"Apa maksudmu dia tidak datang?" Si sekretaris mengangguk. "Aku sudah menunggu dua jam, Paris. Dia tidak datang seperti katamu." Paris menelan ludah merasa getir. Ia tidak pernah membuat kesalahan seperti ini. Pasti ada yang salah dengan Maria Davis itu. Ya, pasti dia yang salah, si gadis desa cengeng itu. Tangannya mengepal kencang di dalam sakunya. Tangan itu mengendur lagi. "Sepertinya dia masih butuh waktu." Senyum melebar di bibir tampannya. "Kurasa begitu." Ia perlu bicara lagi dengannya. Kali ini ia akan membawa handuk untuk menutupi wajahnya seandainya ia menangis. Lagu rock memecah suasana damai itu. Si sekretaris meminta maaf dan menjawab ponselnya. Paris menyaksikan dengan tenang ketika anak itu membisikkan beberapa kata, mengangkat alisnya terkejut, dan berpaling. "Apa