‘Ge ... susul si Aruna gih.’
Wita mengirim pesan w******p pada Gege, meskipun pria itu berada tepat di sebelahnya.
Gege yang duduk di sampingnya hanya bisa melirik cemas ke arah dokter muda itu.
‘Gak usah belaga bego lo.’ Wita menoleh ke arah Gege dengan tatapan membunuh.
“Gue ke toilet dulu guys.” Pamit Gege lantas beberapa detik kemudian Gege bangkit dan masuk ke rumah kost melewati garasi tanpa menoleh lagi.
Tentu saja ia tak benar-benar menuju ke toilet, tapi sengaja menuju pintu kamar Aruna di lantai dua. Gege mematung sekian menit karena tak ada jawaban dari pemilik kamar, meskipun ia mengetuk pintunya beberapa kali.
“Nana ... Na...” panggil Gege sekali lagi.
Hening. Tak ada jawaban.
“Na ... abang masuk ya?”
Aruna tetap bergeming tak bersuara ia masih tenggelam dalam kebimbangan hatinya.
Ceklek, ceklek ...
Pintu terkunci meski Gege beberapa kali mencoba membukanya.
Aruna beranjak dari kursi kecil di samping ranjangnya, tak berniat membukakan pintu untuk Gege. Gadis itu menuju kamar mandi dan menyalakan kran air keras-keras. Berharap pria yang memanggilnya dari balik pintu mengiranya benar-benar sedang mandi.
Beberapa menit berselang, Gege kembali pada sahabat-sahabatnya yang masih bertahan di teras. Langka Gege sontak langsung disambut tatapan penuh tanya dari mata si dokter muda, Wita. Gege hanya menggeleng pelan dan mengendikkan bahu, mencoba memberi isyarat bahwa Aruna tak memberinya akses bertanya.
***
“Na, boleh kakak masuk?” Wita sudah berdiri cantik di pintu kamar Aruna dengan membawa dua gelas berisi s**u hangat, dan setoples kacang bawang di bawah lengannya.
Aruna mengangguk cepat dan memasang senyum terbaiknya meski dengan berat hati. Ia mempersilahkan wanita cantik itu duduk di karpet bulu di sebelah tempat tidur. Tangannya dengan cekatan meraih salah satu gelas s**u dan menyesapnya perlahan.
“Makasih banyak Kak Wit, berasa jadi adek Kak Wita beneran deh kalo tiap hari dibikinin s**u gini.”
“Sekalian bikin buat aku juga tadi.” Wita turut menyesap gelas susunya sebelum melanjutkan kalimatnya. “Lagian kan Nana emang adeknya kak Wita selama di sini, awal kost di sini juga udah video call-an sama bapak ibu di kampung kan?”
“Kota kak ... kota, aku tuh tinggalnya di Malang kota loh, lebih rame daripada di sini.” bela Aruna tak terima.
“Iya deh Kakak percaya aja.” Wita tersenyum tipis.
“Euumm ... Nana suka sama si Gege ya?” tembak Wita tak ingin berbasa-basi.
Aruna yang tak siap dengan pertanyaan Wita, langsung menutup mulutnya karena hampir tersedak. “Ka- ka- kata siapa?” gadis belia itu tak pandai menutupi gelagat anehnya.
“Kata mata kamu Na, mungkin kamu lupa kalo Kakak lebih tua sepuluh tahun dari kamu. Udah bisa baca jelas ekspresi orang, apalagi gadis polos kayak kamu.”
Aruna hanya menunduk semakin dalam dan memeluk kedua lututnya yang ditekuk di depan d**a.
“Keliatan banget ya kak?” lirih Aruna perlahan menggeser posisi duduknya mendekati Wita.
“Iya laah, terutama orang-orang yang deket sama kamu, pasti langsung tau. Euumm ... kayaknya Gege pun tertarik sama kamu. Lagi-lagi ... kakak gak bisa dibohongin sama dua cecunguk yang lagi kasmaran kayak kalian berdua, ckk.”
