"Paman Sar—" Maria mengatupkan mulutnya dan melirik Julie. "Tunggu sebentar," bisiknya dan berjinjit keluar kamar. Begitu berada di luar asrama, Maria menghela nafas dan tersenyum memandang bulan purnama di langit yang cerah. "Hai, Paman Sarkon! Terima kasih untuk ponselnya." Sarkon menghela nafas. "Maria, siapa itu tadi? Katakan sekarang" "Teman sekamar. Dia agak pemarah." Sarkon memelototi rembulan yang bersinar dibalik jendela kamarnya. Itu pasti Si Anak Emas. Dia mengurut alisnya untuk meredam emosi yang mulai memuncak dan berkata dengan tenang, "Kamu berjanji untuk menelepon jika kamu terluka." "Uh-huh," Maria mengalihkan pandangannya. "Aku ingat janji itu." Hening, tak ada jawaban dari seberang. Maria menarik napas dan kembali menengadah menatap langit malam. "Aku baik-bai