Kasus 2 - Penculik (3)

1614 Kata
Dua jam sebelum Raon tiba di lokasi. Raon berada di markasnya sambil memeriksa dokumen kasus beku empat tahun lalu. Kesempatan yang dkiberikan atasan sekaligus teman baiknya Kom. Sugi tak ingin dia sia-siakan. Raon berusaha mengusut kaaus ini dengan cepat sebelum atasan yang lebih tinggi memberi perintah untuk penutupan kasus lagi seperti empat tahun lalu. "Brengsekk, padahal waktu itu gua bisa saja dapetin pembunuh gila ini jika lebih cepat selangkah. Tapi, bisa-bisanya gua biarin tuh orang kabur dari gua, dan Lara ...." Raon terdiam sejenak. Wajah manis Lara Renata terbayang di kepalanya. Lalu wajah pucat wanita itu menahan sakit dan meregang nyawa juga masih teringat jelas oleh Raon. Sedikitpun Raon tak bisa melupakan hal itu. Demi Lara yang tak bisa dia selamatkan. Raon harus segera menangkap Pembunuh Rafia yang merupakan tersangka utama tersebut. "Lara, aku pasti bakal dapetin tuh psikopat. Aku pasti bakal buat dia membusuk di penjara. Aku janji." Setelah beberapa menit, tiba-tiba gawai Raon berbunyi. Sebuah pesan masuk. Pesan tersebut dari Bobby anggota tim barunya yang berantakan. "Ngapain nih bocah ngirim pesan ke gua," Raon membuka pesan tersebut secara ogah-ogahan, "Pesan berwaktu ternyata. Apa-apaan nih, mereka lagi hadapin penculik?" Raon mengerutkan dahi tatkala membawa pesan dari Bobby. "Yo, Assalamualaikum Kapt. Good sore. I and the gank lagi ngadepin penculik. Tapi sekarang kita kayaknya bakal diculik juga nih Kapt. I aktifin GPS rahasia dari hengpon I. Tulung bantu ye Kapt. Yakin nih saya kalau bakal disekap." Berikut bunyi pesan dari Bobby. Raon menghela nafas, lalu melemparkan gawainya ke atas meja, "Bodo. Palingan mereka main-main lagi. Kurang kerjaan banget gua percaya sama orang absurd kek mereka." Raon kembali fokus pada berkas di tangannya. Dia mencoba memgingat kejadian empat tahun yang lalu. Seharusnya kasus ini bisa selesai andai Atasan Tertinggi tidak langsung menutup kasus tersebut. "Gimanapun gua pikirin. Pasti ada yang ganjal dari kasus ini. Tapi ... apa?" "Ory tau Kapten orang yang bertanggung jawab. Kapten gak mungkin nyelakain tim sendiri," tiba-tiba perkataan Ory terbayang di kepala Raon. Raon menatap kembali gawainya yang tergeletak di meja, "Sialann. Tuh orang bertiga kayaknya jadi beban mulu perasaan," omel Raon lalu mengambil kembali gawainya. Dia berdiri dan segera beranjak ke ruang call center yang berada di lantai lima gedung kepolisian. "Awas aja kalo mereka cuman main-main. Gua gebukin sampe insap," Sepuluh menit kemudian. Raon tiba di ruang call center. Call center sangat sibuk karena menerima berbagai keluhan. Raon berjalan menghampiri seorang pemuda tambun yang tengah sibuk di mejanya. Dia bekerja sambil makan sosis bakar, yang sausnya melumer hingga mengotori meja dan seragamnya. "Heh, Mbul." "Uhuk!" Pemuda tersebut terbatuk ketika mendengar suara Raon, "Selamat Sore ... eh," Pemuda tersebut memeriksa jam tangannya untuk memastikan waktu, "Pukul enam lewat lima belas menit, nah bener. Selamat sore Detektif Raon!" ucap pemuda tersebut sambil tersenyum. "Tolong kacak ponsel Bobby. Dimana posisinya sekarang," "Bobby anggota tim baru, Det?" "Iya, yang poninya keriting nutupin mata." "Oh, please wait, Det." Pemuda yang dipanggil Mbul tersebut dengan cepat memeriksa posisi Bobby di komputernya, "Det Raon. Dari pelacakan, posisi terakhir Det. Bobby ada di jalan Kayu Manis." "Ngapain mereka disana? tolong cari apa ada gudang dan gedung tak terpakai di sekitar Kayu Manis. Lacak juga ponsel Ory dan Rose. Segera laporkan lewat radio," ucap Raon lalu bergegas pergi. "Baik, Det Raon!" teriak pemuda tersebut. Walau Raon tak mendengarnya. Raon menancap mobilnya dengan cepat. Butuh dua puluh menit perjalanan dari kantor polisi ke jalan Kayu Manis. Raon menghela nafas lalu berpikir dengan seksama, "Disekap? Bobby ngirim pesan berwaktu ke gua dengan apk khusus. Gua gak bisa nlpn karena ponsel mereka bertiga pada mati. Masuk akal gak sih kalah mereka diculik? tapi gua juga gak bisa minta bantuan tim lain. Bisa jadi para Cecunguk itu ngulah lagi." "Det Raon. Saya gak bisa lagi lacak hengpon Det Bobby karena ada orotect berlapis. Sementara hengpon Det Rose dan Ory berada berdekatan dengan Det Bobby. Posisi terakhir jalan Kayu Manis. Lima ratus meter dari Toserba Glory. Empat ratus meter dari Pemakaman Umum." "Oke. Thanks, Mbul." Raon mematikan radionya, "Pemakaman Umum ... ah, itu dia." Raon menepi lalu turun dari mobil dan clingak clinguk kesana kemari, "Toserba Glory dan Pemakaman Umum, empat ratus meter ...." Bobby berjalan sambil memeriksa hal-hal yang mencurigakan di tempat tersebut, "Udah mau magrib gini, Kayu Manis selalu sepi. Pas banget kalau mau buat markas kejahatan disini, empat ratus meter dari Pemakaman ... Barber Shop?" Raon menatap banguna yang berada sekotar empat ratus meter dari Pemakaman tersebut, "Tapi, dari pada Barber shop, tempat gym ini lebih mencurigakan. Aish, si Kriting ngasih petunjuk, bisa gak sih yang lengkap gitu?" "Kapten, tolongin Bobby!" Suara teriakan Bobby yang melengking terdengar samar oleh Raon. "Bukannya itu suara Bobby?" Raon berlari, naluri membawa Raon masuk ke barber shop yang berada di depannya, "Suaranya samar dari sini." Raon waspada. Dia sudah menyiapkan pistol di tangannya untuk berjaga. Raon berkeliling selama beberapa menit di dalam barber shop dengan ukuran kecil tersebut. "Gak ada siapa-siapa. Kemana yang punya ya? tapi ... bangunan sekecil ini. Gak mungkin de mereka di sekap disini. Dimana naruhnya coba." Raon memutuskan untuk keluar memeriksa di tempat lain. Sebelum akhirnya dia menginjak sesuatu. Raon menghentakkan kakinya pelan, lantai di bawahnya terdengar kosong, Raon mengangkat karpet yang ada di bawah kakinya, dan menemukan sebuah alas kayu yang memiliki ensel di sampingnya, "Ruang bawah tanah?" Raon menyeringai, "Ini dia." Raon membuka pintu kecil tersebut dan menuruni tangga. Setelah berada di bawah, alangkah terkejutnya Raon melihat ruang yang begitu besar di tempat tersebut. "Gila, ini apaan!" "Aaaa!" Raon mendengar teriakan Ory dan Rose. Dia bergegas berlari dan mendapati sebuah pintu besi dalam keadaan terbuka. "Jangan bergerak, kalian sudah dikepung!" teriakan Raon sontak membuat penculik kaget. "Ory, move, move!" Rose berseru. Entah bagaimana caranya ikatan tangan dan kaki Rose sudah terlepas, dan kini dia membuka ikatan Ory. "Wadoh, Mak. Sejak kapan ikatan Emak kebuka?" tanya Ory yang kaget. "Sejak tadi. Tapi gua diam-diam aja." Dor! sebuah tembakan hampir mengenai Raon. Ory dan Rose kocar kacir dan mencari tempat perlindungan. Bahkan, Bobby yang baru saja muntah, diseret gitu aja oleh mereka. Tampak orang-orang berbadan kekar. Sebanyak lima orang memasuki ruangan. Mereka bersenjata lengkap membhat Raon mau tak mau ikut berlindung di samping ke tiga anggota timnya. "Plang, katanya mereka udah dikepung. Mana pasukannya? ini malah mereka datang lebih banyak," Rose clangak clinguk mencari pasukan yang dibawa Raon "Pasukan apa? gua bohong doank. Gua datang sendiri kok, mana gua tau kalau kalian beneran diculik. Nanti kalau salah perintah yang ada gua yang kena omel lagi sama bapak lu," "Wadoh, gimana ini. Kira gak ada senjata," Ory tampak khawatir. "Kuaci, awas!" sebuah tembakan melesat ke arah Bobby. Rose menarik Bobby tepat sebelum tertembak. "Uekk!" Bobby yang baru saja mendapat ciuman maut, masih muntah-muntah beberapa kali, "Napa lu biarin gua di caplok sama tuh orang! huweee bibir berharga gua ... uekk!" "Ew, jorok banget sih lu, Ci. Sana jangan deket-deket!" bukannya membantu Bobby yang seperti dalam keadaan sekarat. Rose malah menggeplak kepala Bobby beberapa kali. "Ory, tangkap!" Raon berhasil membekuk satu orang penculik, lalu melempar pistol kepada Ory. Begitu menangkap pistol yang di lempar Raon, bruk! Ory terjatuh. Dia telungkup di lantai, namun pistol berhasil ditangkap. Dor! tanpa sadar Ory menekan pelatuk. Tembakannya hampir mengenai Raon, peluru mendarat di tiang besi, dan entah bagaimana memantul kearah penculik yang tadinya menyekap mereka. Penculik dengan orientasi seksual geser tersebut hampir terkena tembakan jika dia tidak cepat berlindung. "Wuaaaa, gimana nih Kapten!" Dor, dor, dor, tembakan tak beraturan terus terjadi. Terakhir Ory memegang pistol saat ujian di akademi, dan tembakannya benar-benar berantakan. Ory terus menembak sambil berteriak dan menutup mata. Dia baru berhenti setelah peluru habis. Kabar baiknya para penculik kabur dan tak mengancam mereka lagi. Kabar buruknya, penculik kabur semua. Tak satupun yang tertangkap. "Bob, lu gak papa?!" Raon membuka ikatan Bobby, dan menarik Bobby untuk bangkit, "Periksa semua tempat ini. Temukan perangkat elektronik apapun, dan segera lacak!" "Aye Kapten!" ucap Bobby lemas. Dia terhuyung seperti orang mabuk. Bruk! Bobby kembali tumbang, namun beberapa detik kemudian, dia merangkak dan bangkit lagi. Setelah melakukan tembakan mautnya. Ory berdiri, lalu menuju lemari es yang berada di sudut ruangan, "Hah, haus banget gua, gila aja. Ini pertama kalinya gua megang pistol pas tugas. Tembakan gua lumayan juga," Ory nyengir kuda, lalu membuka kulkas di depannya, "Aaaaa!" Ory menjerit sejadi-jadinya, sedetik setelah membuka kulkas. "Ory, lu kenapa!" Raon berlari kearah Ory. "Aaaaa!" "Ory!" Ory terus saja berteriak. Membuat Raon sakit kepala, "Hei, Oryza Sativa!" Ory tiba-tiba memeluk Raon, dia gemetar dan wajahnya memucat, "I-Itu ... ada manusia," ucapnya sambil tergagap. "Ory," Raon melepaskan Ory darinya lalu menatap Ory lekat, "Lihat gua. Hei, Oryza, lihat gua!" Ory yang ketakutan terdiam. Dia menatap Raon lekat, matanya gemetar dan hampir menangis. Raon menangkupkan tangannya ke wajah Ory. Seketik Ory merasakan kehangatan dan ketenangan merasuk ke dalam dirinya. "Gak papa. Gak perlu takut," ucap Raon kemudian. Ory kembali hendak menoleh ke arah lemari es tersebut, namun Raon menahannya, "Jangan dilihat," Ory menatap Raon tanpa berkedip. Mata Raon yang hitam dan bulat membuat Ory tiba-tiba tak bisa berpaling walau diminta sekalipun. Mengetahui bahwa Ory sudah tenang, Raon melepaskan tangannya dari wajah Ory, lalu langsung menutup pintu kulkas. "Kantor pusat, Unit Lima berada di jalan Kayu Manis, ditemukan mayat disini, segera kirim bantuan," Ory masih menatap Raon yang berlalu. Beberapa detik kemudian, dia menggelengkan kepalanya lalu berbalik, "Wuaaa!" Ory kembali kaget melihat kulkas di depannya. Untung kulkas tersebut dalam keadaan tertutup, "Sialann. Bikin kaget gua aja. Adohh ... tadi mukanya Kapten Caplang deket banget ke gua. Malah jadi keliatan cakep gitu. Aih, gara-gara penjahat gila ini. Ngapain cobak nyimpen mayat dalam kulkas, argghh!" Kasus 2 : Penculik Penanganan : Unit Lima Status : Proses Ket. Barang bukti berupa jasad seorang wanita, berusia awal dua puluhan ditemukan. Kasus akan diselidiki lebih lanjut. To be Continue.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN