SAMPAI DIA LELAH DAN MENGGEBRAK

1021 Kata
Adnan mengantarkan Pelangi hingga tiba di kelasnya, baru dia tinggalkan. Dia tak berani melepas Pelangi jauh dari kelas, takut Hasto menghampirinya. Begitu Pelangi sudah masuk ke kelasnya baru Adnan pergi. Hasto melihat lelaki tersebut melajukan mobilnya meninggalkan kampus Pelangi. “Ke mana dia? Tapi aku tidak mau ngikutin dia aku akan nungguin Pelangi agar bisa bicara,” tukas Hasto, dia bergeming tak mau mengikuti Adnan. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ 15 menit sebelum pulang Adnan sudah menunggu di depan kelas Pelangi yang sudah pindah ke ruang berikutnya. Tak ada celah Hasto untuk mendekati mantan istri tercintanya itu. “Loh kok dia sudah sampai situ lagi? Kapan dia datangnya?” kata Hasto yang tidak memperhatikan kedatangan Adnan. Adnan sudah ganti pakaian. Sudah bukan pakai baju kantor, tapi pakai blue jeans dan T shirt biasa. Tadi pagi Adnan pakai baju kantor. “Rupanya dia dijemput kalau pulang kampus. Lalu dia mau ke mana ya?” Tanya Hasto. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Ini Non pakai helmnya,” ucap Adnan. “Kita pakai motor?” “Iya. Saya lihat dia hari ini pakai mobil. Jadi saya sengaja jemputnya pakai motor biar Non bisa langsung pulang ke rumah Pak Biru. Kalau besok dia pakai motor kita ganti mobil. Atau tukar posisi seperti biasa di masjid. Non pulang tanpa sepengetahuan dia,” jelas Adnan. “Oke baiklah. Tapi sampai kapan kita bisa main kucing-kucingan seperti ini?” “Sampai dia lelah dan menggebrak. Itu yang ditunggu pak Biru. Enggak apa-apa Non. Tak perlu takut,” ucap Adnan. “Oke kalau seperti itu,” jawab Pelangi. Benar saja Hasto marah-marah karena melihat Pelangi dibawa dengan motor yang sama jenisnya dengan motor yang dia naiki, malah motor orang yang menjemput Pelangi tahunnya lebih baru. Pasti lebih mahal dari motornya Hasto. Helm yang Pelangi dan lelaki tersebut gunakan juga helm couple yang Hasto tahu harganya sangat mahal. Motor Adnan sengaja pelan-pelan berjalan di depan mobilnya Hasto. “Kapan-kapan kita godain sambil makan dulu yuk Non. Paling nggak kita minum apa dulu gitu,” ujar Hasto. Helm mereka terhubung dengan mike sehingga suara Adnan clear Pelangi dengar. “Tapi harus izin dulu kalau pulang telat seperti itu. Nanti tuan Biru akan mempertanyakan kenapa aku pulang telat atau Senja nanti nyariin,” ucap Pelangi. “Iya juga ya. Ya sudah, sebentar lagi kita masuk gang ya Non.” “Oke siap,” kata Senja. Mereka pun jalan santai lalu tiba-tiba Adnan membelokkan motornya ke kiri masuk gang dan langsung menghilang dari pandangan Hasto. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Ah sialaaaaaaaan! Aku kehilangan jejak dia lagi,” teriak Hasto sambil mengebrak setir mobilnya. Dia sangat kesal. “Apa dia tahu ya aku pakai mobil sehingga dia pakai motor? Kalau begitu besok aku pakai motor saja, sehingga bisa ngikutin dia ke mana pun dia berada,” ucap kata Hasto kesal. Dia masih tetap berupaya sabar demi bisa bersama lagi dengan Pelangi. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ Malam ini Pelangi masih seperti biasa, dia mengajak bicara Senja, memberi banyak cerita, memberi banyak contoh tanpa menggurui. Dari layar CCTV Biru memperhatikan apa yang dilakukan Pelangi pada Senja. “Ayo kita makan, nanti eyang menunggu kita terlalu lama. Tidak sopan bila kita membiarkan orang menunggu. Lebih baik kita yang menunggu,” ajak Pelangi. “Bagaimana hari pertamamu tinggal di sini?” tanya Julanar “Saya harus menyesuaikan diri Nyonya, karena saya seperti bukan diri saya.” “Biasa saya pagi-pagi sibuk masak, di sini saya tidak masak tapi menyiapkan Senja untuk siap sekolah. Itu pun tidak memakaikan baju dan memandikan hanya mempersiapkan mental Senja saja. Lalu saat sehabis mengajar biasanya saya langsung melarikan motor saya ke kampus, sekarang saya jadi diantar mobil sampai pulang juga diantar.” “Biasanya sepulang kampus saya suka belanja dulu untuk keperluan kebutuhan yang kecil-kecil tapi di sini kan tidak. Dan tadi saya mengumpulkan baju kotor saya, ingin saya cuci, tapi dilarang bibik. Katanya semua dilakukan oleh orang belakang.” “Jadi saya merasa bukan saya lagi. Pulang dari kampus saya hanya bersih-bersih diri lalu menjadi tutornya Senja. Saya tidak menyiapkan bekal makan saya sendiri dan benar-benar itu membuat saya merasa tidak berguna,” ucap Pelangi panjang lebar. “Bagaimana kamu bisa bilang tidak berguna. Kamu kan jadi tutornya Senja. Apa itu bukan hal yang sangat berguna?” tanya Julanar. Semuanya belum ada yang ke meja makan. Baru Senja, Pelangi dan Julanar saja. Meja makan pun sedang diatur oleh para bibik. “Jangan merasa kamu tidak berguna. Seperti yang tadi saya bilang, kamu sangat berguna menjadi tutornya Senja. Mungkin orang berpikir hanya ngobrol kok dibayar mahal. Padahal obrolan yang kamu lakukan dengan dia itu sangat berarti buat dia dan kami sekeluarga.” “Selama ini Senja hanya bicara dengan saya, kakeknya dan daddynya atau bik Siwa. Hanya itu tak pernah mau bicara dengan orang lain. Bicara dengan kami pun hanya lebih sering satu arah. Dia bicara kami menjawab sudah itu berhenti.” “Tapi kalau dengan kamu dia mau berkomunikasi, bisa ada dialog, bukan monolog. Itu sangat beda. Jadi jangan merasa kamu tidak berguna.” “Mengapa dia panggil Anda eyang sedang pada tuan Tara sia memanggil kakek?” tanya Pelangi sambil memangdang Senja. “Tadinya panggilan kami adalah kakek dan nenek. Tapi Senja akhirnya mengubah sendiri menjadi eyang kalau buat saya. Dia bilang kalau nenek itu panggilan untuk nenek lampir. Dan nenek Lampir adalah perempuan itu kamu tahu kan yang disebut perempuan itu, itu siapa.” “Senja tidak suka saya dipanggil nenek karena itu berkonotasi dengan hal yang buruk buat dia, karena dia kaitkan dengan nenek lampir dan nenek lampir adalah mama kandungnya.” “Kenapa ya Senja sedemikian benci pada ibu kandungnya?” ucap Pelangi lirih sekan bicara untuk dirinya sendiri. “Saya tidak tahu mengapa dia tidak pernah mau memanggil Mama seperti yang kami ajarkan. Dia selalu menyebut perempuan itu,” Julanar dan Pelangi memperhatikan Senja yang sedang asyik membuat puzzle tanpa mendengarkan mereka. “Apa Senja punya kelebihan ya Nyonya? Kalau saya lihat seperti itu. Sepertinya dia punya indra keenam,” ucap Pelangi. “Wah kalau itu saya tidak tahu,” kata Julanar. Tak mungkin dia tidak tahu tentang kemampuan suami serta Banyu dan Senja. Tapi tentu itu tidak buat konsumsi public. Jadi Julanar tidak mengatakan hal tersebut pada Pelangi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN