Maria mengulurkan tangannya ke Paris. "Seperti yang dijanjikan." Paris melihat formulir yang sudah terisi dan memasang seringai lebar yang memuakkan. Dia mengambil kertas itu dan menyerahkannya ke sekretarisnya. "Ya, kamu melakukan hal yang benar, Maria Davis," kata Sang presiden mahasiswa dengan nada bak pangeran dan melambaikan tangannya bak seorang bangsawan. "Kamu bisa pergi sekarang." Mari memandangnya heran. "Kita perlu bicara, Paris." Sang presiden mahasiswa itu sedikit terkejut. Bicara? Tak pernah ada yang memintanya untuk berbicara. Dia terlihat memaksakan senyum yang sopan. "Tak ada yang perlu dibicarakan lagi, Maria Davis. Sekarang pergilah." Anggota baru komite mahasiswa itu menghela napas. "Kamu harus berhenti memanggilku dengan nama lengkapku, Paris. Kamu memanggil semu