“Terus, a- aku harus gimana Kak Wit? Aku ngerasa nyaman deket sama Bang Gege.” jujur Aruna dengan mata hampir berkaca-kaca.
“Na...” Wita mengusap pelan lengan gadis di sebelahnya sebelum melanjutkan kalimatnya.
“Sebenernya Gege udah punya cewek, mungkin udah tiga tahunan jalan, gak tau pastinya sih.” Wita menarik nafas panjang “Setau Kakak namanya Irina, yang disebut Zul tadi sore itu. Dia lagi lanjutin kuliah di Jakarta, LDR gitu lah mereka.”
Aruna mencengkram kuat jari-jarinya demi menutupi gemuruh dalam hati.
“Makanya kakak khawatir pas kamu sama Gege mulai deket beberapa bulan ini. Kakak gak bermaksud ngelarang kok, cuma khawatir aja. Nana kan masih baru banget di sini, masih polos, masih lugu, paling kecil pula di antara kami yang usianya hampir kepala tiga.”
Wita menekankan kata ‘kecil’ pada akhir kalimatnya. Mengingatkannya lagi pada kenyataan yang mana Gege memang lebih tua sembilan tahun di atasnya. Apa mungkin karena itu ia merasa nyaman dan terlindungi, namun Aruna sendiri yang menyalah artikan rasa nyaman itu menjadi cinta buta.
Aruna masih terdiam, tak menemukan jawaban pasti untuk wanita cantik yang kini menatapnya.
“Kakak sebenernya juga gak tau tentang hubungan Gege sama Irina itu, masih lanjut atau gimana. Gege gak pernah cerita. Tapi Kakak tetep berharap yang terbaik buat kamu. Kakak gak pengen liat kamu murung kayak gini. Inget yaa ... selama di Padang, Kakak yang jadi wali kamu.” Wita menjawil ujung hidung Aruna.
Setelah mengatakan itu Wita beranjak dari duduknya hendak keluar dari kamar Aruna.
“Cepet istirahat Na, besok Kakak ajak ke pasar sama yang lain. Besok lusa kita mau masak-masak.”
“Ada acara apa?”
“Gak ada siih, kebiasaan aja kalo ngumpul formasi lengkap pasti masak-masak gitu, sebelum Zul balik selasa depan.”
“Oke deh.” Aruna mengangguk pelan menyanggupi ajakan kakak kostnya.
Setelah WITA keluar dari kamarnya, perhatian Aruna berpaling pada ponselnya yang berbunyi dan menampilkan pesan singkat dari pria yang baru saja ia bicarakan.
‘Nananana Aruna Nana lagi ngapain?’ Aruna membaca sekilas notifikasi pada layar ponselnya.
Tak langsung ia jawab seperti sebelum-sebelumnya. Hatinya gusar tanpa alasan, karena itu ia enggan menanggapi pesan tersebut.
‘Alah tidur diak?’
‘Tumben banget tidur cepet?’
‘Yaudah met tidur deh sweet heartnya Bang Gege.’
‘Mimpiin Abang yaa.’
Aruna masih menatap benda persegi pipih di tangan kanannya, belum ada niatan untuk merespon. Aruna hanya tersenyum miring membaca pesan-pesan receh yang menjungkirbalikkan hatinya dalam satu hari ini.
Pura-pura tidur aja deh, bales besok pagi-pagi. Monolognya dalam hati.
Sementara di tempat lain, Gege menengadah beberapa lama memandangi jendela besar kamar Aruna dari jalanan. Pria berkulit putih itu betah berlama-lama terdiam di atas jok motornya. Lampu kamar Aruna masih menyala, ia pun bisa dengan jelas melihat bayangan gadis belia itu terduduk membelakangi jendela. Gege yakin itu adalah bayangan Aruna, gadis itu masih terjaga. Kiriman pesannya pun pasti sudah terbaca, tapi entah kenapa Aruna tak mengindahkannya.
Gege sadar perubahan raut wajah Aruna mendadak sendu ketika sore tadi tanpa sengaja Zul mengungkit tentang hubungannya dengan Irina yang sebenarnya tak pernah terjadi.
***