Memaksa

3032 Kata
Pagi itu Kiray Agustin mendapatkan telpon dari Shopia, dan Shopia mengatakan jika partner bisnisnya yang dari Jepang sedang berada di Indonesia dan mengatakan akan berkunjung ke kediaman Kiray Agustin, keesokan harinya. Roy juga menelpon jika ternyata Adam Herlambang dan Serly kemarin terlihat sudah kembali ke Indonesia, tapi sepertinya Adam tidak membawa Serly pulang ke rumah utama mereka, tapi membawa Serly ke penthouses mewah di tepi pantai kute Bali. Selain itu, beberapa agenda Kiray Agustin jadi berantakan karna pernikahan yang tidak pernah di bayangkan oleh Kiray Agustin sebelum, dan mau tidak mau kali ini dia harus membicarakan apa yang menjadi kegundahannya beberapa hari ini, pada Zein suaminya, juga pada Yuyun ibu mertuanya. Kiray sudah berpakaian rapi saat Zein keluar dari kamar mandi dan langsung berjalan ke arah kamar pakaian di pojok kamar mereka. Zein melihat pakaian nya sudah ada di atas sofa persegi di ruangan itu dan Zein tau itu Kiray yang melakukanya untuknya. Sudah lebih dari dua Minggu setelah Zein dan Kiray menikah, Kiray memang selalu menyiapkan pakaian yang akan Zein gunakan, meskipun Kiray sendiri tidak banyak bicara ketika melakukan dan tentunya Kiray melakukannya tanpa sepengetahuan Zein, tapi Zein juga tau itu pekerjaan istrinya, dan jujur Zein menyukai istri dinginnya. Jujur Kiray masih belum siap untuk menerima pernikahan ini, tapi karena Yuyun juga sudah bisa menerimanya dengan baik, juga kedua adik perempuan Zein juga ternyata langsung menyukainya maka mustahil Kiray tidak bisa melihat jika keluarga Zein menaruh harapan padanya. Tapi entah karena rasa gengsi atau apa Kiray memang agak sulit untuk membuka hatinya pada Zein yang kini berstatus suaminya. Bukan karena Zein yang buruk, tapi hatinya yang mungkin masih beku. Saat Zein sudah memakai kemeja juga celana bahannya, Zein sengaja berjalan sambil menenteng dasi nya ke arah Kiray istrinya yang masih berdiri sambil menghadap balkon untuk melihat pemandangan danau di samping rumah mereka. Kiray memang kadang hanya berdiri di tepi balkon dengan menghabiskan waktu untuk mengecek pekerjaan nya lewat layar monitor laptop nya. Zein langsung mengulurkan dasi itu pada Kiray seolah meminta Kiray untuk melakukan tugasnya, memasang dasi di leher suaminya. Zein sering melihat itu dari ibu dan ayahnya jadi Zein sebenarnya hanya mengikuti gaya ibu dan ayahnya yang menurut Zein sangat romantis. Seperti biasa Kiray menerima dasi itu lalu masang dasi itu di leher Zein dengan sangat rapi tanpa kata atau ekspresi yang bisa di katakan bahagia. Setelah memasang dasi, Kiray juga mengambil jas yang akan Zein pakai tanpa di minta oleh Zein, dan itu juga masih tanpa bicara. Zein dan Kiray menuruni anak tangga rumah itu untuk menuju meja makan. Bagaimanapun dia akan menghormati ibu mertuanya juga Zein pastinya, jadi sebisa mungkin Kiray akan mengikuti semua rutinitas keluarga suaminya. Sebenarnya Kiray tau jika Yuyun, ibu mertuanya itu masih berduka. Berduka karena pengkhianatan suaminya, namun Yuyun tetap terlihat tersenyum saat menyapa Kiray dan ketahui lah itu jauh lebih sulit dari membayangkan sehancur apa hati Yuyun saat itu, saat menerima kenyataan jika suami yang begitu baik, dan setia selama hampir dua puluh delapan tahun tiba-tiba mengkhianati nya dengan sangat perih. Zein dan Kiray baru menyelesaikan sarapannya saat tiba-tiba Kiray mengatakan ingin pulang, karena dia tidak bisa meninggalkan pekerjaannya lebih lama lagi, dan dia harus kembali ke kediaman untuk menyambut partner bisnis nya yang menurut info Shopia akan datang untuk membicarakan proyek mereka yang di Jepang. "Aku tidak bisa, tinggal di sini. Bukan karena apa tapi aku juga punya tanggung jawab lain selain menjadi seorang,,,,," ucap Kiray menjeda kalimatnya. Rasanya Kiray masih belum siap jika harus mengakui jika dia kini adalah seorang istri. Zein memperhatikan ketika Kiray berbicara dan tiba-tiba menggantung kalimat terakhirnya, jujur Zein berharap jika tadi Kiray melanjutkan kalimat terakhirnya yang menurut Zein kalimat terakhir itu adalah ISTRI. "Seorang,,, seorang apa?" Tanya Yuyun dan Zein kembali menyimak apa yang kiranya Kiray ucapkan. "Ya, aku juga punya tanggung jawab lain selain menjadi seorang ibu, dan sampai saat ini, aku masih belum tau bagaimana kabar putriku, dimana dia berada, dan,,," Zein mengangkat sebelah tangannya untuk meminta Kiray tidak lagi melanjutkan ucapannya karena air muka ibunya langsung berubah saat Kiray mengatakan kabar tentang putrinya, dan keberadaan putrinya karena itu artinya Kiray juga sedang menanyakan keberadaan Adam Herlambang, suami Yuyun. Sendok di tangan Yuyun langsung terlepas dari tangannya dan Yuyun langsung menghentikan makannya karena tiba-tiba rasa nyeri itu semakin terasa di hatinya dan Kiray benar-benar tidak lagi melanjutkan ucapannya tadi. Pikir Kiray Yuyun mungkin tersinggung dengan apa yang baru saja dia ucapkan dan Kiray hanya akan kembali merasa bersalah pada Yuyun ,ibu mertuanya. Tapi di luar dugaan Yuyun malah terlihat menghela napas lalu kembali tersenyum sambil menatap Kiray dan Zein seolah dia ingin mengatakan jika dia baik-baik saja. "Semua keputusan tentu bukan di tangan, mama. Tapi segala keputusan menyangkut kau, tentu ada di tangan suami mu. Dan mama tidak akan keberatan jika kau ingin tinggal di kediaman mu, tapi ingat, sekarang kau adalah menantu di keluarga kami dan istri dari putra kami. Jadi bicarakan itu dengan suamimu, sayang." Jelas Yuyun dan Kiray langsung menoleh ke arah Zein yang terlihat meminum air mineral di gelasnya. Zein juga langsung menatap mata Kiray dan keduanya diam sejenak sebelum mereka menyadari kecanggungan mereka lagi. "Apa aku boleh mengatakan TIDAK?" Ucap Zein saat menaruh gelas yang baru habis dia minum dan Kiray langsung melotot tidak percaya jika Zein benar-benar tidak mengijinkannya untuk pulang. Kiray masih terlihat menatap Zein tidak percaya tapi detik berikutnya Zein malah tersenyum sambil mengatakan " becanda. Tentu saja boleh. Kau bisa tinggal di mana saja yang kau inginkan, selama kau merasa nyaman dan tenang maka aku tidak keberatan untuk itu." Ucap Zein dan napas Kiray langsung terasa longgar dan benar-benar bebas. "Tapi, aku juga akan ikut di manapun kau merasa nyaman untuk tinggal, karena begitulah cara seorang suami menjaga istrinya." Sambung Zein santai. "Bukan kah begitu, ma?" Tanya Zein meminta pendapat ibunya. Dan Yuyun seolah mengerti apa yang sedang putranya pertahankan saat ini dan langsung mengangguk membenarkan ucapan putranya. "Mama tidak keberatan di manapun kalian ingin tinggal, selama kalian tetap bersama maka mama tidak masalah untuk itu!" Ucap Yuyun dan Zein langsung tersenyum penuh misteri. Kiray menarik nafasnya dalam kemudian menghembuskannya sebelum akhirnya mengangguk. Zein bangkit dari duduknya dan bersiap untuk berangkat ke kantor, mencium ujung kepala Kiray dan mencium punggung tangan ibunya. "Tunggulah sampai siang. Aku akan pulang saat makan siang dan aku akan ikut kau pulang." Ucap Zein sebelum benar-benar berangkat ke kantornya dan Kiray hanya bisa mengangguk pasrah. Kiray kembali ke kamarnya setelah pamit pada Yuyun untuk mengecek beberapa file di laptop nya. Kiray mondar mandir di dalam kamar karena tiba-tiba dia ragu untuk membawa Zein ikut tinggal di rumahnya. Bukan karena apa tapi Kiray hanya belum siap. Murni belum siap. Detik berikutnya ponsel Kiray bergetar dan ada nama Shopia di layar ponselnya. "Hallo!" Sapa Kiray lebih dulu dengan nada ketus "Hallo. Iiih koh suaranya macem gitu sih. Kagak dapat jatah lu ma suami muda lu?" Goda Shopia yang justru membuat Kiray semakin kesal. "Apaan sih lu, sok tau. Jadi apa yang Mr. Hiro kata kan?" Tanya Kiray untuk mengalihkan godaan Shopia karena jujur itu justru membuat jantungnya tidak sehat. "Santai. Santai." Balas Shopia "Mr. Hiro mengatakan akan datang saat pagi bersama istri nya karena selain membicarakan masalah bisnis, Mr. Hiro juga sekalian ingin membawa istrinya liburan untuk makan sate dari Indonesia. Keknya istrinya gi ngidam makanya pen banget makan sate buatan Indonesia," sambung Shopia dan Kiray hanya mengangguk saja. "Gue juga dah minta ibu untuk menyiapkan makanan itu untuk jamuan Mr. Hiro besok. Jadi gimana, mertua lu ngijinin gitu untuk lu balik ke rumah lu?" Tanya Shopia dan terdengar helaan napas kasar di seberang telpon. "Ya. Dia ngijinin gue tinggal di rumah gue tapi dengan syarat Zein juga harus tinggal di manapun gue akan tinggal." Sesal Kiray dan Shopia malah terdengar tertawa di seberang telpon. "Lu ketawa. Lu ketawa in gue?" Protes Kiray dan Shopia langsung menggeleng seolah Kiray melihat reaksi dirinya yang masih belum bisa meredam rasa dongkol di kepalanya. "Lu tu ya. Ya jelaslah jika mertua lu bilang kek gitu. Di mana-mana istri itu ngikutin di mana suaminya tinggal, nah ini lu malah dapat yang lebih mudah, suami lu gak keberatan untuk ikut di manapun lu mo tinggal. Ya lu mestinya bersukur tau, jarang-jarang ada suami kek gitu, apalagi kelasnya macem Zein Herlambang, yang tidak bisa di katakan keluarga sederhana." Jelas Shopia dan Kiray hanya bisa menghela napasnya dengan kekesalan yang masih tidak bisa mereda. Tadinya Kiray pikir dia kan mendapatkan solusi dari sekertaris sekaligus sahabatnya itu, untuk masalah dirinya dan Zein tapi sepertinya semua pihak lebih membela Zein dalam hal ini. Akhirnya Kiray pasrah dan akan benar-benar membawa Zein untuk tinggal di kediaman nya. Siang itu Zein benar-benar pulang di jam makan siang setelah mengatakan pada sekertarisnya jika dia tidak akan kembali karena dia harus membantu istrinya. Beruntung siang ini Zein juga tidak ada pertemuan atau hal yang terlalu penting untuk dia lewati. Zein juga mengatakan tidak akan masuk ke kantor satu atau dua hari karena dia memang akan fokus menemani Kiray, istrinya, dan menyesuaikan diri dengan tempat barunya. Zein langsung naik ke lantai atas rumah itu dan masuk ke kamarnya. Kiray masih terlihat duduk di kursi meja balkon dengan layar laptop yang menyala dan sepertinya Kiray juga sedang melakukan panggilan video dengan seseorang. Zein langsung berjalan ke arah duduk Kiray dan langsung mendaratkan satu ciuman di pipi Kiray yang tengah melakukan panggilan video dengan Shopia. Kiray langsung salah tingkah dan Shopia langsung tersenyum malu-malu saat melihat pemuda tampan yang hampir menjadi menantu Kiray Agustin itu, tapi justru sekarang pemuda itu malah menjadi suami dari Kiray Agustin sendiri. "Oooh so sweeeet," ucap Shopia namun Kiray tidak mendengar nya karena Kiray buru-buru mematikan sambungan telpon itu dan menoleh ke arah Zein yang langsung berbalik dan melepas jasnya kemudian melonggarkan dasi juga melepas beberapa anak kancing kemejanya. "Ku pikir kau sudah siap untuk berangkat, makanya aku buru-buru pulang." Ucap Zein saat menggulung lengan kemejanya hingga ke siku. Sementara Kiray hanya menatap Zein tanpa ekspresi. "Apa yang kau lakukan, Zein Herlambang? Apa kau tidak melihat jika aku sedang melakukan panggilan video? Apa kau tidak bisa ,,,," "Emang apa yang aku lakukan?" Kutip Zein saat berbalik menatap istrinya yang tengah mendongak untuk menatap dirinya "aku hanya mencium istriku. Apa itu salah?" Tanya Zein santai tapi pandangan Zein sempat salah fokus ke d**a Kiray yang sedikit terbuka hingga belah dadanya terlihat sangat indah. Kiray diam sebentar karena tiba-tiba bibirnya kelu untuk menjawab setiap ucapan Zein, suaminya, karena apa yang Zein ucapkan memang tidak salah, dan rasanya, Kiray hanya akan semakin terpojok jika Zein semakin menegaskan jika dia bisa melakukan hal lebih dari sekedar ciuman jika dia mau, dan jujur Kiray tidak berani hanya untuk memikirkannya "I know, Zein. I know." Ucap Kiray "tapi apa kau bisa menunggu saat aku menutup telpon dulu, setidaknya tindakan mu tadi tidak di lihat oleeee,,,," Suara Kiray tiba-tiba hilang karena kali ini, Zein tidak bisa menahan dirinya untuk tidak membungkam bibir istri nya karena dari tadi sungguh dia sudah sangat tersiksa dengan apa yang sedang dia pikirkan terlebih lagi tadi Kiray juga dengan jelas mengatakan dia bisa melakukan itu setidaknya setelah dia menutup telpon dan sekarang wanita ini sudah menutup telponnya maka jangan salahkan dirinya yang justru ingin terus mencoba untuk meyakinkan istrinya agar mau menerima dirinya. Zein tau umur mereka terpaut cukup jauh. Delapan tahun, ya. Selisih umur mereka delapan tahun, tapi bukankah usia tidak begitu penting saat dua orang sudah sepakat untuk saling mengisi seperti janji suci pernikahan mereka, lalu kenapa Kiray tidak mau mencoba apa yang sedang dia coba. Maka jangan salahkan Zein jika pada akhirnya Zein nekat membungkam bibir sexy istrinya dengan ciuman panasnya tepat di bibir itu. Ya, Zein akhirnya mencium bibir Kiray Agustin, sama seperti ketika dia mencium wanita itu ketika di altar pernikahan nya waktu itu. Zein hanya menutup bibir Kiray dengan bibirnya tanpa melakukan gerakan apapun karena dia ingin melihat apa reaksi Kiray saat ini. Zein masih menahan wajah istrinya dengan bibir yang saling menempel dan Kiray langsung mendorong d**a Zein dengan sangat keras tapi Zein juga menahan wajah Kiray dengan cukup kokoh dan tidak bergeming meski Kiray terus mendorong dadanya. Pelan-pelan Zein melumat belah bibir bawah Kiray dengan sangat lembut dan panas karena cuaca memang sedang sangat panas dan Kiray terus memberonta dengan sikap Zein kali ini. Karena merasa perlawanannya gagal, akhirnya Kiray pasrah saat suaminya melakukan itu padanya, namun Kiray masih menahan d**a Zein di depan dadanya. Zein benar-benar melumat belah bibir bawah Kiray yang merah dengan sangat panas dan berganti ke belah bibir atasnya berulang kali hingga Kiray menepuk dadanya, seolah ingin memberi isyarat pada Zein jika dia sudah kehabisan napas, dan Zein juga merasakan itu, merasakan kehabisan nafas lalu melepas tautan di bibir mereka. Zein menghirup napasnya dalam-dalam untuk kembali mengisi pasokan oksigen yang sempat habis karena aksi memaksanya tadi , dan Kiray juga sampai menahan nafasnya karena sungguh dia hampir kehabisan oksigen di rongga dadanya. "Maaf." Ucap Zein saat mendapatkan napasnya kembali namun masih sambil menghirup oksigen dengan terengah-engah. "Maaf, karena aku tidak bisa menahannya. Maaf." Ucap Zein namun Kiray benar-benar bungkam dan tidak lagi bisa berkata apa-apa setelahnya, kemudian menjatuhkan tubuhnya di bibir ranjang untuk duduk. Sungguh dia tidak tau harus bagaimana sekarang. Apakah dia harus marah dan memukul Zein, atau malah dia akan kembali mendapatkan hal macam ini lagi jika saat ini dia kembali berbicara. Zein ikut duduk di bibir ranjang sebelah istrinya untuk dia genggam tangannya yang bertumpu di bibir ranjang, "maaf." Ucapnya sekali lagi tapi Kiray tetap tidak menjawab ucapan Zein yang sedang meminta maaf. Siang itu juga Zein benar-benar ikut Kiray, istrinya pulang dan tinggal di kediaman, Kiray Agustin. Tentunya setelah Yuyun juga mengijinkan mereka, karena Yuyun juga tidak bisa menahan Kiray untuk tetap tinggal bersamanya. Bagaimanapun dia juga tau jika Kiray memiliki tanggung jawab yang lebih besar dari sekedar menjadi menantu dan mau tidak mau dia harus mau menerima kenyataan itu. Kiray dan Zein sudah sampai di kediaman atau mension Kiray Agustin. Beberapa penjaga keamanan yang sudah cukup mengenal Zein langsung menyambut kedatangan Zein dengan senyum karena mereka juga tidak pernah menyangka jika akhirnya pemuda itu justru menikahi bos mereka. Kiray juga sudah mengatakan pada ibu Maryam jika siang ini dia akan kembali dan Zein juga akan ikut tinggal di kediaman nya, dan ibu Maryam sudah mempersiapkan semua untuk mereka berdua seperti permintaan Kiray beberapa hari yang lalu. Memasukkan satu lemari lagi di ruang pakaian di kamar Kiray, karena mereka memang tetap akan tidur di kamar dan ranjang yang sama, karena sepertinya Zein tetap menolak untuk menempati kamar terpisah. Baru saja Kiray dan Zein masuk pintu utama mension itu dua pengawal langsung membuka bagasi mobil yang mereka gunakan untuk mengeluarkan barang-barang Zein dan Kiray untuk dia bawa masuk ke kamar Kiray di lantai dua mension itu. "Selamat datang, di tempat baru mu, Zein. Ibu senang akhirnya kau benar-benar bisa menjadi bagian dari kami." Ucap ibu Maryam saat menerima pelukan di tubuh tinggi pemuda itu, lalu berbisik "ibu berharap kau mau mencoba untuk membuka hati untuk nya, dan sedikit bersabar jika mungkin sikapnya cenderung dingin." Bisik ibu Maryam dan Zein hanya mengangguk dengan senyum terbaiknya. Laki-laki yang beberapa kali menemui Kiray di rumahnya itu juga terlihat berdiri tidak jauh dari tempat mereka berdiri saat ini. Kiray berjalan menaiki tangga untuk sampai di kamar nya di ikuti Zein yang juga ikut masuk ke kamar yang Kiray masuki. Kiray meletakkan tasnya di atas ranjangnya setelah mengeluarkan ponsel di tasnya lalu menelpon Shopia. Belum sampai sambungan telpon itu tersambung pada Shopia, saat tiba-tiba sepasang lengan kokoh melingkari pinggang dan perutnya dan ponsel di tangan Kiray langsung jatuh di atas ranjang karena rasa terkejutnya. "Terima kasih sudah mau menerima ku. Terima kasih." Ucap Zein saat memeluk punggung Kiray yang lebih rendah darinya dan menurunkan wajahnya untuk dia taruh di bahu Kiray. Kiray lagi-lagi hanya diam namun kini Kiray juga merespon pelukan Zein meskipun hanya sebatas usapan di punggung lengan Zein dan rasanya itu sudah sangat luar biasa untuk, Zein Herlambang. Seperti yang ibunya katakan, semua butuh proses. Jadi biarkan saja proses yang menyadarkan keduanya jika takdir tidak pernah salah ketika mempertemuka seseorang dalam sebuah janji suci. Dan Zein akan coba menikmati proses itu. Di lain tempat. Adam Herlambang baru keluar dari kamar mandi saat mendapati Serly yang sudah terduduk di tepi ranjang dengan gaun tipisnya yang terlihat menggoda, dan bagian tubuh bawah Adam sudah kembali bangkit. Padalah dua jam lalu mereka habis melakukan olah raga yang sangat indah. Belum hilang rasa indah di pikiran Adam Herlambang, saat dia kembali ingin tenggelam dalam tubuh wanita yang baru dua Minggu dia nikahi itu. Adam ikut duduk sambil menurunkan tali baju tidur Serly yang hanya seukuran lidi, dan Adam langsung mengecup pundak terbuka Serly, dengan hisapan basah dan panasnya. "Apa kau tidak keberatan untuk melakukan nya sekali lagi?" Tanya Adam dan Serly langsung menggeleng karena sungguh tubuhnya sedang sangat lelah usai perjalanan panjang mereka dari Turki, belum lagi dengan kondisi nya yang saat ini, jadi rasanya Serly tidak lagi sanggup jika sampai Adam memintanya untuk kembali bergulung indah dengan hasrat mereka, meskipun tidak di pungkiri jika Serly juga sangat menyukai cara Adam memanjakan nya di ranjang. "Tidak. Aku capek. Aku mau istirahat dulu." Tolak Serly dan Adam hanya meraih bibir tipis Serly untuk dia cium dan lumat dengan rasa manis dan panas. Adam juga kembali menarik naik tali baju tidur Serly setelah tadi Adam juga meremas lembut buah d**a istri mudanya yang sangat cantik dan kaya raya. "Istirahat lah. Aku akan melihat beberapa Imel dari kantor dulu , dan akan ku bangunkan kau saat makan malam kita siap." Ucap Adam dan Serly langsung tersenyum manis lalu menarik tubuhnya untuk benar-benar tidur dan membiarkan Adam , suaminya untuk melakukan pekerjaan nya. Serly merasa keputusannya sudah benar dengan melepas Zein dan lebih memilih Adam yang sejatinya jauh lebih bisa memanjakan nya secara lahir dan batin. Kebutuhan Serly tidak hanya kata cinta dan sayang tapi Serly juga butuh perlakuan manis dan selama ini Zein tidak pernah memberikan apa yang dia inginkan. Menurutnya, Zein terlalu polos, dan kaku dalam menjalani hubungan itu dan jujur Serly sudah sangat lelah dengan kepolosan Zein yang menurutnya sangat membosankan. Berbeda jauh dengan Adam Herlambang, ayah Zein sendiri. Adam jauh lebih peka dengan semua itu, jika ternyata dirinya juga butuh di sentuh, bukan hanya dengan kata-kata cinta yang sejatinya tidak bisa membuatnya terbang hingga langit ke tujuh.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN