uang kepada Afnan. Afnan tidak menjawab ucapan Aina, bahkan tidak menoleh ke arah Aina dan langsung keluar dari mobil. Aina hanya bisa menggenggam uang yang ada di tangan nya karena kesal. "Wahhh aku benar benar penasaran apa anak ini memang pernah diajarkan sopan santun, atau nanti sampai dirumah nya aku harus usulkan ke Tante Anggi untuk tes DNA apa benar kalau dia itu anaknya?" Gumam Aina kesal. Setelah pergi beberapa lama, Afnan kembali ke mobil. Tanpa berbicara Afnan memberikan se plastik berisi makanan dan minuman. "Kamu tidak beli cemilan keripik gitu?" Ucap Aina setelah melihat isi plastik. "Makan saja apa yang ada." Jawab Afnan singkat. Dengan wajah memelas Aina hanya bisa membuka plastik dan memakan satu persatu roti yang ada disana. "Makanlah, kamu juga lapar kan." Ucap Aina sambil memberikan sebungkus roti. Afnan tidak melirik dan tidak mengatakan apapaun, Afnan hanya fokus kepada kemudinya. Aina hanya tersenyum dan mencoba sabar dengan tingkah pria itu. Karena lama diperjalanan Aina tertidur dan tidak sadar kalau mereka sudah tiba dirumah Afnan. "Bangun kita sudah sampai." Ucap Afnan. Dengan mata yang belum terbuka sepenuhnya, Aina melihat di sekitarnya, mencoba was was kalau saja nanti Afnan melakukan hal buruk padanya, Dan ternyata aman. Yang didapati Aina hanyalah istana yang berada tepat didepan matanya. Tanpa pikir panjang, Aina mengikuti Afnan masuk kedalam sebuah ruangan. Disana sudah ada Ibu , Ayah , Tante Anggi dan seorang pria yang terbaring diatas kasur yang kemungkinan adalah ayah Afnan. Aina menghampiri mereka yang tampak sedang dalam kondisi khawatir dan sedih. "Aina, sini duduk." Ucap Tante Anggi. Aina hanya mengikutinya dan duduk disamping Tante Anggi. Karena penasaran, Aina mencoba bertanya pada Tante Anggi. "Tante, Paman sakit apa?" Tanya Aina. "Paman kamu terkena penyakit jantung, dan sekarang sangat sering kambuh. Akhir akhir ini penyakitnya semakin parah, Tante khawatir terjadi sesuatu." Jawab Tante Anggi. "Tante yang sabar ya, banyak berdoa dan usaha saja, Allah pasti mendengarkan doa kita Tante." "Iya sayang." Hari sudah semakin larut, Ibu dan Ayah tidur dikamar yang terletak disamping kamar Tante Anggi dan suaminya. Sedangkan Aina disuruh tidur di lantai 2 karena katanya akan lebih nyaman disana. Ya karena Aina tidak tahu apa apa, Aina memutuskan untuk mengikutinya. *** "Pagi Aina, cepat sekali bangunnya." Ucap Tante Anggi. "Eh Tante, iya Aina mau bantu Tante buat sarapan." "Sini sini duduk, biar Tante saja yang buat sarapan, kamu duduk disini saja makan ya." Ucap Tante Anggi. Semua orang sudah berada dimeja makan kecuali Afnan dan Ayahnya. Saat sedang makan tiba tiba Afnan berlari dari kamar Ayahnya menuju meja makan. "Ma papa." Ucap Afnan sambil terengah engah. Belum selesai Afnan bicara semua orang berlari menuju ruangan paman Ardi. Aina hanya mengikuti dari belakang dan ternyata paman Ardi seperti hendak mengatakan sesuatu, tetapi terlalu sulit baginya untuk membuka mulut. Tante Anggi mencoba mendekatkan telinganya pada bibir suaminya seakan ingin mendengarkan dengan jelas apa yang dikatakan suaminya. Karena hanya Tante Anggi yang bisa mendengar ucapan dari paman Ardi, mereka hanya terdiam menunggu apa jawaban dari Tante Anggi. "Dia mengatakan kalau dia ingin kalian sementara waktu pindah kesini dulu, dia tidak tahu kapan kondisinya akan pulih atau mungkin akan memburuk. Jadi dia hanya ingin menghabiskan waktunya bersama kita, kalian tahu sendiri kalau dia sudah sangat lama berpisah dengan keluarganya dan satu satunya keluarga yang tersisa bagi dia hanya kalian, kalian sudah seperti keluarga baginya." Jelas Tante Anggi. "Kami perlu mendiskusikan itu dulu Anggi, apalagi Aina sekarang baru pulang dari kuliah nya karena libur, itu tergantung Aina kalau memang tidak ada yang harus dikerjakan dirumah. Kami bersedia saja untuk tinggal tapi kalau Aina mau, karena kamu tahu Aina anak perempuan, tidak mungkin kami biarkan dia sendiri dirumah." Jawab Ayah memberi penjelasan kepada Tante Anggi. "Aku pikir Ayah dan Ibu tinggal disini saja, Aku dirumah saja, lagian kan dirumah juga banyak teman ku disekitar sana dan Aku juga mau nyari pekerjaan di desa mumpung masih libur Ayah." Jawab Aina. "Jangan Aina itu bahaya bagi perempuan sendiri dirumah, apalagi jarak rumahmu dengan rumah Tante sangat jauh. Kalau ada apa apa bagaimana? kamu tinggal disini saja ya, masalah kamu ingin mencari pekerjaan nanti Tante minta bantu Afnan carikan. Afnan punya banyak teman yang bisa diminta bantuan nya." Ucap tante Anggi meyakinkan Aina untuk tinggal. Aina hanya terdiam tidak tau harus menjawab apalagi, dipikirannya berlarian seribu kata kata untuk mengelak tapi entah kenapa itu terasa sangat sulit untuk diutarakan. Karena Aina tidak kunjung menjawab dan hanya diam, mereka menganggap Aina setuju dengan saran Tante Anggi. *** Merasa bosan tidak ada yang bisa dilakukan, Aina berjalan di sekitaran rumah melihat lihat kondisi rumah yang bak istana itu. Terlihat ada sebuah bangku yang terletak di balkon belakang rumah, Aina berjalan mendekatinya dan duduk disana untuk melihat suasana dibawah dari atas rumah. "Wahhh bukankah ini terlalu mewah untuk ditinggali 3 orang?" Gumam Aina. "Kenapa harus bertiga? Kita akan tinggal berenam disini sayang." Sahut Tante Anggi yang tiba tiba menghampiri Aina dari belakang. "Memang dari dulu rumah ini terasa sangat sepi, hanya ada kami bertiga dirumah. Sebenarnya dulu Afnan punya teman yang sudah seperti keluarga kami, dia selalu bermain bersama Afnan dirumah ini, mereka menginap, makan disini dan bermain bersama. Mereka dulu  mempunyai hobby yang sama, Sama sama menyukai basket, menyukai berenang, hingga suatu saat mereka pun menyukai seorang gadis yang sama. Dan karena hal itu mereka bertengkar dan tidak pernah akur, padahal Afnan sudah mengatakan kalau dia akan merelakan gadis itu, tapi terkadang emosi manusia membakar semua yang ada, hingga sebuah hubungan yang sangat baik pun hancur karena emosi seketika. Makanya hingga sekarang Afnan menjadi seseorang yang sulit sekali untuk ditebak. Dia menjadi pendiam, begitu dingin, tidak peduli pada hal sekitar nya, apalagi pada wanita. Dia seperti tidak tertarik lagi pada wanita, karena baginya wanita yang menghancurkan hubungannya dengan teman baiknya." Jelas Tante Anggi. Aina yang hanya mendengarkan tidak bisa berkata apa apa, Aina takut jika bertanya atau mengatakan sesuatu itu hanya akan menambah kesedihan Tante Anggi yang sudah tampak sedih sekarang. Aina hanya mengelus ngelus punggung Tante Anggi sebagai isyarat kalau semuanya akan baik baik saja. Namun lama kelamaan, tangis Tante Anggi malah semakin keras membuat suasana menjadi sedikit canggung bagi Aina. Tante Anggi sangat khawatir dengan perubahan Afnan yang sekarang, dia takur Afnan akan menyendiri dan kesepian. "Mama masuklah, sudah mau malam, udara juga akan semakin dingin tidak baik untuk kesehatan Mama, aku ingin bicara dengan anak ini." Ucap Afnan sambil menarik tangan Aina.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN