Tim Baru

1416 Kata
18 Juli 2021 Kantor kepolisian pusat sangat sibuk. Berpuluh-puluh kasus harus diselesaikan oleh tiap unit di kepolisian. Call Center tak berhenti menerima panggilan dari para masyarakat yang membutuhkan pertolongan. Diantara semua kesibukan tersebut, ada satu orang yang terlihat sangat sibuk dari yang lain. Bukan sibuk karena tugas, tapi karena mengumpat tiada henti. Dia menggunakan segala kata umpatan yang dia tahu, sambil berjalan cepat menuju kantor atasannya. Orang tersebut adalah Raon G William. Usia tiga puluh dua tahun. Namanya terdengar aneh, tapi jika melihat langsung, sifat orang itu sama anehnya dengan namanya. Dia adalah salah seorang ketua tim, setidaknya itu dulu saat dia masih berjaya. Pengalaman yang dia punya sejauh ini adalah seratus tiga puluh kasus. Seratus dua puluh sembilan berhasil, dan satu kasus gagal. Keahlian, handal dalam senjata api, handal dalam pertarungan tangan kosong, dan tentu saja handal dalam mengumpat. Jika berbicara tentang visual, Raon tak kalah dengan aktor pemeran detektif di drama. Dia punya tubuh tinggi, dengan tungkai jenjang layaknya seorang model. Usianya membuat garis wajahnya tegas dan maskulin. Wajah tampan dengan kulit sawo matang tapi tidak terlalu matang. Intinya dia punya aura bintang yang luar biasa. Jika tidak menjadi detektif polisi, mungkin Raon bisa pindah haluan menjadi model. Raon yang tergesa-gesa akhirnya tiba di depan ruang atasannya. Dia langsung membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dahulu. Yah, selain keahlian yang telah disebutkan, dia juga handal dalam bersikap tidak sopan. "Mas Sugi! maksud perkataan Mas di telepon tadi apaan?" ucap Raon ketika masuk ke ruangan dengan suaranya yang melengking. "Eh bocah, Lu bisa ketuk pintu dulu gak sih? maen nyelonong aja." Sugi Suratmadja, dia adalah komandan utama kepolisian. Usia lima puluh dua tahun, dia telah mengenal Raon sejak lama. Dulu Raon berada di timnya saat laki-laki dewasa yang dia sebut bocah itu masih menjadi perwira baru. Pengalaman kasus yang sudah ditangani Komandan Sugi tak terhingga, sangat banyak hingga tidak bisa terhitung, dan enam puluh persen kasus yang dia tangani, gagal. "Mas kok seenaknya sih ngelempar tanggung jawab ke Gua? udah Gua bilang, Gua lebih suka kerja sendiri!" "Bukan ngelempar tanggung jawab, justru Gua tuh ngasih kesempatan buat Lu biar berjaya lagi. Ini loh anak-anak baru gak ada unit yang mau nerima. Ayo donk bantuin," "Gak, Gua gak mau ngasuh bayi disini, Big No!" "Lu gak pengen Unit Lima kembali buka?" "Unit Lima Lu bilang, persetan. Gua gak mau, Gua lebih suka sendiri!" "Eh si Kamvret. Sopan dikit napa, Gua ini atasan Elu!" Raon mengacak-acak rambutnya sambil menghela nafas frustasi menghadapi Komandan Sugi, "Udah, terima aja. Dari pada Lu wara-wiri sendirian, gak jelas hidup Lu, gak punya temen lagi, ya ampon. Lu kan pernah mimpin tim yang solid," "Mas, sejak empat tahun lalu, Gua udah gak mau punya tim lagi. Lagian siapa yang mau nerima anak ayam yang baru netas begitu, lempar ke unit lain aja!" "Ude dibilang mereka gak ada tempat. Ayo donk, kalian gak perlu nangani kasus berat. Santuy aja di kantor sambil dengerin call center. Lagian siapa bilang mereka baru netas. Dua dari mereka punya pengalaman kok. Apalagi satunya, pengalamannya sangat luar biasa." "Mas gak ngerti banget sih ..." "Lu trauma ama kasus empat tahun lalu, kan?" Perkataan Komandan Sugi membuat Raon terdiam. Apa yang beliau katakan tidak salah. Raon memang tak ingin punya tim karena masih mengingat kejadian empat tahun yang lalu, dimana salah seorang anggota timnya terbunuh saat penyelidikan kasus. "Raon, udah Gua bilang berkali-kali, lupain kasus itu. Kali ini, Gua bakal kasih Lu tim yang oke punya. Lu bisa buat Unit Lima, Unit terakhir yang tak diharapkan kembali jadi nomer satu. Yuk kenalan ama tim Elu." "Kenalan apaan, Gua gak ...." belum sempat Raon bicara, Komandan Sugi menarik Raon menuju ke sebuah markas di lantai bawah kantornya. Markas yang pernah digunakan Unit Lima, empat tahun yang lalu. "Nah, itu anak udah nongol. Taraa, Raon itu salah satu anggota tim Lu. Liat, gercep kan dia, udah nyampe duluan dari kita," Raon hanya menghela nafas. Dia menatap pemuda dengan gaya urakan di depannya. "Dia ini detektif atau anggota boyband?" tanya Raon dengan nada tak percaya. Komandan Sugi hanya tersenyum, lalu menepuk pundak pemuda di depannya, "Yo Bro, kenalin diri Lu ama atasan Lu yang baru," ucap Komandan Sugi dengan gaya swag (gaya keren untuk penyanyi hiphop atau rapper). "Aye Kapten!" (dibaca Ai Kapten). Bobby Shodakoh, pemuda berusia dua puluh tujuh tahun dengan nama unik tersebut tersenyum sambil menampakkan barisan giginya yang tidak rata. Pengalamannya lima kasus, dan semua kasusnya gagal. Keahlian, dia adalah seorang Cyber Police dengan spesialisasi hacker. Keahlian lainnya dari Bobby adalah Rapp. Tentu saja itu tidak berhubungan dengan kasus. Bobby berdehem lalu mengetuk-ngetuk jarinya ke meja. Dari mulutnya terdengar ketukan nada pelan. Raon terbelalak lalu menatap Komandan Sugi yang dibalas Komandan Sugi dengan meletakkan telunjuk ke mulut, pertanda Raon harus diam sejenak. "Yo, hagalogo halo. My name is Bobby. Bi ou bi bi way, pake two B pake Y bukan I. I'm hacker but i'm nyeker," dengan santai Bobby menunjuk kakinya yang tanpa alas, "My Sandal tadi digondol maling pas I lagi b*ker, Yo Kapten. Nice to meet you and I love You," Bobby menyelesaikan bait rappnya dengan cara mengangkat tangan memberi hormat kepada Raon. Begitulah cara dia berbicara. Bobby sering kali bicara menggunakan nada. Jika orang-orang yang tidak mengerti, pasti mengatakan Bobby sudah tidak waras lagi. Raon terdiam, dia menatap Komandan Sugi dengan emosi, "Mas, Are You Kidding Me?" "Ow, Calm Man ...." Komandan Sugi menepuk pundak Raon, lalu mengacungkan jempol kearah Bobby, "Yo, Bobby ... cool Bro," "Aye Kapten!" Bobby meninggikan suaranya sambil memasang wajah yang menurut Raon sangat menyebalkan. "Wadoh, lama-lama budeg nih kuping Gua. Oke, tinggalin aja dia. Next, kenalin anggota Lu yang tercantik. Seneng kan Lu ada dia disini?" Raon menatap seseorang yang duduk santay di atas meja. Dia kemudian mendesah, kekesalannya pada Bobby belum hilang kini dia malah berhadapan dengan orang aneh lainnya, "D-Dia kan ... sialann. Mas, Lu beneran mau bikin Gua gila!?" Raon melotot menatap Komandan Sugi, matanya sudah seperti mau melompat keluar. "Wah, kamvret Lu. Lu gak liat bapaknya disini? kenapa coba anak gadis Gua bikin Lu gila, dia loh yang paling berpengalaman," Komandan Sugi tersenyum lalu melambai kearah wanita yang sejak tadi duduk di atas meja tersebut, "Sayang, itu meja. Jangan duduk disitu. Turun donk, kenalin atasan baru kamu nih," "Halo Papih, ngapain mesti kenalan sih, masa ama anak sendiri Papih gak kenal." Wanita itu balas melambaikan tangan. Dia adalah Aprilia Rose, anak tunggal Komandan Sugi Suratmadja. Pengalaman satu setengah kasus. Satunya berhasil, setengahnya lagi dia tidak ikut hingga akhir. Dia kesal karena atasannya mematahkan lipstick kesukaannya. Keahlian Rose adalah penyamaran, dan keahlian lain adalah ahli membuat orang kesal. "Sayang, bukan kenalan ke Papih. Kenalan ke atasan baru kamu tuh, si Raon." "Aduh, repotnya pakai kenalan segales," Rose menatap cermin di tangannya lalu memonyongkan bibir. Dia mengoleskan lipstick merah ke bibirnya yang sudah sangat merah, lalu monyong lagi, "Kuaci, bantuin queen turun dunk," Rose mengulurkan tangan kearah Bobby. "Kuaci? Gua?" Bobby berpikir sejenak, "Yah, no problem," Bobby menyambut tangan Rose untuk membantu Rose turun. "Halo Rawon ... Gua Aprilia Rose. Lu udah sering liat Gua, kan yes, anak Komandan gitu loh, gak usah salaman ah, Gua alergi ama orang tinggi, leher Gua denyut-denyut ngeliat Elu." Raon, laki-laki dengan tinggi seratus delapan puluh delapan senti meter itu memegangi kepalanya yang pening, "Mas Sugi! gak ada yang lebih gila lagi!?" teriak Raon, lalu memijit leher belakangnya, sepertinya darah tinggi Raon naik karena stres. "Yang lebih gila? ada. Hehehe becanda, ada satu lagi anggota baru Lu. Bentar lagi dia juga nyampe." Gubrak! semua orang kaget, seseorang menerobos masuk, namun dia terpeleset dan jatuh ke lantai, "Nah, itu dia. Hay Ory, Komandan Sugi melambaikam tangan. "Aduh!" wanita yang merupakan anggota terakhir itu berusaha bangkit dari lantai, lalu menggosok-gosok bagian belakangnya. Dia adalah Oryza Sativa. Merupakan perwira yang baru lulus satu bulan. Pengalaman, nol kasus. Keahliannya adalah tidak memiliki keahlian. Oryza Sativa yang biasa dipanggil Ory tersebut berdiri dengan tegap. Dia memperbaiki topinya yang miring, walau sudah diperbaiki topi tersebut tetap miring juga. "Lapor! Nama, Oryza Sativa. Anggota Investigasi Unit Lima. Terlambat lima belas menit empat detik. Laporan selesai!" Ory memberi laporan dengan antusias, sambil ngap-ngapan seperti ikan kekurangan air. "Wuah, akhirnya ada yang cantik juga selain gua. Say, come come," Rose memanggil Ory. Ory nyengir kuda lalu berlari kearah Rose dengan kecepatan kilat. Namun, tiba-tiba ... bum! Ory menabrak dispenser. Dispenser tersebut akhirnya tumbang beserta galonnya, "Up's Sorry," Ory kembali terguling di lantai dengan posisi tiarap sambil menutupi kepala. "Argh! Tim apaan ini sebenarnya!" tingkat stres Raon meninggi. Fertigo kambuh, tensi naik, kolesterol kumat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN