GERET?

1026 Kata
“Aku calon suaminya Pelangi. Jadi kamu nggak perlu lah ngejar-ngejar dia lagi. Apa nggak cukup kamu kejar dia sejak SMA, sampai kamu perkosa agar hamil? Kurang kah?” “Dia sudah jelas-jelas nolak kamu. Kamu sudah talak 3 pula. Mau bikin sandiwara supaya dia menikah dulu dengan orang lain lalu biar bisa kamu nikahi? Oh no way. Aku tak akan pernah mungkin melepaskan Pelangi,” kata Utkas dengan sombongnya. Seakan-akan memang dia yang dipilih Pelangi saat ini. Padahal boro-boro dipilih, bercakap dengan Pelangi saja itu tak pernah terjadi. Walau Pelangi kalau ditegur masih menjawab tapi kalau untuk ngobrol apalagi bercerita itu belum pernah terjadi. Seakan dia tak ditolak berkali-kali, dan barusan juga dia habis ditolak mentah-mentah oleh Pelangi. “Jangan pernah bermimpi untuk menjadi suami Pelangi. Karena walau dia menolakku tapi dia hanya cinta sama aku,” jawab Hasto dengan tak kalah pongahnya. “Kamu berhentilah mengejarnya, karena aku yang akan menggeretnya ke depan penghulu,” kata Utkas. “Kalau denganku dia tidak akan aku geret. Kami akan bergandeng tangan dengan mesra menuju hadapan bapak penghulu. Itu bedanya aku dengan kamu,” kata Hasto dengan tenang. Kalau soal menghadapi tekanan Hasto jagonya. Dia hanya kalah oleh pesona Pelangi saja. Tentu saja Utkas jadi kalah nyali begitu mendengar kata-katanya langsung dibalikkan oleh Hasto. Memang tadi dia salah menggunakan kata geret, seharusnya memang tidak menggeret. Kalau digeret berarti itu paksaan dan bukan kerelaan dari Pelangi. Utkas langsung kembali ke sekolah, dia tadi meninggalkan ruang kelas yang belum selesai. Akhir-akhir ini dia sering melakukan seperti itu. Selalu ingin melihat Pelangi dari luar jendela saat gadis tersebut sedang mengajar. Ups bukan gadis, tapi perempuan tersebut karena Pelangi sudah pernah punya anak. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Kok sudah lewat sejak jam pulangnya, dia belum juga keluar ya, dan motornya masih ada di situ. Sekolah sudah sepi. Ke mana dia?” Hasto yang menunggu Pelangi jadi was-was karena motor Pelangi masih ada di parkiran motor guru, dan sosok Pelangi juga belum keluar sama sekali. Bahkan mobil penjemput Pelangi yang biasanya juga belum ada. Hasto jadi galau. “Apa ibu Pelangi sudah pulang?” tanya Hasto pada satpam. “Ibu Pelangi tadi sudah pergi dengan ketua pelaksana yayasan. Dia baru saja keluar dari sini koq, pakai mobil ketua pelaksana yayasan. Jadi Anda salah kalau menunggu dia karena dia baru saja keluar seperti biasa kok,” jawab satpam. “Apa dia tidak kuliah seperti biasa atau bagaimana?” tanya Hasto. “Wah saya tidak tanya beliau ke mana. Lebih-lebih beliau pergi bersama ketua yayasan. Tentu tidak elok kalau saya bertanya sebab beliau pergi dengan ketua yayasan. Saya yakin tidak ke kampus lah, mungkin kencan atau apalah. Saya nggak tahu, karena dia perginya dengan Pak Adnan.” “Jadi Pak Adnan itu ketua yayasan?” tanya Hasto. “Benar Pak. pak Adnan itu ketua pelaksana yayasan. Semua unit beliau yang pimpin. Yayasan ini dari TK sampai SMA.” “Oh,” jawab Hasto. “Oke, terima kasih.” ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ Hasto lalu pergi, hari ini dia tidak bisa mengikuti Pelangi ke kampusnya karena kalau pergi dengan ketua yayasan katanya tidak ke kampus. Padahal tiap hari Pelangi juga diantar sama ketua yayasan, tapi tidak menggunakan mobil yang entah mobil mana, karena Hasto tidak melihat mobil Adnan keluar. Mungkin Adnan menggunakan mobil lain atau menggunakan mobil yayasan yang baru saja keluar Barusan ada mobil dengan nama yayasan yang keluar Hasto tidak memperhatikan siapa saja yang ada di dalam. Hasto berpikir kalau Adnan pergi menggunakan mobil kantor yayasan tentu itu perjalanan dinas, dengan beberapa orang yayasan, bukan hanya Adnan dan Pelangi saja, begitu pikiran Hasto kali ini. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Sebenarnya saya galau mau lapor atau tidak. Saya merasa ada di persimpangan. Saya seperti berdiri di antara dua garis, jadi kaki kanan saya ada di Utara garis, dan kaki kiri saya ada di Selatan garis. Di satu sisi saya mau melapor karena saya pikir hal ini penting Anda ketahui. Tapi di sisi lain saya pikir kok cuma begini saya laporkan, takutnya tak penting hanya membuang waktu juga membuang energi Anda saja Tuan,” kata Adnan malam ini pada Biru. “Kamu sudah buka begini, langsung lapor saja, maksudnya apa?” “Saya kirim di email Tuan, cek dulu emailnya, nanti habis itu Tuan hubungi saya, apa pendapat Tuan,” kata Adnan yang kadang memanggil Biru juga dengan sebutan bapak. Tanpa menunda waktu Biru langsung membuka emailnya. “Jadi ternyata apa yang dikatakan oleh Senja terbukti bahwa Pelangi akan digeret-geret oleh Utkas. Itu berarti juga kemungkinan besar Utkas itu akan benar-benar bekerja sama dengan Wangi untuk menghancurkan Pelangi. Kalau Pelangi bisa Wangi kuasai dia pikir aku akan menyerah?” “Padahal siapa Pelangi buat aku? Kenapa jadi Wangi membidik Pelangi? Kecuali kalau Pelangi bersama Senja. Kalau Pelangi tidak bersama Senja ngapain di bidik oleh Wangi? Kalau lelaki Bernama Utkas itu okelah dia memang membidik Pelangi karena tujuannya memang gadis itu.” “Lalu bagaimana cara aku menghentikannya? Berarti Senja tidak boleh lagi pulang eh berangkat bersama Pelangi. Aku harus beri tahu Senja untuk keamanan dia.” “Apa aku akan biarkan Senja jadi umpan? Aku tahu dia kuat, tapi dia hanya kuat mental, tubuhnya kan nggak kuat, dia kan anak kecil umur empat tahun. Siapa yang akan melindungi dia? Nggak mungkin kan aku lindungi dia pakai team gelatik atau kutilang atau team yang lainnya?” Bingung dengan cara mengantisipasi itu Biru tidak menghubungi Adnan. Dia malah berkutat dengan permainan catur. Dia akan gembosi Ekata lebih dulu. Dia juga akan gembosi Pridantono dulu, agar pertahanan belakang mereka kosong. Biarkan saja orang berorientasi dengan pertahanan depan, dia gembosi dari belakang. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Lalu langkahmu apa?” tanya Biru setelah dia selesai dengan kesibukan mengutak-atik bidak catur untuk urusan Hasto dan Ekata. “Jalur saya saya tetap sama Pak. Besok pagi-pagi saya akan panggil Utkas di kantor saya, jadi bukan di TK, bukan di kantor SD, tapi di kantor yayasan pusat.” “Saya akan panggil semua kepala yayasan unit dan semua kepala sekolah dari TK hingga SMA. Saya akan tampilkan semuanya dan tidak ada SP Pak. Langsung dipecat karena kalau tindak laku seperti itu dibiarkan saja tidak baik buat anak didik, lebih-lebih anak didik TK itu belum mengerti apa-apa. Mereka belum bisa menyaring.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN